Sebab-sebab Kekalahan Liverpool dari Swansea

Berita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sebab-sebab Kekalahan Liverpool dari Swansea

Liverpool harus merelakan rekor kandangnya terhenti. Swansea City, tim yang sebetulnya sedang berada dalam fase transisi usai pergantian pelatih, menjadi tim yang mampu memecahkan rekor kandang Liverpool yang tak terkalahkan selama 17 pertandingan di Stadion Anfield.

Swansea berhasil mengalahkan Liverpool dengan skor 2-3 dalam pertandingan yang dilangsungkan di Stadion Anfield pada Sabtu (21/1/2017) malam. Fernando Llorente menjadi pahlawan bagi The Swans lewat dua gol yang ia cetak, ditambah dengan satu gol dari Gylfi Sigurdsson, yang hanya mampu dibalas dua gol saja oleh Roberto Firmino.

Ada beberapa faktor yang membuat The Reds, akhirnya harus rela rekor kandangnya pecah dalam pertandingan melawan Swansea ini.

Kembali Melakukan Kesalahan di Lini Pertahanan

Pada musim 2016/2017 ini, Liverpool menjadi tim yang cukup banyak melakukan defensive error. Liverpool mencatatkan 10 kali defensive error, dengan enam di antaranya berujung menjadi gol. Kesalahan-kesalahan di lini pertahanan inilah yang juga mengantarkan The Reds menjadi tim yang cukup banyak kebobolan pada musim 2016/2017 ini, yaitu 27 gol.

Dalam pertandingan melawan Swansea, kesalahan di lini pertahanan dapat kembali terlihat. Dari tiga gol yang tercipta di gawang Liverpool, satu di antaranya berawal dari kesalahan di lini pertahanan. Kesalahan yang dilakukan Ragnar Klavan pada menit ke-74 membuat Sigurdsson mampu mencetak gol ketiga ketika The Reds sebenarnya sudah mampu menyamakan kedudukan.

Kesalahan di lini pertahanan Liverpool pun tidak hanya terjadi di situ saja. Ketidakmampuan mereka mengatasi serangan dari flank (sebab terjadinya gol kedua) dan set-piece (sebab terjadinya gol pertama) membuat Swansea, memanfaatkan postur tubuh Fernando Llorente, mampu mencuri tiga gol, sekaligus mencuri kemenangan di Anfield.

Kemanakah Penyerangan Liverpool yang Dinamis?

Liverpool pada musim 2016/2017 dikenal sebagai tim dengan penyerangan yang dinamis. Sadio Mane, Roberto Firmino, dan Phillipe Coutinho yang mampu saling bertukar posisi dan saling mengisi, kerap dapat menciptakan ruang di pertahanan Liverpool dan membuat para pemain bertahan lawan kebingungan. Namun sejak absennya Mane dan baru sembuhnya Coutinho dari cedera, serangan Liverpool yang dinamis ini tidak terlihat lagi.

Lallana tidak mampu memberikan dimensi penyerangan di sayap kanan seperti yang diberikan Mane. Pun dengan Coutinho yang sentuhannya belum kembali sejak sembuh dari cedera. Hal ini membuat Firmino seolah bekerja sendirian di lini depan menghadapi para pemain bertahan lawan.

Ditambah dengan Swansea yang tidak ragu untuk menumpuk banyak pemain bertahan di area sepertiga akhir lawan dan juga di area kotak penalti, The Reds semakin sulit untuk memasuki kotak penalti Swansea. Akhirnya, karena sadar bahwa penyerangan dinamis lewat bola-bola pendek gagal menembus pertahanan Swansea, Klopp memutuskan untuk menumpuk pemain di depan dan memasukkan para penyerang agar bertumpuk di kotak penalti.

Daniel Sturridge, Divock Origi, bahkan seorang Joel Matip dimasukkan oleh Klopp yang sejak kebobolan dua gol, mulai memanfaatkan umpan silang sebagai cara menembus pertahanan Swansea (total Liverpool melakukan 37 kali umpan silang dalam pertandingan ini, berbanding delapan milik Swansea). Dua gol yang diciptakan Firmino pun bermula dari umpan silang.

Tapi umpan-umpan silang ini seolah tidak ada artinya. Meski banyak pemain yang bisa memantulkan bola, tapi ketiadaan pemain yang mampu memanfaatkan pantulan bola tersebut membuat para pemain bertahan Swansea lebih mudah menyapu bola. Dinamisme penyerangan Liverpool, semenjak absennya Mane, belum kembali terlihat.

***

Strategi gegenpressing yang sedang berusaha diterapkan Klopp tampaknya sedang diuji. Selain para pemain inti yang absen, para pemain yang sudah mulai kelelahan pun menjadi faktor bagaimana gegenpressing masih belum melekat sepenuhnya dalam permainan Liverpool.

Masih ada sisa 16 pertandingan di Liga Primer 2016/2017. Sisa pertandingan yang bisa menjadi banyak, atau bahkan sedikit bagi Klopp untuk menerapkan sistem gegenpressing yang ia inginkan. Itu pun dengan catatan jika para pemain Liverpool tidak kelelahan.

foto: @LFC

Komentar