Perjalanan Bob Bradley, Manajer Amerika Serikat Pertama di Liga Primer

Berita

by redaksi

Perjalanan Bob Bradley, Manajer Amerika Serikat Pertama di Liga Primer

Meskipun jeda internasional sedang berlangsung sampai 12 Oktober 2016 nanti, parade manajer kelas dunia di Liga Primer Inggris terus berlanjut. Francesco Guidolin menjadi manajer pertama yang dipecat di kesebelasan Liga Primer, yaitu Swansea City.

Ryan Giggs sempat mendapatkan gosip kuat untuk menggantikan Guidolin. Giggs yang merupakan pemain asal Wales, dirasa akan sangat cocok menjadi manajer kesebelasan asal Kota Swansea di Wales tersebut.

Namun, ternyata bukan Giggs yang menggantikan Guidolin. Pengganti manajer asal Italia tersebut adalah manajer asal Amerika Serikat, Robert Frank Bradley, atau yang lebih dikenal dengan Bob Bradley.

Siapakah itu Bob Bradley? Bradley adalah manajer yang terhitung sukses di Amerika Serikat. Ia bahkan pernah menukangi tim nasional AS pada 2006 (Piala Dunia di Jerman) sampai 2011. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat, namanya masih dianggap asing bagi Liga Primer Inggris.

Manajer yang pernah menjajaki Mesir, Norwegia, dan Prancis ini, tidak pernah masuk hitungan sebagai manajer papan atas. Ini bukan sepenuhnya salah Bradley. Mungkin ada sensitivitas tersendiri dari Inggris kepada Amerika Serikat, negara asal Bradley.

Memiliki anak yang juga pemain sepakbola, Michael Bradley, pemain AS yang pernah bermain di Aston Villa dan AS Roma (sekarang di Toronto FC), Bradley sebenarnya mempunyai darah sepakbola yang kental. Pada kenyataannya, Bradley adalah manajer pertama asal Amerika Serikat di Liga Primer.

Setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai manajer timnas AS dan sebelum mencapai sejarah tersebut, manajer berusia 58 tahun ini sempat menukangi timnas Mesir, Stabæk, dan Le Havre.

“Ada koneksi,” kata Bradley kepada The Guardian, menyikapi pilihannya ke Mesir, Norwegia, dan Prancis yang tidak biasa tersebut. “Ada banyak manajer yang bagus tapi ada juga manajer yang tidak terlalu bagus namun tetap berhasil mendapatkan pekerjaan dan kesempatan.”

Bradley patut berbangga, selain karena ia menciptakan sejarah, ia juga berhasil menyingkirkan beberapa nama kandidat manajer Swansea seperti Giggs dan Paul Clement (asisten Bayern Muenchen). Dengan ditunjukkan Bradley ini, ia berharap manajer asal AS lainnya akan mendapatkan kesempatan serupa di masa depan.

“Ketika Anda adalah orang Amerika [Serikat], mendapatkan kehormatan dan kesempatan [di sepakbola Eropa] adalah hal yang sulit, baik sebagai pemain maupun pelatih,” seperti yang ia pernah nyatakan kepada Sports Illustrated pada 2014. “Saya yakin dengan apa yang sudah saya lakukan, jika saya orang Jerman, Belanda, Spanyol, Prancis, atau italia, saya pasti akan memiliki banyak kesempatan di Eropa.”

Perjalanan Bradley di dunia manajerial patut menjadi sorotan. Karier manajerialnya dimulai di Ohio University dan Princeton pada 1980-an, kemudian ia langsung terlibat dengan Major League Soccer (MLS) saat liga tersebut baru dibentik pada 1996. Setelah memenangkan Piala MLS tahun 1998 dan dua kali US Open Cup, ia mendapatkan kesempatan dengan timnas AS U20.

Ia juga menjadi manajer timnas AS untuk Piala Dunia 2006, final Piala Konfederasi 2009, dan babak 16 besar di Piala Dunia 2010. Ia dibebastugaskan setelah Piala Emas CONCACAF 2011.

“Ketika saya di Mesir, setelah [kerusuhan di Stadion Port Said] banyak orang bertanya: ‘Kenapa Anda masih di sini? Kenapa Anda tidak pergi saja?’ Kemudian saya pergi ke Norwegia, menuju kesebelasan kecil ini, dan orang berkata lagi, ‘Kenapa Anda datang ke sini?’” ia mengatakannya kepada New York Times pada awal tahun ini.

“Yang paling penting, ini adalah bagian dari diri Anda untuk menunjukkan kepada banyak orang bahwa Anda bisa. Anda ingin membuktikan diri Anda. Anda menginginkan sebuah kesempatan.”

Kesempatan pertama bagi Bradley akan datang pada 15 Oktober 2016, saat Swansea harus bertandang ke Emirates, London, untuk menghdapi tuan rumah Arsenal.

Komentar