Sampai Jumpa Akhir Musim Nanti, Rafinha!

Berita

by Redaksi 38

Redaksi 38

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sampai Jumpa Akhir Musim Nanti, Rafinha!

Hola @rafinha, lo siento mucho por la mala noticia, no fue mi intención hacerte daño. Espero verte pronto en el campo, un fuerte abrazo!

Hai @rafinha, aku merasa tak enak hati, karena sebetulnya tak ada maksud dariku untuk mencederaimu.  Saya harap kita bisa bersua lagi di lapangan secepatnya. Salam & peluk.

Kira-kira, begitulah isi kicauan akun resmi twitter milik gelandang tengah AS Roma yang masih mempunyai darah Indonesia, Radja Nainggolan. Permintaan maafnya di jejaring sosial ia yakini mampu menerpa isu miring yang banyak menuding dirinya sebagai pemain bertipikal kasar di atas lapangan -- istilah yang halus untuk tuduhan yang lebih terus terang: brutal.

Sekilas, memang tak ada yang salah jika melihat tekel Radja Nainggolan dari kejauhan terhadap Rafinha di laga pembuka grup E liga Champions Eropa tengah pekan lalu. Menerima lemparan ke dalam dari Leo Messi, saat itu Rafinha berusaha melepaskan tekanan dari Radja yang terus membayang-bayanginya. Ketika semua trik berkelitnya hampir berhasil, Radja yang berusaha keras menghentikan alur bola ternyata melancarkan tekelnya saat itu juga. Bola berhasil tersapu, namun sialnya, kaki Rafinha terlihat terjepit mengakibatkan pergerakannya terhenti. Seketika Rafinha mengerang.

Dari tribun kehormatan, sang presiden Barcelona, Josep Bartomeu, memasang mimik muka yang tidak enak.

Kejadian tekel yang-bisa-disebut-horror tersebut sebetulnya bukan yang terparah di laga pembuka liga Champions Eropa musim ini. Sehari sebelumnya, Luke Shaw menjadi korban ketika kakinya “ditebas” Hector Moreno di laga PSV Eindhoven vs Manchester United. Luke Shaw, bagaimanapaun, menjadi orang paling nestapa di dunia saat itu.

Rafinha dan Luke Shaw masih muda, dan dianggap sebagai pemain potensial bagi kesebelasannya masing masing. Pembedanya, Luke Shaw mulai tampil regular di jajaran starting arahan Louis Van Gaal, sedangkan Rafinha masih berstatus pemain yang mengalami rotasi oleh Luis Enrique.

Rafonha merayakan gol debutnya bersama tim senior Brazil beberapa waktu yang lalu. (sumber: 101greatgoals)
Rafinha merayakan gol debutnya bersama tim senior Brazil beberapa waktu yang lalu. (sumber: 101greatgoals)

Namun, bukan itu permasalahan utamanya. Melainkan tentang Rafinha, seorang pemain muda kesayangan pelatih Barcelona. Ketika Luis Enrique resmi melatih Celta Vigo di musim 2013-14, ia meminjam Rafinha dari Barcelona. Hasilnya, Rafinha menjadi andalan Celta Vigo dan mampu mendongkrak performa Celta Vigo untuk bermain baik dan bertengger di posisi sembilan klasemen akhir. Ia sendiri mendapatkan penghargaan pribadi yaitu La Liga Breakthrough Player di akhir musim 2013-14.

Rafinha, bagaimanapun, telah banyak bertransformasi menjadi pemain yang serba-bisa, baik menjadi penyerang sayap ataupun gelandang serang. Kemampuannya dalam mengontrol lapangan tengah pun sudah mulai meningkat. Meski hanya menjadi bagian rotasi sang pelatih di musim lalu, rasa-rasanya Rafinha mulai mendapatkan jatah bermain yang lebih banyak di musim ini.

Menawarkan permainan yang sedikit berbeda dari tipikal-tipikal gelandang jebolan La Masia lainnya, Rafinha memiliki kemampuan dribbling yang mumpuni dipadu dengan kualitas a la Brasil yang khas. Jika sang kakak, Thiago Alcantara,  memiliki kemampuan mengatur tempo permainan dan lebih merepresentasikan permainan Josep Guardiola di lapangan, Rafinha bisa dibilang seperti Luis Enrique yang bertipikal lebih menyerang dan memiliki insting gol yang lebih baik.

Penampilannya saat menjadi pemain pengganti di laga Piala Super Eropa dengan satu golnya atau yang terbaru ketika menaklukkan Atletico sebagai starter di  Vicente Calderon adalah bukti sahih kemampuan adik Thiago Alcantara ini. Bahkan pemain yang sempat membela tim junior Spanyol sejak U16 hingga U19, kini telah memantapkan pilihannya untuk bermain bagi tim nasional tanah kelahirannya, Brazil.

Debutnya pada jeda internasional beberapa pekan lalu melawan Kosta Rika memang tak menghadirkan apapun selain menandai dirinya sebagai senior tim nasional Brazil. Namun ketika pertandingan keduanya melawan Amerika Serikat empat hari kemudian, Rafinha membukukkan gol perdananya untuk Brazil. Gol perdananya tersebut tak lain dan tak bukan lahir atas kreasi sahabatnya yang juga membela Barcelona, Neymar Jr.

Namun, permulaan awal musim yang mirip penggalan dongeng-dongeng tersebut mendadak berubah skenario menjadi tragedi. Sehari pasca pertandingan di kota Roma, ia divonis cedera ACL yang memungkinkan dirinya absen sampai enam bulan. Mungkin, jika saja pemulihannya berhasil, ia akan kembali bulan April nanti.

Beberapa kesempatan yang sudah terbentang di depan matanya, salah satunya menit bermain yang lebih banyak, tampaknya akan hilang. Padahal, paruh musim pertama ini ia bakal diandalkan karena Arda Turan belum bisa bermain sampai Januari nanti. Hal tersebut juga memungkinkan dirinya dipanggil kembali ke skuat Brasil untuk mengikuti pagelaran Olimpiade 2016 di negara kelahirannya, Brasil.

Kabar baiknya, ia disodorkan perpanjangan kontrak lima tahun ke depan meski masih menderita cedera. Ia tak perlu cemas, karirnya masih sangat panjang. Karena, bagaimanapun, selalu ada kesempatan jika ada kerja keras di masa pemulihan. Asal jangan seperti Radamel Falcao yang (masih) melempem pasca cedera ACL tahun lalu, Rafinha hanya perlu belajar banyak dari seniornya di Barzil, Ronaldo Luiz Nazario, yang makin mengkilap pasca menderita cedera lutut berulang-kali di sepanjang karirnya.

Komentar