Buenos Aires Rusuh Pasca Kekalahan Argentina

Berita

by redaksi

Buenos Aires Rusuh Pasca Kekalahan Argentina

Jika keinginan jauh lebih tinggi daripada kemampuan, biasanya hanya akan berakhir menyesakkan. Piala Dunia bukan sekadar pamer kemampuan bermain bola, tapi juga pamer konsistensi mental untuk mengarungi kompetisi dengan jadwal ketat selama sebulan penuh.

Hal ini yang dialami oleh fans Argentina. Mereka begitu berharap tim yang tidak jago-jago amat tersebut menjadi juara Piala Dunia 2014. Argentina tak lebih hebat dari Belanda. Mereka pun tak lebih jago dari Perancis. Konsistensilah yang membuat mereka mampu melaju ke babak final.

Tapi fans tak mau tahu. Jika sudah sampai di final, ya, mereka harus menang. Terlebih mereka berlaga di tanah sang rival, Brasil. Jika mampu mengangkat trofi, sama saja dengan mencoreng arang di wajah Brasil.

Gol semata wayang yang dicetak Mario Gotze di babak kedua masa tambahan waktu, bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Fans Argentina yang memenuhi Copacabana, ataupun Buenos Aires terhenyak. Mereka harusnya mampu mengulur waktu hingga tendangan penalti. Sehingga jika kalahpun tak mengenaskan amat. Mereka malah mengulang final empat tahun lalu. Bedanya, gol Gotze lebih cepat enpat menit ketimbang gol Andres Iniesta.

Tak disangka, kekalahan tersebut menyulut emosi pendukung Albiceleste di Buenos Aires. Mereka yang tak terima dengan kekalahan ini bertindak sedikit rusuh. Polisi pun menanggapi hal tersebut  secara represif. Mereka mengendarai motor untuk mengejar para perusuh. Sayangnya, sejumlah fans yang tak tahu apa-apa menjadi korban.

Para orang tua dan anaknya, terlihat begitu ketakutan setelah para polisi merangsek masuk ke arah kerumunan fans Argentina. Mereka pun berlarian ke segala arah untuk menyelamatkan diri. Sementara itu, fans yang lebih muda menanggapi kebrutalan polisi tersebut dengan melemparkan batu dan menghancurkan sejumlah toko.

Kepolisian menyatakan sebanyak 15 anggota mereka cedera, dan setidaknya 40 orang telah ditahan.

Situasi ini terjadi secara spontan karena fans yang kecewa. Padahal ini merupakan prestasi terbaik Argentina sejak 24 tahun yang lalu.

Pusat festival tempat nonton bareng di Buenos Aires adalah monumen Obelisk yang memang biasa digunakan untuk merayakan kemenangan, bukan kekalahan. Sejumlah kendaraan membunyikan klakson dengan nada dukungan macam di stadion, kembang api meluncur ke udara, dan para fans berlompatan dengan air mata yang tak mereka seka, sembari berteriak, “Argentina, Argentina, Argentina”.

Juara dunia dua kali ini berhak melaju ke partai final dan menghadapi Jerman yang memerkosa Brasil 7-1 dan membuang mereka ke tempat sampah terburuk di dunia. Tapi, Argentina jauh lebih menguasai permainan dan menciptakan banyak peluang di 90 menit pertama. Ini jauh dengan apa yang ditunjukkan skuat asuhan Alejandro Sabella di awal turnamen.

Di tengah rasa syukur atas permainan yang meningkat, penampilan Lionel Messi terlihat berkebalikan. Pemain yang menyandang empat kali juara ini tidak bermain dalam performa terbaiknya.

Di Argentina, sejumlah toko tutup. Mereka sengaja libur untuk menikmati pertandingan final.

Sebanyak 20 ribu orang berkumpul dengan pakaian biru putih yang merupakan warna kebanggan  Argentina. Mereka berkumpul di Plasa San Martin untuk menyaksikan pertandingan lewat layar lebar. Beberapa bahkan memanjat tiang lampu untuk menyaksikan pandangan yang lebih baik.

Meski memperlihatkan kebanggaan atas penampilan timnya, sejumlah fans tak mampu menutup luka. Di Rio de Janeiro lebih dari 70 ribu pendukung Argentina yang datang langsung ke Brasil terlihat begitu terguncang. Bagaimana tidak, perjalanan panjang 40 jam dengan mengendarai mobil itu, harus berakhir dengan kekalahan Argentina di final.

Siapapun pasti akan merasakan hal yang sama. Berhasil bertanding di final, diiringi dengan harapan yang tinggi, tapi tak mampu memuaskan hasrat para fans. Di sini kedewasaan itu timbul. Indonesia saja yang belajar PPKn masih kerap rusuh jika tim sepakbolanya kalah.

Semoga kekalahan ini mampu menjadi pelajaran bagi semua pihak. Lihat Aljazair dan Kolombia yang bahkan tidak sampai semifinal. Para fans menyambut para pemain bak pahlawan. Tidak ada kerusuhan. Mereka lebih memilih untuk bersyukur dan menyambut pahlawan negaranya, sepulang dari Brasil.

Sumber gambar: rt.com

[fva]

Komentar