Everton Bangkit, Bukti Kejelian Carlo Ancelotti

Analisis

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Everton Bangkit, Bukti Kejelian Carlo Ancelotti

Everton mampu menyapu bersih empat laga awal Premier League dengan kemenangan. Setelah itu, performa The Toffees tidak konsisten. Badai cedera menjadi salah satu penyebab. Selain itu, pertahanan Everton juga tidak terlalu baik.

Hingga pekan ke-11, Everton hanya sukses meraih satu nirbobol yaitu pada laga pertama menghadapi Tottenham Hotspur. Carlo Ancelotti harus memutar otak, mengubah formasi dan susunan pemain untuk mendapatkan hasil terbaik. Ditambah lagi dengan banyaknya pemain yang absen karena cedera.

Pada pertandingan menghadapi Fulham (pekan ke-9), Leeds (pekan ke-10), dan Burnley (pekan ke-11), Ancelotti mengusung formasi 3-4-2-1. Hasilnya, pertahanan Everton masih meninggalkan lubang. Mereka kebobolan empat dari tiga laga tersebut.

Namun, Ancelotti bukan pelatih kemarin sore. Riwayat kerja di AC Milan, Chelsea, PSG, Real Madrid, dan Bayern Munchen bukan catatan sembarangan. Prestasi yang diraih pelatih 61 tahun ini juga tidak perlu dipertanyakan. Pengalaman segudang membuat ia paham apa yang harus dilakukan untuk membenahi masalah.

Tiga pertandingan terakhir menghadapi Chelsea, Leicester, dan Arsenal, Everton sukses meraih kemenangan dan hanya kebobolan satu gol. Pertahanan solid dan mampu memanfaatkan kesempatan untuk mencetak gol menjadi kunci. Tidak heran jika mengingat Ancelotti merupakan pelatih Italia yang andal dalam meramu pertahanan. Memperkuat pertahanan menjadi makanan sehari-hari Ancelotti sejak dahulu.

Duet bek Yerry Mina dan Michael Keane menjadi tembok pertahanan Everton. Cederanya Lucas Digne dan Seamus Coleman membuat Mason Holgate dan Ben Godfrey harus bermain di luar posisi terbaik mereka. Keduanya sama-sama berposisi sebagai bek tengah, namun Holgate kini mengisi posisi Coleman sebagai bek kanan. Sementara Godfrey bergeser untuk bermain di posisi bek kiri yang ditinggalkan Digne.

Jika dilihat dari expected goals lawan atau xGA (expected goals against), Everton mencatatkan angka yang lebih baik dari minggu-minggu sebelumnya. Artinya, mereka mampu mencegah lawan membuat peluang bagus. Ancelotti memiliki darah catenaccio yang bisa membuat hal ini terjadi.

Salah satu perubahan adalah fullback yang tidak banyak naik. “Pertahanan kami solid dan sangat terorganisir. Lini terakhir bekerja dengan baik. Fullback tidak banyak naik, jadi kami sulit kehilangan keseimbangan dalam permainan,” ujar Ancelotti.

Bagi Keane secara individu, hasil ini merupakan buah dari kerja keras dari masa awal pandemi. Ia mulai menemukan performa terbaiknya sejak dibeli Everton dari Burnley pada 2017 lalu. Dikutip dari The Athletic, Keane memanfaatkan waktu pandemi dengan kembali menyempurnakan teknik dasar. Pada level sepakbola Eropa pun hal-hal mendasar tetap penting untuk dilatih.

Keane meminta bantuan Paul McGuinness, pelatihnya ketika ia masih menimba ilmu di akademi Manchester United. Mereka menggunakan video untuk menganalisis apa yang harus ditingkatkan oleh Keane. Tiga hal utama menjadi prioritas, yaitu kemampuan olah bola, positioning, dan pergerakan. Latihan yang dilakukan oleh Keane membuahkan hasil jika melihat performa impresif bek 27 tahun itu belakangan ini.

Apa yang dilakukan Keane tersebut menjadi salah satu contoh dari kerja keras pemain Everton dalam meningkatkan performa. Jika hanya melihat pertandingan, kita bisa dengan mudah mengatakan bahwa pemain tersebut ‘sedang on fire’. Tapi pekerjaan pesepakbola tentu bukan hanya ketika pertandingan. Kerja keras di tempat latihan sangat berpengaruh terhadap performa dalam pertandingan yang sesungguhnya.

Kerja keras pemain bersinergi dengan kemampuan Ancelotti dalam memecahkan masalah. Tidak heran performa Everton perlahan meningkat. Ancelotti paham apa yang harus dibenahi dan pemain mampu mengeksekusi dengan baik di pertandingan.

Beberapa kemenangan Everton sebenarnya bukan kemenangan meyakinkan. Tiga laga terakhir, penguasaan bola Everton cukup rendah (42% vs Arsenal, 39% vs Leicester, 28% vs Chelsea). Gol yang dicetak Everton bukan berasal dari skema serangan atraktif seperti gol mereka pada awal musim. Namun itu cukup untuk membuat kubu biru kota Liverpool meraih tiga poin. Hal tersebut terbilang positif melihat badai cedera yang mengurangi kualitas serangan Everton.

Salah satu kehilangan terbesar mereka tentu saja absennya James Rodriguez sebagai playmaker. Kontribusi serangan dari bek sayap yang biasa diberikan oleh Digne dan Coleman juga tidak ada. Otomatis suplai terhadap Dominic Calvert-Lewin sebagai striker di kotak penalti menurun, meski striker berkebangsaan Inggris itu tetap mampu berkontribusi dalam serangan Everton. Ia berhasil memenangkan penalti ketika menghadapi Chelsea dan membuat Rob Holding mencetak gol bunuh diri pada laga melawan Arsenal.

Selain itu, Everton juga berhasil mencetak dua gol lewat situasi sepak pojok pada tiga laga terakhir. Bola mati merupakan situasi yang perlu dimaksimalkan ketika pemain kreatif absen. Sejauh ini Everton mampu memaksimalkan hal tersebut dengan baik.

Menarik dinanti bagaimana performa Everton ketika pemain utama mereka mulai pulih. Ancelotti kembali perlu memutar otak bagaimana bisa membuat pertahanan kuat saat Digne dan Coleman kembali mengisi posisi fullback. Pada periode itu, pengalaman Ancelotti bisa kembali berbicara untuk membuat permainan Everton berimbang dan meraih hasil positif.

Komentar