Mengupas Kebangkitan AC Milan di Dalam dan Luar Lapangan

Analisis

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mengupas Kebangkitan AC Milan di Dalam dan Luar Lapangan

Musim ini tepat musim kesepuluh AC Milan terakhir meraih gelar Serie A. Saat itu Massimiliano Allegri sukses memberikan gelar Scudetto bagi I Rossoneri pada musim 2010/11. Setelah seakan mati suri, Milan kini perlahan bangkit dan tampak menjanjikan dengan peningkatan di berbagai aspek.

Tidak ada lagi malam Liga Champions di San Siro sejak musim 2013/14. Sangat menyedihkan jika melihat fakta bahwa Milan (7) merupakan tim dengan gelar Liga Champions terbanyak kedua di bawah Real Madrid (13). Milan juga tidak mampu bersaing di kompetisi domestik. Juventus masih sangat dominan dengan raihan sembilan gelar beruntun.

Harapan mulai muncul usai pindah tangan kepemilikan klub pada tahun 2018 lalu. Perlahan Milan mulai menata masa depannya meski mereka belum mampu memperlihatkan peningkatan yang signifikan di atas lapangan hijau. Performa Milan mulai membaik usai pergantian pelatih di tengah musim lalu dan kedatangan pemain legendaris untuk periode kedua berseragam merah hitam Milan.

Perubahan Dimulai dari Atas

Perusahaan manajemen investasi asal Amerika, Elliott Management Corporation mengambil alih kepemilikan Milan dari pebisnis Cina, Li Yonghong. Elliott membenahi keuangan Milan yang bermasalah dan sempat melanggar aturan Financial Fair Play (FFP). Uang sebesar €50 juta digelontorkan perusahaan yang dimiliki oleh Paul Singer itu untuk memperbaiki kondisi finansial klub.

Elliot juga membongkar jajaran direksi Milan. Salah satu yang paling mencolok adalah penunjukkan Ivan Gazidis sebagai CEO. Sebelumnya, pria berkebangsaan Afrika Selatan itu memegang jabatan serupa di Arsenal selama 10 tahun.

Perubahan krusial di luar lapangan lainnya adalah masuknya legenda klub Paolo Maldini. Pria dengan 126 penampilan bersama Timnas Italia itu semula menjabat sebagai direktur strategi dan pengembangan olahraga, menemani Leonardo sebagai direktur teknik. Pada Juni 2019, Maldini mengisi posisi Leonardo yang pindah ke PSG.

Maldini memilih jalan yang berbeda dari rekan setimnya pada generasi emas Milan seperti Andrea Pirlo, Gennaro Gattuso, Andriy Shevchenko, dan Alessandro Nesta. Keputusannya tak lepas dari rasa cinta pada satu-satunya klub yang pernah ia bela itu. Jabatan ini membuat ia memiliki pengaruh terhadap Milan baik di dalam dan luar lapangan.

“Direktur teknik memiliki dua peran. Saya bekerja di kantor. Bursa transfer terbuka sepanjang tahun. Anda bertemu dengan agen dan orang yang bekerja di dunia ini (transfer). Lalu ada peran yang berhubungan dengan sepakbola. Anda datang ke pertandingan. Kami memiliki hubungan dekat dengan tim. Lalu Anda pergi ke pertandingan,” ujar Maldini menjelaskan tugasnya di Milan.

Tim pemandu bakat juga tidak lepas dari perubahan di Milan. Gazidis ingin memperbaiki proses transfer mulai dari proses pencarian pemain. Geoffrey Moncada ditunjuk sebagai kepala pemandu bakat Milan setelah sebelumnya bekerja enam tahun untuk AS Monaco. Moncada terbukti sukses menemukan berbagai bakat yang akhirnya dipoles oleh Monaco, termasuk Kylian Mbappe.

Pria berkebangsaan Prancis itu membenahi sistem perekrutan Milan, termasuk bagaimana cara anak buahnya bekerja. “Saya tidak butuh pemandu bakat yang hanya pergi ke pertandingan. Saya butuh orang yang menonton latihan, berbicara dengan orang tua pemain, dan direktur akademi. Kami harus memiliki mata-mata yang bisa mengetahui situasi kontrak, situasi keluarga, detil-detil kecil itu berpengaruh,” ujar Moncada.

Analisa dari tim Moncada kemudian diteruskan oleh Maldini. Ia akan membujuk pemain untuk bergabung ke Milan. Contohnya seperti Sandro Tonalli yang semula santer diberitakan akan bergabung dengan Inter. Maldini mampu meyakinkan Tonalli untuk memilih Milan. Ia juga berperan besar dalam transfer Theo Hernandez, pemain 22 tahun yang berposisi bek kiri seperti posisi Maldini ketika menjadi pemain.

Piawainya Pioli

Marco Giampaolo dipecat setelah Milan memulai musim 2019/20 dengan buruk. Milan terdampar di urutan 13 setelah hanya mengoleksi sembilan poin dari tujuh laga. Stefano Pioli kemudian ditunjuk sebagai pelatih sementara dengan Ralf Rangnick diproyeksikan mengambil alih pada akhir musim.

Gazidis akhirnya memberi kepercayaan penuh pada Pioli usai Milan tidak terkalahkan di semua kompetisi usai jeda karena pandemi. Takluk 1-2 atas Genoa pada Maret lalu menjadi kekalahan terakhir Milan di bawah Pioli. Pria 55 tahun itu mampu mengubah cara bermain Milan dengan Bayern sebagai kiblat.

“Saya beritahu asisten saya bahwa mereka (Bayern) memainkan sepakbola terbaik di Eropa saat ini. Sangat intens dan agresif. Semua tim pada level tertentu mencoba untuk menekan lawan di area yang tinggi dan menawarkan fans dengan sepakbola yang menyerang dengan pemain cepat dan berbakat. Itulah arah yang kami tuju,” tegas Pioli.

Di bawah Pioli, Milan tampil dengan formasi 4-2-3-1. Milan menerapkan high pressing dengan orientasi pemain untuk merebut bola di area yang tinggi. Empat pemain depan akan dibantu oleh Franck Kessie dan Ismael Bennacer untuk menjaga gelandang lawan yang turun menjemput bola.

Ketika menyerang, Milan memiliki banyak alternatif. Mereka bisa membangun serangan dari bawah dengan dua bek tengah Simon Kjaer dan Alessio Romagnoli turun memberi opsi bagi Gianluigi Donnarumma. Milan memiliki keunggulan dengan dipasangnya bek kidal Romagnoli di posisi bek tengah bagian kiri. Jika lawan menekan dengan intens, Milan memiliki opsi untuk bermain langsung ke depan dengan Zlatan Ibrahimovic sebagai target.

Setelah bola berada di area lawan, Pioli memberikan kebebasan bagi pemain untuk bergerak keluar dari posisi, tidak hanya Hakan Calhanoglu sebagai pemain nomor 10. Ibrahimovic terlihat sering turun sehingga sayap Milan kerap masuk mengisi area sentral. Area sayap kemudian diisi oleh fullback enerjik dalam diri Hernandez dan Davide Calabria.

Meski begitu, Ibrahimovic tetap bisa menjadi penyelesai serangan. Laga menghadapi Udinese menjadi contohnya. Gol pertama yang dicetak oleh Kessie berawal dari Ibrahimovic yang melebar sementara gol kedua dicetak Ibrahimovic dengan tendangan salto dari dalam kotak penalti.

https://twitter.com/SerieA_EN/status/1323565586144583680">

Milan juga tidak bisa diremehkan dalam serangan balik. Mereka mengandalkan tiga gelandang serang yaitu Rafael Leao, Calhanoglu, dan Alexis Saelemaekers. Dua gol yang membawa Milan memenangkan Derby della Madonnina menjadi bukti. Milan juga masih memiliki Ante Rebic yang menjadi topskor klub musim lalu dengan 12 gol.

https://twitter.com/SerieA_EN/status/1318131023465598976">

Efek Zlatan

“Kami bisa memenangkan Scudetto jika saya gabung dari awal musim,” ujar Ibrahimovic pada Juli lalu. Performa Milan memang menukik usai pemain Swedia ini masuk pada bursa transfer musim dingin lalu. Sejauh ini ia sukses mencetak 19 gol dari 27 pertandingan pada periode keduanya.

Ibrahimovic memang seorang pemain kelas dunia, tapi sulit dipercaya ia bisa memberi perubahan sebesar itu bagi Milan. Terlebih dengan usianya yang sudah mencapai 39 tahun. Mulai masuk akal jika melihat kontribusinya bagi Milan bukan hanya dari performa di atas rumput hijau, tapi mental juara yang ia punya memberi suntikan moral bagi pemain-pemain muda di pertandingan maupun latihan.

Maldini, dengan pengalaman yang ia punya, menjelaskan pentingnya Ibrahimovic di luar pertandingan. “Secara umum dan dalam sepakbola, banyak hal berubah tapi beberapa konsep tetap berlaku. Salah satunya adalah jiwa kompetitif ketika latihan. Itu adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas secara umum. Zlatan menguasai itu,” pungkas Maldini.

Ibrahimovic akan membina pemain muda yang melakukan kesalahan di latihan. “Dia menuntut banyak dari kami di latihan dan pertandingan. Banyak dari kami yang masih muda dan dia paham cara membina kami. Dia mendukung dan membantu kami,” ungkap Hernandez.

*

Milan mulai berbenah. Sembari Elliot dan Gazidis mengelola Milan di atas, Pioli mulai membangun tim berkualitas di lapangan dengan bantuan Ibrahimovic. Hingga pekan keenam, Milan sukses memenangkan lima laga dan memuncaki klasemen Serie A. Jika mampu tampil konsisten, pernyataan Ibrahimovic tentang Scudetto bukan hal yang tidak mungkin.

Komentar