Alarm Untuk Kepa Agar Segera Berbenah

Analisis

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Alarm Untuk Kepa Agar Segera Berbenah

Kepa Arrizabalaga berstatus sebagai kiper termahal di dunia dengan nilai transfer £71 juta kala Chelsea menebusnya dari Athletic Bilbao, mengalahkan Alisson Becker yang dibeli Liverpool dari AS Roma dengan harga £65m. Kala itu Chelsea dalam keadaan terdesak untuk membeli kiper karena Thibaut Courtois hengkang ke Real Madrid. Namun performa Kepa hingga saat ini masih jauh dari meyakinkan, terutama musim ini.

Jika mengacu pada statistik, Kepa menduduki peringkat paling bawah soal persentase penyelamatan untuk tembakan tepat sasaran dari 19 kiper Premier League yang bermain lebih dari 1000 menit musim ini. Angka 53,6% yang dimiliki Kepa terpaut jauh dari Alisson yang berada di urutan pertama dengan angka 85%. Data ini menunjukkan ketidakmampuan Kepa dalam menghalau bola.

Statistik tersebut masih terlalu umum untuk melihat performa seorang kiper karena menganggap semua tembakan sama. Padahal tiap tembakan tentu memiliki tingkat kesulitan yang berbeda untuk dihalau. Data Post-shot xG dapat digunakan untuk melihat ekspektasi kebobolan terhadap tembakan dengan mempertimbangkan jarak, sudut, dan tipe tembakan. Angka ekspektasi atau peluang tersebut diambil dari 300 ribu lebih data tembakan yang dimiliki Opta untuk kemudian dihitung peluang terciptanya gol.

VIDEO: Dekade penuh Piala bagi Chelsea



Tidak mengejutkan, Kepa hanya lebih baik dari Rui Patricio dan Nick Pope. Statistik tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kiper hanya kebobolan 26 jika menghadapi tembakan tepat sasaran yang Kepa hadapi, namun Kepa justru kebobolan 32. Martin Dubravka berada di urutan pertama dengan hanya kebobolan 36 meskipun rata-rata kiper bisa kebobolan 42.

Angka kebobolan tentu bergantung pada semua unit pertahanan, bukan hanya kiper. Musim ini, lini pertahan Chelsea memang diisi oleh pemain muda yang minim pengalaman seperti Fikayo Tomori, Andreas Christensen, dan Kurt Zouma. Sementara Antonio Rudiger harus berkutat dengan cedera sebelum kembali bermain akhir-akhir ini.

Meski dihuni pemain muda, Chelsea menjadi tim kedua yang paling sedikit menghadapi tembakan tepat sasaran. Chelsea hanya menghadapi 69 tembakan tepat sasaran, hanya kalah dari Liverpool (65) dan unggul dari Leicester (85) dan Manchester City (74). Angka ini menunjukkan pertahanan Chelsea yang tidak memberikan ruang banyak untuk lawan melakukan tembakan.

Kembali melihat Post-shot xG, ekspektasi kebobolan Kepa yang mencapai 26 dapat dibandingkan dengan kiper lain yang memiliki ekspektasi kebobolan tidak jauh beda. Dean Henderson seharusnya kebobolan 25 tapi ia hanya kebobolan 20. Alih-alih kemasukan 28, Kasper Schmeichel hanya kemasukan 24. Artinya, dengan kualitas tembakan yang dihadapi hampir sama, performa Kepa dalam menyelamatkan gawang Chelsea kalah dari Henderson untuk Sheffield United dan Schmeichel untuk Leicester.

Jika pertahanan Chelsea bukan penyebab utama Kepa sering kebobolan, maka Kepa sendiri penyebabnya. Setelah menghadapi Arsenal, Frank Lampard merasa bahwa Kepa harus berbenah. “Saya tidak akan memperkuat posisi itu sekarang tapi Kepa tahu dia melakukan banyak kesalahan,” ungkap Lampard.

Kepa kerap dianggap seharusnya mampu menyelamatkan tembakan yang akhirnya berbuah gol. Penyebabnya tak hanya reflek yang terkadang kurang cepat, namun posisi Kepa yang tidak mendukung ia untuk membuat penyelamatan. Hal ini terjadi kala Chelsea kebobolan di menit akhir pada kekalahan 0-1 menghadapi Newcastle.

“Anda harus memiliki posisi yang solid agar bisa membuat penyelamatan reaktif. Dia (Kepa) tidak memposisikan diri dengan optimum ketika bola disundul. Dia tidak dapat menempatkan tangannya di posisi yang bisa membuat kontak dengan bola,” ujar Richard Lee, mantan kiper Premier League yang juga menjadi co-founder dari Goalkeeping Intelligence, lembaga edukasi untuk kiper.

John Harrison, salah satu guru di Goalkeeping Intelligence, mengamati Kepa sejak ia pertama bergabung dengan Chelsea. “Dua hal di mana Kepa kesulitan adalah situasi satu lawan satu dan sundulan jarak dekat. Satu lawan satu adalah hal biasa di mana kiper kesulitan karena besarnya porsi pengambilan keputusan,” ujar Harrison.

“Tapi sundulan jarak dekat adalah situasi yang membutuhkan teknik ayunan tangan. Banyak kiper Spanyol dan Jerman memposisikan tangannya di belakang badan untuk mengayun ketika bola datang.”

Statistik memang tidak dapat menjadi acuan utama untuk menilai performa seorang pemain, namun statistik dapat digunakan untuk menceritakan kenyataan yang ada. Statistik Kepa tidak sesilau harga transfernya dan Lampard juga merasa Kepa harus berkembang. Semua itu adalah alarm bagi Kepa untuk segera berbenah.

Komentar