Menyelami Keputusan PSSI Memilih McMenemy

Analisis

by Redaksi 15

Redaksi 15

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menyelami Keputusan PSSI Memilih McMenemy

Target tim nasional, daya dukung pemain, dan pola kompetisi, termasuk kemampuan dana PSSI. Tiga poin tersebut menjadi alasan pelatih kebangsaan Skotlandia, Simon McMenemy, dipercaya menjadi nakhoda tim nasional senior menggantikan Bima Sakti. Kegagalan di Piala AFF 2018 membuat Bima turun level ke pelatih U-16.

Nama McMenemy sebelumnya sudah sering terdengar akan menjadi pengganti Luis Milla saat mantan kepala pelatih Real Zaragoza tersebut mangkir seusai Asian Games. Akan tetapi, McMenemy enggan untuk berkomentar dan fokus ke Bhayangkara FC meski ia tak menampik juga. "Rumor tentang tim nasional tidak mengganggu fokus kami. Saya tetap fokus mempertahankan gelar bersama Bhayangkara," kata McMenemy, September lalu. "Masuk dalam perbincangan melatih tim nasional adalah sebuah kehormatan," akunya.

PSSI akhirnya tidak menunjuk McMenemy. Tangan kanan Milla, Bima Sakti, yang ditunjuk sebagai pelatih tim Garuda di Piala AFF 2018. Bima jadi pilihan utama karena dengan waktu yang singkat, mantan gelandang Persema Malang itu dianggap sebagai sosok dengan pendekatan menyerupai Milla.

"Penunjukan Bima memang sebuah pertaruhan. Tapi, saat ini hanya Bima yang memahami gaya main dan metodologi Luis Milla," ungkap Direktur Teknik PSSI, Danurwindo. Bima berjuang di AFF 2018, sementara McMenemy melanjutkan misi mempertahankan gelar bersama Bhayangkara FC. Misi yang kemudian gagal terlaksana.

Bhayangkara FC berakhir di posisi tiga klasemen akhir Liga 1 2018 dengan selisih sembilan poin dari juara, Persija Jakarta. Mencetak 41 gol dari 34 pertandingan, mereka bukanlah kesebelasan yang produktif di depan gawang. Bahkan hanya Perseru Serui yang memiliki jumlah gol lebih sedikit (34). Akan tetapi, Bhayangkara FC juga jarang kebobolan. Total 39 gol yang masuk ke gawang mereka adalah catatan terendah kedua di Liga 1 2018. Hanya Persija, Sang Juara yang bisa memiliki rekor lebih baik (36).

Pertahanan memang menjadi kunci McMenemy di Bhayangkara FC. Setelah menang dari Persipura Jayapura (7/7), McMenemy merasa pertahanan adalah dasar dari penampilan baik anak-anak asuhnya. "Seperti yang saya katakan. Apabila kami bisa bertahan dengan baik, maka hasil yang bagus akan bisa diraih". Tiga bulan kemudian, hal serupa kembali dilontarkan mantan pelatih Filipina itu usai mengalahkan Sriwijaya FC.

Bhayangkara FC sempat ada di zona degradasi setelah kebobolan 15 kali dari 10 pertandingan pertama Liga 1 2018. Perlahan, mereka mulai bangkit. Memasuki pekan ke-25, mereka tak pernah keluar dari lima besar Liga 1 2018. Simon McMenemy mungkin gagal untuk mempertahankan gelar bersama Bhayangkara FC. Akan tetapi, ia berhasil membuktikan bahwa keberhasilan di 2017 bukanlah sebuah keberuntungan. Itu misi utamanya sejak awal musim.

"Setiap orang berpikir bahwa kami beruntung, tapi kami berhasil mengejutkan mereka semua. Tidak akan ada kejutan lagi karena mereka telah mengetahui kami. Namun, kami akan berusaha keras. Saya rasa kami memiliki tim kuat dan pemain-pemain pekerja keras," katanya sebelum Liga 1 2018 bergulir.

Bhayangkara FC bukan sebuah kesebelasan yang memiliki dukungan sebesar Persija, Persib Bandung, atau Arema FC. Mereka lahir secara kontroversial. Akan tetapi, Simon McMenemy berhasil mengangkat citra mereka. Terlepas dari segala pandangan negatif tentang Bhayangkara FC, di atas lapangan, empu stadion PTIK ini menjelma menjadi sebuah kekuatan yang layak diperhitungkan.

Hal yang sama mungkin bisa diterapkan juga kepada tim nasional Indonesia. Per 20 Desember 2018, Indonesia bukanlah tim nasional terbaik di Asia Tenggara. Mengacu ke peringkat FIFA, hal itu dimiliki oleh Vietnam yang duduk di peringkat 100 dunia. Sementara itu, Tim Garuda menduduki posisi ke-159. Kalah dari Vietnam, Filipina, Thailand, dan Myanmar.

Sekitar 20 tahun lalu, Indonesia pernah menduduki peringkat 76 FIFA, hanya kalah dari Thailand. Saat itu Indonesia disebut `Macan Asia`.

Meski sebenarnya label `Macan Asia`ini cukup kontroversi, sering kali terdengar dan masih diyakini bahwa Indonesia bisa (kembali) menjadi `Macan Asia`. Setidaknya pada 2016, sebuah survei menunjukkan bahwa kepercayaan kepada tim nasional Indonesia masih ada. Kisruh pengaturan skor ditambah kegagalan di AFF 2018, mosi tidak percaya mulai muncul. Tapi jika ada sosok terbukti bisa membalikkan persepsi dari pinggir lapangan, Simon McMenemy boleh jadi orangnya.

PSSI tidak langsung memberikan target kepada McMenemy. Belum memiliki target bukan berarti tanpa ekspektasi. Usai mendapatkan sedikit cahaya harapan dari masa kepemimpinan Luis Milla dan kesuksesan tim nasional kelompok umur, pencinta sepakbola Indonesia melihat kegagalan dalam waktu singkat Bima Sakti.

Bima sendiri sebenarnya tidak menginginkan posisi sebagai kepala pelatih tim Garuda. Dirinya sudah ditunjuk untuk tim nasional U-15 sebelum AFF 2018. Akan tetapi setelah ditinggal Milla, Bima berusaha untuk tanggung jawab. Membawa kembali cahaya yang sempat tertutup itulah ekspektasi McMenemy saat ini. Ia juga punya catatan positif terkait hal itu.

McMenemy adalah salah satu orang yang bertanggung jawab atas lonjakan prestasi Filipina. Sebelum McMenemy menangani Filipina, mereka tak pernah menembus fase semi-final Piala AFF. McMenemy membawa mereka ke empat besar kompetisi antar negara Asia Tenggara itu pada 2010. Sejak saat itu empat edisi Piala AFF berlangsung, dan hanya satu kali Filipina gagal menembus semi-final.

Melalui tim nasional Filipina inilah McMenemy dikenal sebagai pelatih yang fokus pada pertahanan. Saat memberikan kemenangan pertama Filipina atas Vietnam sejak 1990 di Piala AFF 2010, Simon McMenemy disebut menerapkan sepakbola negatif; memarkir bus layaknya istilah yang kerap disematkan pada Jose Mourinho. Pelatih vietnam saat itu, Henrique Calisto, bahkan menolak berjabat tangan dengan McMenemy karena gaya main yang diterapkannya. Terlepas drama yang diciptakan Calisto, McMenemy tetap mencatatkan sejarah bersama Filipina dan masuk ke dalam 10 cerita sepakbola terbaik versi Sports Illustrated.

Tampaknya rekor tersebut didukung dengan pengetahuannya tentang sepakbola Asia Tenggara, juga pengalamannya berprestasi bersama Bhayangkara FC, Simon McMenemy dianggap pilihan tepat di mata PSSI. "Kami mempertimbangkan beberapa nama dan Simon [McMenemy] cocok dengan kualifikasi yang ada," tutur Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono.

Timnas Indonesia saat ini juga identik dengan pemain-pemain muda. McMenemy tahu betul itu. Bahkan mungkin ia sudah cukup khatam tentang siapa-siapa pemain-pemain mudah berkualitas di Indonesia. Dirinya juga sempat meminta regulasi pemain di bawah usia 23 tahun untuk dimainkan di Liga 1 2017. Bhayangkara FC arahan Simon McMenemy adalah juara liga ketika itu. Nama-nama seperti Evan Dimas, Ilham Udin, I Putu Gede Juni Antara, Muhammad Hargianto, dan Awan Setho merupakan pemain-pemain muda yang kemudian menjadi tulang punggung tim nasional, bahkan hingga kini.

PSSI boleh mendapatkan pandangan negatif atas segala isu yang ada saat ini. Tapi penunjukan McMenemy sebagai pelatih timnas senior patut diapresiasi. Meski tidak punya rekam jejak sementereng Milla, dengan dikontrak hinga 2020, kita bisa berharap paceklik gelar juara dan prestasi timnas senior Indonesia bisa diakhiri oleh pria dari Britania Raya.

foto: Simon McMenemy

Komentar