Prediksi Spanyol vs Rusia: Pertempuran Sayap Kanan dengan Sayap Kiri

Analisis

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Prediksi Spanyol vs Rusia: Pertempuran Sayap Kanan dengan Sayap Kiri

Ketika membahas Spanyol kontra Rusia, maka tidak bisa tidak membahas pertemuan kedua negara pada final Piala Eropa 1964. Kala itu Rusia yang masih wilayah Uni Soviet berhasil dikalahkan Spanyol dengan skor 2-1. Kemenangan itu menjadi begitu penting karena itulah gelar internasional pertama Spanyol.

Pertandingan itu semakin lengkap dengan hal non-teknis yang terjadi di luar lapangan. Keduanya punya ideologi politik masing-masing yang mendominasi pada awal abad ke-20. Laga ini pun dilihat sebagai pertempuran antara diktator Spanyol, Jenderal Franco, dengan Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khruschev.

Pemerintahan Spanyol saat itu bercorak fasis dengan mengandalkan militansi kelompok sayap kanan ultra-nasionalis. Di sisi lain, kelompok sayap kiri Uni Soviet sangatlah kuat dengan paham komunis yang tertancap di dalam jiwa mereka. Sehingga pertandingan Spanyol kontra Uni Soviet tak ubahnya gengsi antara sayap kanan dan sayap kiri. Mana yang paling kuat dan punya serangan paling efektif dalam menumbangkan lawan.

Piala Dunia 2018 kali ini, kedua negara bertemu dengan situasi politik yang sama sekali berbeda. Jenderal Franco sudah lama tumbang dan Uni Soviet sudah bubar. Namun kedua tim masih sama-sama mengandalkan sayap kanan dan kiri mereka. Hanya saja sekarang situasinya berbalik: Rusia kuat di sayap kanan, sementara Spanyol jauh lebih efektif jika menyerang dari sayap kiri.

Pertempuran Menarik di Sayap

Tiga laga awal Rusia di babak fase grup menunjukkan bahwa mereka lebih sering menyerang ke sisi kiri pertahanan lawan. Saat menghajar Arab Saudi lima gol tanpa balas, tiga gol tercipta dari serangan yang dibangun oleh sayap kanan Rusia. Memang satu gol lahir dari tendangan bebas, tapi Aleksandr Golovin sempat mengacak-acak sisi kiri pertahanan Saudi sebelum dijatuhkan dan akhirnya menghasilkan tendangan bebas.

Rusia tidak mengubah skema serangan ketika ditaklukkan Uruguay. Pada pertandingan itu, Rusia hanya menembak ke arah gawang sebanyak tiga kali dan seluruhnya dilakukan dari sayap kanan. Skema serangan dari sayap kanan bukan tidak mungkin akan kembali diterapkan Stanislav Cherchesov ketika menghadapi Spanyol.

Sial bagi Spanyol, sisi kiri pertahanan mereka tidak begitu solid. Saat melawan Portugal, sisi kiri Spanyol terlihat renggang sehingga lawan bisa dengan mudah mengumpan ke jantung pertahanan. Proses gol kedua Portugal lahir dari situasi demikian. Meski ada faktor tangkapan David De Gea yang tidak sempurna, tetapi Cristiano Ronaldo berhasil melepas tembakan keras setelah menerima umpan dari sayap kanan.

Proses gol pertama Maroko juga lahir dari buruknya koordinasi sisi kiri pertahanan. Saat itu terjadi miskomunikasi antara Sergio Ramos dengan Andres Iniesta sehingga bola berhasil dicuri dan terjadilah gol. Hal itu cukup membuktikan bahwa pertahanan Spanyol lemah di bagian kiri.

Namun sejauh ini, kelemahan itu tertutup oleh kolektivitas serangan Spanyol di sisi kiri. Trio gelandang—Andres Iniesta, David Silva, dan Isco, begitu cair di lapangan sehingga posisi mereka sulit ditebak. Ketika melawan Portugal, Nacho boleh jadi cetak gol lewat tendangan keras dari sebelah kanan. Namun tidak adil rasanya jika melihat proses gol secara parsial, karena pergerakan Silva di sisi kiri sungguh aduhai sebelum melepas umpan ke tengah dan bola mengalami defleksi ke arah Nacho yang berada di sisi kanan.

Jika Silva menjadi otak serangan Spanyol saat melawan Portugal, maka di pertandingan kontra Maroko giliran Iniesta yang jadi kreator. Namun kedua pemain tetap beroperasi di wilayah yang sama: sayap kiri. Adapun gol penyama kedudukan dicetak Isco setelah Iniesta berhasil menusuk sisi kanan pertahanan Maroko.

Spanyol Unggul Kualitas Pemain

Spanyol datang ke Rusia dengan pemain bermental juara. Mayoritas pemain Spanyol adalah mereka yang musim ini mencicipi gelar juara bersama klub masing-masing. Bahkan beberapa di antaranya adalah pemain yang juara di level Eropa. Ramos, Nacho, Vazquez, Carvajal, dan Isco adalah nama-nama yang berhasil juara Liga Champions bersama Real Madrid, lalu ada seorang Diego Costa yang juara Liga Europa bersama Atletico Madrid.

Kendati tidak cetak gol saat pertandingan terakhir melawan Maroko, tapi Diego Costa menjadi pembeda dalam dua laga awal Spanyol. Bukan tidak mungkin ketajaman Costa akan kembali terlihat ketika melawan Rusia nanti.

Di sisi lain, popularitas para pemain Rusia kalah jauh dengan lawan mereka. Tak hanya itu, Rusia juga menghadapi Spanyol tanpa Igor Smolnikov, bek andalan mereka yang dikartu merah ketika melawan Uruguay dan juga tanpa Alan Dzagoev, penyerang Rusia yang mengalami cedera hamstring sejak pertandingan pertama. Sementara Spanyol bakal turun dengan kekuatan penuh karena tiada pemain yang terkena akumulasi kartu ataupun yang cedera.

Rusia mungkin lolos dari Grup A dengan status runner-up, tetapi mereka unggul dalam hal jumlah kemasukan dan memasukkan bola daripada Spanyol yang notabene juara grup. Denis Cheryshev dan kolega sanggup mencetak delapan gol dan kebobolan empat kali selama babak fase grup. Sementara Spanyol mencetak enam gol dan sudah lima kali kebobolan selama bertanding di Grup B.

Ada empat gol yang bersarang ke gawang Rusia: tiga dari situasi bola mati dan satu gol tercipta karena kesalahan pemain sendiri alias gol bunuh diri. Sehingga belum sekalipun Rusia kebobolan lewat permainan terbuka yang dilancarkan lawan. Yang menarik, empat dari enam gol diciptakan Spanyol lewat permainan terbuka yang serangannya dibangun dari kaki ke kaki dengan cara umpan-umpan pendek.

Rusia diprediksi bakal kerepotan jika lawan bermain dengan penguasaan bola yang ketat, karena pada tiga pertandingan sebelumnya, Rusia hampir selalu bermain dalam mode menyerang (pengecualian lawan Uruguay karena Rusia bermain dengan 10 pemain). Sehingga yang sangat mungkin dilakukan tuan rumah ketika menghadapi Spanyol adalah menunggu momentum yang tepat untuk melancarkan serangan balik.

Situasi ini layak kembali diulang seperti ketika keduanya bersua pada laga uji tanding akhir 2017 lalu. Rusia terus ditekan oleh Spanyol dan hanya memiliki 37% penguasaan bola. Tapi Rusia mampu mencetak tiga gol, walau pada akhirnya laga berakhir imbang 3-3. Patut dicermati pula bahwa saat itu Rusia bermain defensif dengan pola dasar 3-5-2 sementara sepanjang Piala Dunia 2018 ini Rusia bermain lewat pola 4-3-3 atau 4-2-3-1.

Namun strategi yang sama bisa saja tidak akan menghasilkan hasil yang serupa. Bahkan Rusia idealnya mengambil inisiatif serangan sejak menit pertama untuk menekan dan mencuri gol cepat. Kuncinya adalah jangan sampai para pemain Spanyol mendominasi dan menguasai bola sejak menit pertama. Mereka harus percaya diri mengambil alih pertandingan mengingat bakal tampil di hadapan publik sendiri. Sebab akan sangat berbahaya jika Spanyol sudah menguasai bola, apalagi mereka punya sosok Diego Costa di lini depan yang kerap jadi pembeda.

Dengan rekam jejak Rusia yang bermain cukup menyerang di fase grup dan kualitas yang dimiliki Spanyol, laga diprediksi berjalan ketat setidaknya hingga 45 menit pertama. Selanjutnya, kreativitas dan kualitas individu pemain yang akan menentukan. Spanyol punya faktor ini sebagai keuntungan. Sehingga kami memprediksi Spanyol bakal unggul tipis pada pertandingan yang akan berlangsung di Stadion Luzhniki.

Komentar