Pendekatan "Pertandingan Besar" Mourinho Berhasil Membuat Anfield Frustrasi

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Pendekatan "Pertandingan Besar" Mourinho Berhasil Membuat Anfield Frustrasi

Hasil 0-0 tidak terlalu mengejutkan untuk pertandingan yang paling ditunggu-tunggu di Liga Primer Inggris. Liverpool gagal menang, Manchester United berhasil bermain imbang. Jika perspektif kita dipersempit hanya kepada pertandingan ini saja, pernyataan tadi membuat kita sadar betapa inferiornya Man United jika dibandingkan dengan Liverpool.

Namun, jika kita memandang pertandingan barusan dari perspektif yang lebih luas, papan klasemen misalnya, maka kita tahu jika Jose Mourinho sudah berhasil mendapatkan hasil yang positif untuk Manchester United. Satu poin (hasil imbang) adalah angka yang positif. Ini juga berlaku untuk Juergen Klopp dan Liverpool.

Andaikan sepakbola sesederhana itu, maka tidak akan ada perdebatan pasca hasil 0-0 malam ini. Pendukung Liverpool mengklaim jika United bermain seperti "kesebelasan kecil". Pendukung United juga mengklaim jika ini adalah pendekatan yang baik untuk sebuah pertandingan di kandang lawan "kesebelasan besar". Jadi, silakan berdebat.

Bagi yang tidak mau langsung berdebat dan ingin membaca analisis dari "pertandingan yang membosankan" tadi, terima kasih. Silakan membaca.

Formula anti-gegenpressing

Mourinho hampir selalu memiliki pendekatan yang lebih defensif ketika melawan kesebelasan yang lebih kuat. Banyak media yang menaruh cap cara bermain ini sebagai "pendekatan pertandingan besar Mourinho" (Mourinho`s big game approach). Sementara Klopp memiliki karakteristik yang terlihat selalu kesulitan ketika menghadapi kesebelasan yang bertahan.

Manajer asal Portugal ini menyetel kesebelasannya untuk lebih bertahan. Dengan dua gelandang bertahan, Nemanja Matic dan Ander Herrera, mereka menjaga lini tengah dari kebocoran gegenpressing Liverpool. Kedua pemain sayap juga lebih dibebankan dengan kewajiban bertahan daripada menyerang untuk memenuhi hasil yang diinginkan Mourinho: yang penting tidak kalah.

Tidak heran, Romelu Lukaku, yang dipasang oleh lebih dari 59% para manajer FPL, terisolasi di lini depan. Bukan lini pertahanan Liverpool yang berhasil mengisolasi Lukaku, melainkan para pemain United sendiri (maksudnya "ramai-ramai", bukan "sendiri" secara harafiah).

"Mereka lebih cepat daripada kami saat serangan balik. Aku tidak punya kesempatan membawa permainan ke arah lain, jadi ini adalah poin positif," kata Mourinho setelah pertandingan. "Di babak kedua Matic lelah dan aku tidak punya solusi di bangku pemain pengganti. Aku sudah mencoba membuat kami lebih dinamis dalam menyerang."

Untuk memahami cara bermain United, kita harus bisa memahami apa yang diucapkan Mourinho di atas. Setidaknya itu lebih oke daripada mencerna candaannya pada konferensi pers pra-pertandingan di mana ia berkata akan memainkan satu bek dan sembilan striker. Meh.

Mourinho tahu dua hal ini: (1) permainan gegenpressing Liverpool akan terfasilitasi jika lawannya bermain terbuka, dan sebaliknya; (2) Gegenpressing Liverpool sangat melelahkan sehingga seringnya akan ada celah menjelang akhir pertandingan, baik di babak pertama maupun babak kedua, yang bisa dimanfaatkan oleh lawannya.

Maka dari itu, jangan protes jika pertandingan sangat membosankan pada 70-80 menit awal pertandingan. Ya, saya tahu kalian berhak protes, karena bagaimanapun 70-80 menit pertandingan itu adalah bagian yang sangat besar dari pertandingan sepakbola. Tapi, lagi-lagi, saya ajak kita untuk memahami Mourinho, jika memang kalian mau mengerti pendekatan taktiknya semalam.

Hampir sepanjang pertandingan Liverpool menguasai pertandingan. Jadi, Mourinho sebenarnya hanya butuh sedikit waktu untuk menghukum Liverpool. Itupun kalau Liverpool "mengizinkan".

Sayangnya bagi Mourinho, itu tidak terjadi. "Untukku, babak kedua terasa seperti main catur tapi lawanku tidak membuka pintu bagiku untuk memenangkan pertandingan," kata Mourinho setelah pertandingan. Ya, Liverpool tidak membuka "pintu" tersebut, jadi, sebenarnya ini hasil yang juga positif untuk The Reds, kan?

Jika kita tanya kepada pendukung Liverpool, jawabannya pasti tidak. United bahkan tidak membuat satupun peluang di babak kedua. Melihat pernyataan Mourinho di atas, "Setan Merah" sepertinya bukannya tidak mau, melainkan tidak bisa.

Faktor "tidak bisa"-nya adalah karena Mourinho merasa ia tidak memiliki pemain yang bisa melakukannya dari bench, serta pertahanan lawannya yang bermain lebih disiplin daripada biasanya.

Perbedaan antara jago dan beruntung

Selajutnya, umumnya melihat statistik 62,2% penguasaan bola Liverpool (berbanding 37,8% United) serta 19 tembakan (berbanding 6) dengan 5 on target (berbanding satu dari Lukaku di babak pertama), maka kita akan menganggap jika United hanya beruntung. Tepatnya, beruntung karena David De Gea.

De Gea adalah penjaga gawang yang piawai di Liga Primer. Ia baru kebobolan dua kali dalam pertandingan melawan Stoke City (keduanya dicetak oleh Eric Choupo-Moting). Memiliki penjaga gawang kelas dunia yang bisa membuat penyelamatan-penyelamatan brilian jelas bukan keberuntungan semata.

Lagipula jangan salahkan Mourinho juga sepenuhnya karena hasil 0-0 ini. Di akhir babak kedua, tiga pemain Liverpool yang paling merepotkan United diganti semua oleh Klopp, yaitu Mohamed Salah, Philippe Coutinho, dan Roberto Firmino, terutama dua nama pertama. Padahal di sisa pertandingan, mereka bisa saja menciptakan marabahaya untuk De Gea sehingga bisa jadi membuatnya "tidak beruntung" lagi.

Apa yang terjadi di 10 menit terakhir pertandingan seharusnya membuat kita sadar bahwa pertandingan Liverpool dan Manchester United yang berakhir 0-0 itu bukanlah segalanya. Klopp pasti memikirkan Liga Champions di tengah pekan depan, begitu juga Mourinho. Jadi tidak ada kambing hitam utama di pertandingan ini.

Pendukung Liverpool berhak kecewa. Pendukung United juga berhak kecewa. Siapa yang tidak kecewa menyaksikan pertandingan 0-0 yang pasif? Tapi jika kita bisa memandang pertandingan ini dari perspektif yang lebih luas, maka semuanya adalah hal yang wajar.

"Tentu, kamu tidak bisa main begini di Liverpool, tapi oke untuk Manchester United [kalau mereka mau main begini]," kata Klopp setelah pertandingan. Semuanya oke-oke saja, kok.

Jika kalian frustrasi, maka Mourinho berhasil

Analisis ini bukan bermaksud mengkritik siapapun. Pada kenyataannya, Liverpool-nya Klopp yang kesusahan menghadapi United yang seperti ini menunjukkan kepada kita bagaimana cara bermain melawan mereka, yaitu tetap rapat, batasi ruang, biarkan mereka mendapatkan peluang asalkan tidak berbahaya, dan serang mereka ketika sedang lengah.

Mourinho jelas menyuruh United-nya bermain seperti itu, setidaknya untuk sembilan "striker" mereka yang lebih ditugaskan bertahan. Pendekatan "pertandingan besar" Mourinho saat melawan "kesebelasan besar" bukan bertujuan langsung mengalahkan mereka, melainkan untuk membuat lawannya frustrasi.

Jika hal tersebut cukup membuat Liverpool, manajernya, dan para pendukungnya frustrasi dan sumpah serapah, maka wajar jika Mourinho bisa tersenyum. Jadi, jangan terlalu berekspektasi berlebihan jika United bertemu "kesebelasan besar". Bagi Mourinho, ekspektasi baru bisa dinilai di akhir musim, bukan di akhir pertandingan.

Terakhir, soal United yang "memarkir bus", saya setengah-mengulangi dari tulisan pratinjau: Satu hal yang pasti, United datang ke Anfield dengan terlebih dahulu memarkir bus kesebelasan mereka di tempat parkir stadion. Tempat parkirnya tidak dipindah ke depan gawang De Gea. Pada kenyataannya tidak pernah ada bus yang benar-benar diparkir di depan gawang. Mana boleh itu? Tidak percaya? Ini fotonya:

Komentar