Debat Dua Fisikawan Inggris Tentang Adu Penalti

Sains

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Debat Dua Fisikawan Inggris Tentang Adu Penalti

Fisikawan ternama asal Inggris, Profesor Stephen Hawking, baru-baru ini  memberikan hasil analisis tentang nasib Inggris di Piala Dunia 2014. Ia mengumpulkan data dari 45 pertandingan Inggris di kompetisi tersebut sejak tahun 1966.

Tak hanya analisis ilmiah luar biasa, Hawking juga memberikan saran kepada Inggris terkait tendangan penalti. Sudah jadi rahasia umum bahwa The Three Lions memang tak jagoan dalam mengeksekusi bola dari titik putih.

Hawking percaya bahwa formula sempurna untuk menendang penalti adalah mengambil ancang-ancang lebih dari tiga langkah. Tapi, ancang-ancang dan kecepatan itu tidak ada artinya tanpa penempatan bola yang baik pula. Hawking juga membuat referensi khusus untuk Chris Waddle dalam analisis penalti, yang penaltinya meleset di semifinal Piala Dunia melawan Jerman pada tahun 1990.

"Kalau saja aku bisa membisikkan ini di telinga Chris Waddle sebelum ia akhirnya melambungkan bola jauh ke atas gawang. Gunakan sisi kaki daripada punggung kaki, maka Anda akan memperoleh 10% kemungkinan lebih besar untuk mencetak gol," tambah Hawking.

"Statistik mengkonfirmasi. Tempatkan bola di pojok atas kiri atau kanan untuk memperoleh kesempatan terbaik untuk sukses. Sejumlah 84% dari tendangan penalti ke daerah tersebut akan menghasilkan gol. Selain itu, penalti lebih baik diambil oleh seorang striker ketimbang gelandang atau pemain belakang".

Tapi, ternyata bukan hanya teknik yang menentukan keberhasilan tendangan penalti. Model rambut pun juga. “Pemain yang botak atau yang memiliki rambut berwarna terang memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mencetak gol penalti. Alasannya belum jelas, tapi ini akan menjadi misteri besar bagi ilmu pengetahuan,” ujar Hawking lagi.

Tentu saja tak semua orang harus sependapat dengan fisikawan teoritikal tersebut. Bahkan, salah satu koleganya sesama fisikawan membantah formula sang profesor.

Jim Al-Khalili, fisikawan dari Universitas Surrey, berkata bahwa teori-teori yang dikeluarkan oleh Hawking memang terlihat menyenangkan, tapi tidak berguna.

“Sebagai seseorang yang juga bermain bola beberapa kali seminggu, sepanjang tahun, dari usia 10 hingga 30 tahun, dan yang telah berlatih penalti ratusan jam, saya bisa berbicara tentang hal yang berbeda,” kata Al-Khalili.

Menurutnya, kesuksesan penalti akab bergantung pada tiga hal: kemampuan natural, latihan, dan faktor psikologis. Dan faktor yang ketiga-lah yang kurang dipersiapkan oleh timnas Inggris.

“Semua pemain profesional seharusnya bisa mencetak gol dari titik putih. Tapi mereka tidak bisa melakukannya ketika berada di bawah tekanan. Pemain-pemain Inggris, secara psikologis, kurang mampu untuk mengambil beban ini jika dibandingkan dengan Jerman,” tambah Al-Halili lagi.

Fisikawan itu pun berkata, “Faktor-faktor ini tidak mungkin dirumuskan ke dalam satu formula. Bahkan, komputer yang paling canggih yang digunakan untuk memodelkan perubahan iklim pun tidak bisa menangkap faktor-faktor tersebut.”

Pernyataan Al-Khalili ini senada dengan yang diutarakan oleh mantan pelatih The Three Lions, Sven Goran Erikssen. Menurut pelatih asal Swedia itu, salah satu penyesalannya adalah tidak membawa seorang psikolog ke Piala Dunia 2002.

Padahal, dalam babak kualifikasi, Sven sempat bekerja sama dengan psikolog olah raga kenamaan asal Norwegia, Willi Ralio. Keduanya bahkan sempat membuat satu buku berjudul “Making Lions Roar”.

Jadi teori manakah yang Anda percaya? Hawking atau Al-Khalili?

(dex)

Bagaimana Memenangi Adu Penalti

Komentar