Lunturnya Idealisme Van Gaal di United

Cerita

by redaksi

Lunturnya Idealisme Van Gaal di United

Bersama Ajax, Louis van Gaal memborong banyak piala. Tiga gelar juara Eredivisie secara beruntun: 1993-94, 1994-95, dan 1995-96. Ia juga yang membawa klub Belanda tersebut merebut gelar Liga Champions pada 1994-95. Di tahun yang sama, ia memenangi UEFA Super Cup dan Piala Interkontinental.

Enam tahun bersama Ajax, banyak hal yang telah ia lalui. Hal paling positif tentu saja membawa Ajax bermain di Eropa. Ia meraih trofi Liga Champions saat debutnya sebagai manajer. Di Ajax pula ujian terhadap idealismenya meningkat. Van Gaal dihadapkan pada kondisi di mana ia harus kehilangan para pemainnya yang hijrah ke klub lain.

Ujian itu secara nyata muncul pada Liga Champions musim 1995-96. Ia kembali membawa Ajax melaju ke final. Lawan yang dihadapinya bukan klub biasa. Mereka adalah Juventus, sebuah klub yang tengah membangun sukses bersama manajer baru, Marcello Lippi. Saat itu, Ajax yang dilatih oleh Van Gaal kerap dijuluki sebagai "mitos", karena prestasi mereka di Eropa dan di liga yang tidak terprediksi.

Pada partai final yang digelar di Stadion Olimpico Roma, Ajax kalah lewat adu tendangan penalti. Juventus pun dipuji karena berhasil mengalahkan "mitos".

Setahun kemudian, Juventus kembali bertemu Ajax, kali ini di babak semi final. Mereka mencukur Ajax dengan aggregat 6-2. Harian Olahraga Italia, La Gazetta dello Sport, menulis Juventus telah berhasil mematahkan sebuah mitos. “Kebesaran Ajax di masa lalu telah dirampok, dua kali dalam dua minggu Ajax telah dibuat pingsan,” tulis koran olahraga Italia itu.

Publik Belanda setali tiga uang. Kekalahan tersebut adalah sebuah perendahan kualitas dari segala hal, mulai dari power, tempo, visi, mental, teknik, maupun taktik. Koran-koran Belanda menyebutkan, di Amsterdam, Ajax mendapatkan les dari Juventus, di Torino Ajax harus menghadapi examen (ujian). Baik dalam pelajaran maupun ujian itu, Ajax benar-benar menunjukkan dirinya hanyalah murid sepakbola, sedang Juventus adalah gurunya.

Dua ujian tersebut membuat gundah Van Gaal. Hanya sedikit orang yang mampu memahami penurunan kualitas Ajax tersebut. Louis van Gaal sangat percaya pada struktur dan kultur suatu tim. Sejauh struktur itu kukuh, dan kultur itu hidup, sebuah kesebelasan akan dapat tetap berjaya. Kegelisahan itu muncul sejak ia ditinggal 14 pemain intinya setelah meraih Piala UEFA pada 1992. Dari kromosom juara 1992 tersebut, hanya Blind dan Frank de Boer yang tinggal. Van Gaal mendapat tambahan amunisi ketika Rijkaard pulang ke Ajax.

Kehilangan 14 pemain tersebut, awalnya tidak berdampak banyak. Ajax malah sukses di level yang lebih tinggi: Liga Champions. Keberhasilan tersebut membuat sejumlah klub elit Eropa terpikat oleh para pemain Ajax. Dengan jumlah gaji yang lebih besar, membuat para pemain Ajax memutuskan hijrah. Sekali lagi, Louis diperdaya oleh ekonomi pasar.

Van Gaal ditinggal Stefan Pettersson, Stanley Menzo, dan Clarence Seedorf yang pindah ke klub lain. Sementara itu, Frank Rijkaard memutuskan untuk pensiun.

Sebuah kesebelasan akan sulit untuk berjaya jika struktur di dalamnya rapuh. Hal yang sama menimpa Ajax. Puncaknya tentu saja ketika mereka dikalahkan Juventus pada 1997. Sebuah mitos bernama Ajax Amsterdam, luluh lantak di Torino. Di musim itu pula, karir Van Gaal di Ajax berakhir.

Kini, Van Gaal bersama Manchester United tengah membangun sebuah struktur baru. Sebuah fondasi dasar dengan ia yang tentukan semuanya. Disokong gelontoran 150 juta poundsterling, Van Gaal ditantang untuk membangun sebuah kerajaan yang kokoh dengan Old Traffold sebagai bentengnya.

Kondisi yang mirip ketika ia menangani Ajax 20 tahun silam. Bedanya, ia telah berada di kelompok yang dua dekade silam membeli para pemainnya. United adalah sebuah korporasi yang tidak melulu bicara sepakbola. Ada bisnis yang menggurita di sana: tiket terusan, tur stadion, merchandise, dan lain-lain. Di United, Van Gaal tampaknya akan lebih sibuk belanja ketimbang mempromosikan para pemain muda binaan klub.

Van Gaal telah keluar dari idealismenya. Ia telah menjadi bagian dari ekonomi pasar itu sendiri.

Sumber gambar: Ajax.nl

[fva]

Komentar