Barcelona : Tim Borjuis yang Selalu Merasa Terdzolimi

Cerita

by redaksi

Barcelona : Tim Borjuis yang Selalu Merasa Terdzolimi

Barcelona selalu memposisikan diri mereka sebagai kelompok yang terdzolimi. Lewat kisah kekejaman Franco dan Perang Saudara Spanyol, mereka selalu mengungkit-ungkit kakek nenek mereka yang tewas ditangan penguasa.

Untuk menelisik kebenaran itu, karenanya kita harus terbang melintasi zaman untuk melihat betul-betul kejadian apa yang terjadi di zaman itu. Di periode 1931-1939.

Allan Wood seorang Trotskyists berkebangsaan Inggris sempat menceritakan kondisi politik ini dalam sebuah jurnal berjudul The Spanish Revolution.

Sebagai lokasi pemusatan industri, otomatis Katalunya menyimpan banyak basis massa buruh. Ideologi sosialisme dan anarkisme tumbuh subur disana, karenanya dari sanalah revolusi Spanyol tahun 1931 dimulai. Ibarat mata uang, di lain sisi Barcelona-pun adalah rumah bersahabat bagi borjuis dan kapitalis yang mengenggam Spanyol.

Keinginan pemerataan uang antara pusat dan daerah jadi pemantik membakar api semangat kaum kiri menentang kaum fasis di Madrid. Sebenarnya api itu dipercikan pertama kali oleh kaum kapitalis – ya kau perlente itu mulai memancing ikan di air keruh.

Bersama-sama antara kelompok anarko, sosialis dan kapitalis bersekutu membentuk gerakan Republikan untuk berperang melawan Jenderal Franco – nasionalis yang didapuk untuk merebut kekuasaan fasis dari kaum republikan.

Siapa sangka Franco yang mendapat dukungan dari Nazi Jerman dan Italia berhasil menang perang tanpa perlawanan sengit. Kaum borjuis dan para pimpinan Sosialis sayap kanan memilih kabur ke Meksiko dengan memboyong banyak emas dan batu mulia –sebuah bekal cukup di pengasingan.

Sedangkan pengurus Sosialis yang tersisa di Spanyol hanya mengharap belas kasihan dari algojo-algojo Franco.

Allan Wood menyebut bahwa kaum buruh Spanyol membayar harga yang sangat mahal atas kesalahan-kesalahan politik dan kepengecutan serta pengkhianatan para pimpinannya.

“Kaum fasis menjalankan balas dendam yang mengerikan terhadap kelas pekerja. Sebanyak satu juta orang telah terbunuh dalam perang saudara itu sendiri. Sementara ribuan lainnya dibunuh menjelang kekalahan Republik dan kemenangan Franco. “ tulisnya.

Tapi Kemenangan bukan hanya milik Franco. Kaum kapitalis dan borjuis pun merasakan kemenangan itu.

Pada masa-masa itu meskipun Barcelona selalu didukung kalangan pekerja dan identik dengan perlawanan bangsa Katalunya, tapi nyatanya  eksistensi klub disokong oleh kaum kapitalis dan borjuis ini.

Seperti dijelaskan di awal saat Franco memenangkan perang. Banyak kalangan borjuis yang memilih kabut ke Mexico – dan diantara orang terasingkan banyak diantaranya adalah pemain dan pengurus Barcelona.  Hal ini dipaparkan Richard Fitzpatrick dalam buku El Clasico: Barcelona v Real Madrid: Football's Greatest Rivalry.

Suatu hal yang ironi. Mengingat mereka meninggalkan ratusan ribu fans mereka yang nantinya akan jadi korban kekejaman Franco.

Lantas ketika mereka menangisi kepedihan para korban-korban Franco saat ini, sebenarnya para pemain Barca sedang menebus dosa-dosa mereka sendiri.


*Ditulis oleh @aqfiazfan, tulisan ini bersifat opini pribadi tidak mewakili kebijakan redaksi @panditfootball

Komentar