Sampai Kapan Menganaktirikan Sepakbola Perempuan?

Nasional

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sampai Kapan Menganaktirikan Sepakbola Perempuan?

Opini tentang sepakbola adalah olahraga yang inklusif sepertinya sulit diamini, apalagi jika berbicara tentang sepakbola Indonesia. Istilah yang lebih tepat untuk sepakbola lebih ke arah mudah dimainkan saja. Seorang anak di salah satu desa di Wonogiri hanya membutuhkan sendal jepit, sepetak lahan kosong, dan sesuatu yang berbentuk bundar untuk bisa memainkan sepakbola. Masih ada banyak hal yang harus diperbaiki agar sepakbola di Indonesia bersifat inklusif. Salah satunya adalah memastikan bahwa olahraga ini juga bisa dimainkan oleh perempuan dengan nyaman.

Di level profesional, semua kemewahan yang sering kita lihat di sepakbola pria hampir tidak dirasakan oleh sepakbola perempuan. Pemerintah termasuk PSSI cenderung terlalu fokus terhadap sepakbola pria. Dampaknya, sepakbola perempuan terkesan seperti anak tiri.

Jika berbicara pada level tim nasional, Indonesia telah memiliki tim sepakbola putri sejak tahun 1975. Baru dua tahun terbentuk, mereka langsung mengikuti kompetisi level Asia yaitu Kejuaraan Wanita AFC tahun 1977. Meski tidak meraih juara, Garuda Putri berhasil meraih satu kemenangan dan finish di tempat keempat.

Baca Juga:

Kesedihan Bellingham Usai Gagal Raih Gelar Bundesliga

Tapi, butuh 42 tahun untuk membentuk asosiasi yang fokus terhadap sepakbola perempuan, yaitu Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI). Tanggal 7 Desember 2017 ASBWI terbentuk sebagai organisasi anggota resmi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Periode pertama (2017-2018) diketuai oleh Papat Yunisal yang dipilih secara aklamasi pada Kongres Asosiasi Sepakbola Wanita yang berlangsung di Hotel Swarna Dwipa, Palembang. Kongres ini tidak hanya memilih ketua, tapi juga membahas program jangka panjang Sepakbola Wanita sebagaimana amanah dari PSSI.

Meski demikian, sejak berdirinya ASBWI, sepakbola perempuan di Indonesia belum mampu bergerak lebih cepat. Terhitung setelah sepakbola perempuan dinaungi oleh ASBWI, tim nasional sepakbola perempuan Indonesia telah mengikuti enam kompetisi di level Asia dan Asia Tenggara. Prestasi terbaik hingga saat ini adalah keberhasilan Garuda Putri lolos ke Piala Asia 2022.

Pada Kongres Luar Biasa PSSI tanggal 16 Maret 2023 lalu, H. Nadalsyah sebagai Ketua Umum ASBWI memberikan harapan bagi untuk Ketua Umum PSSI dan jajarannya untuk sepakbola perempuan.

“Selamat untuk Ketua Umum PSSI yang terpilih yaitu Bapak Erick Thohir. Semoga bisa menjalankan tugas dengan baik dan sepak bola wanita di Indonesia bisa lebih baik lagi,” ujar H. Nadalsyah, Ketua Umum ASBWI, dilansir dari situs resmi ASBWI.

“Tentunya harapan ASBWI lebih spesifik lagi ke arah sepak bola wanita. Kami berharap segera diputarnya kompetisi untuk wanita dan berbagai kegiatan sepak bola wanita Indonesia lebih banyak lagi,” pungkasnya.

Baca Juga:

Faktor-faktor yang Membangunkan Raksasa Tidur Newcastle United

Hidup Tanpa Kepastian Karier

Dalam industri olahraga yang tidak berkembang, pihak yang paling banyak dirugikan tentu atlet. Mereka mempertaruhkan waktu, tenaga, hingga materi untuk satu tujuan, yaitu menjadi yang terbaik. Tidak ada cara praktis untuk meraih tujuan tersebut. Jalannya hanya satu yaitu berlatih, berlaga, dan mengalahkan semua lawan. Sehingga jika industri olahraganya tidak berkembang, maka peluang para atlet meraih kesuksesan dalam karir menjadi semakin rendah.

Oleh karena itu, sebelum berbicara tentang pembinaan, prestasi, dan sebagainya, satu hal yang sangat dibutuhkan seorang atlet adalah kepastian karir. Maksudnya, dalam sudut pandang industri mampu memberi gambaran jelas kepada atlet dan calon atlet jalan mana saja yang harus ditempuh. Tujuannya agar mereka bisa memperkirakan apa langkah yang harus diambil dalam jangka waktu yang terukur.

Dalam konteks sepakbola perempuan di Indonesia, kepastian karier atlet jauh dari kata jelas. Salah satu kendala terbesar adalah liga sepakbola perempuan yang entah kemana hilalnya. Tanpa kompetisi yang rutin, sulit bagi atlet untuk dapat menata karirnya. Ini belum berbicara soal kualitas dan poin-poin rinci lainnya. Dampak lebih jauh, Indonesia akan kesulitan menemukan (bukan memiliki) potensi-potensi atlet sepakbola wanita. Imbasnya, jangan harap tim nasional sepakbola perempuan Indonesia mampu bersaing dengan konsisten di level (minimal) Asia.

Harapan sempat muncul pada tahun 2019 ketika Liga 1 Putri resmi bergulir pada 6 Oktober 2019 yang dibina langsung oleh PSSI. Saat itu, 10 dari 18 tim Liga 1 tahun 2019 mengumumkan partisipasi mereka di musim perdana Liga 1 Putri yang dibagi menjadi dua grup. Di akhir kompetisi, Persib Bandung keluar sebagai juara. Sayangya, kompetisi tersebut tidak berlanjut hingga sekarang.

Grup A

Grup B

Persib Bandung

Arema FC

Tira Persikabo

Persipura Jayapura

Persija Jakarta

Bali United

PSS Sleman

PSM Makassar

PSIS Semarang

Persebaya Surabaya

Sebetulnya ada kompetisi lain sepakbola perempuan dengan format turnamen, yaitu Piala Pertiwi. Turnamen ini telah diselenggarakan sejak tahun 2006 namun masih dikenal sebagai Kejuaran Nasional Sepakbola Putri (2006-2010). Sejak tahun 2014, berubah nama menjadi Piala Pertiwi. Kompetisi ini dikelola oleh Dewan Sepakbola Wanita di bawah pengawasan PSSI. Pada musim 2021/2022, Piala Pertiwi digelar di Bandung dan berlangsung di tiga tempat, yaitu Lapangan Sabilulungan, Stadion Sidolig, dan Lapangan Progresif. Piala Pertiwi kali ini diikuti 18 tim perwakilan dari masing-masing provinsi mulai tanggal 18 hingga 28 Maret 2022. Toli FC (Papua) meraih gelar juara keempat setelah mengalahkan PS Bangka (Bangka Belitung) pada laga final dengan skor 3-1.

Baca Juga:

Sepakat Tinggalkan Napoli, Spalletti: Saya Hanya Ingin Istirahat Sejenak

Bukan Tanpa Potensi

Di tengah hambatan dari seluruh penjuru mata angin, sepakbola wanita Indonesia bukan tanpa potensi. Seperti yang dibahas sebelumnya, lolosnya tim nasional sepakbola perempuan Indonesia ke Piala Asia 2022 membuktikan adanya potensi tersebut. Di kancah Asia Tenggara, mereka sempat mencicipi babak semifinal AFF dan Sea Games.

Dari sisi individu, kita bisa melihat Shalika Aurelia yang menjadi perempuan pertama yang merumput di Eropa. Shalika sudah resmi menjadi pemain Roma Calcio Femminile, klub Italia yang bermain di Serie B (kasta kedua dalam struktur kompetisi sepakbola wanita Italia). Beberapa pemain lain juga sempat muncul ke permukaan seperti Zahra Musdalifah, Rani Mulyasari dan Ade Mustikiana. Mereka bertiga terbilang menjadi langganan tim nasional.

Dari sisi federasi, muncul harapan ketika PSSI dan federasi sepakbola Jepang, JFA (Japan Football Association), sepakat untuk bekerjasama dengan menandatangani sebuah nota kesepahaman (MoU) pada hari Senin (22/5) di Prince Takamado Memorial JFA YUME Field, CHiba, Jepang.. Dalam MoU tersebut, PSSI dan JFA menyepakati tiga poin penting untuk pengembangan sepakbola Indonesia. Salah satunya adalah pengembangan tim sepakbola putri. Salah satu langkah konkretnya adalah dengan usaha PSSI untuk mendatangkan pelatih dari Jepang.

Pesatnya Perkembangan Sepakbola Perempuan di Dunia

Sepakbola perempuan menjadi pasar baru bagi industri sepakbola di dunia (kecuali Indonesia). Di Eropa, sepakbola perempuan bahkan menjadi primadona bukan hanya di Eropa, tapi juga memikat dunia. Saat ini nama-nama seperti Alexia Putellas, Sam Kerr, Vivianne Miedema, Leah Wiliamson sudah tidak asing bagi penikmat sepakbola bahkan di Indonesia. Banyak faktor yang membuat kepopuleran sepakbola perempuan di dunia meningkat drastis. Mari kita bahas dari sudut pandang media dan penyiaran.

UEFA bekerjasama dengan DAZN Group untuk meliput Liga Champions Wanita UEFA atau biasa dikenal dengan UEFA Women’s Champions League (UWCL). DAZN memiliki kontrak empat tahun eksklusif menyiarkan UWCL di seluruh dunia sejak tahun 2021.

Perusahaan media olahraga Inggris milik Access Industries tersebut menerapkan konsep “Converting Visibility into Value and Viability”. Selama dua musim pertama, semua 61 pertandingan dalam kompetisi dari penyisihan grup dan seterusnya telah disiarkan langsung secara gratis di saluran YouTube DAZN. Mulai musim depan, hanya 19 pertandingan yang akan tersedia secara gratis, termasuk final, semifinal, dan perempat final. Sisanya (12 pertandingan) didistribusikan dalam babak grup (ada 48 pertandingan) dengan alokasi 2 pertandingan dari total 6 matchday. Itu semua akan disiarkan di Youtube DAZN. Sementara sisa 42 pertandingan, tetap disiarkan di saluran YouTube DAZN namun diwajibkan untuk berlangganan (subscribe). Strategi ini disebut pay/free hybrid mix.

Dilansir dari Forbes, Lomax, Direktur Pengelola YouTube untuk Inggris Raya dan Irlandia menyatakan bahwa "Visi kami adalah dunia di mana olahraga wanita dan pria dilihat dan dirasakan secara setara dan setara dan titik awalnya adalah menciptakan lebih banyak permintaan dan akses untuk olahraga wanita."

Value and Impact Report yang dilakukan oleh Crux Sports menemukan kesimpulan bahwa strategi yang DAZN lakukan tentang Liga Champions Wanita UEFA telah mendorong pertumbuhan yang signifikan tidak hanya di kompetisi itu sendiri tetapi juga sepakbola wanita seluruh dunia. Mereka mengklaim bahwa sejak 2021, Liga Champions Wanita UEFA telah ditonton di lebih dari 230 negara di seluruh dunia dengan saluran YouTube DAZN memperoleh 362.000 pelanggan baru. Mayoritas penonton (65 persen) berada pada kelompok usia 18-34 tahun yang menunjukkan bahwa industri sepakbola perempuan sedang berkembang. Menariknya, penonton laki-laki sangat mendominasi (85 persen) dibanding penonton perempuan.

Menurut laporan tersebut, para pemain yang terlibat merasakan peningkatan dalam berbagai hal termasuk popularitas sehingga berdampak pada daya jual. Mereka bahkan menjadi penggemar olahraga mereka sendiri karena mereka dapat menonton lebih banyak pertandingan dan belajar lebih banyak tentang pemain lain.

Tapi yang paling menarik dari laporan Crux Sports adalah data yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah satu dari lima negara yang paling rutin menyaksikan tayangan tersebut. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki minat terhadap sepakbola perempuan. Data tersebut penting untuk meningkatkan atmosfer industri di sepakbola perempuan di Indonesia. Harapannya tentu melepaskan status anak tiri dari sepakbola perempuan di Indonesia.

Jangan sampai, lagi-lagi Indonesia hanya menjadi penonton.

Komentar