Taktik Indra Sjafri Menerbangkan Garuda Muda

Analisis

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Taktik Indra Sjafri Menerbangkan Garuda Muda

Penantian 32 tahun akhirnya usai. Timnas Indonesia kembali merebut medali emas Sea Games cabang olahraga sepakbola putra. Laga pada waktu normal berakhir dengan skor sama kuat 2-2. Pada babak perpanjangan waktu, Indonesia bermain dengan 10 orang sementara Thailand hanya bermain dengan delapan orang. Tiga gol tambahan mengubah skor menjadi 5-2 dan bertahan hingga peluit akhir pertandingan.

Terlepas dari semua insiden dalam pertandingan final, Garuda Muda layak mendapatkan gelar tersebut. Pada laga final, ujian mental terjadi ketika Thailand menyamakan kedudukan di penghujung laga. Meski demikian, mereka mampu mencetak gol di awal babak perpanjangan waktu. Hal ini membuktikan bahwa timnas Indonesia memiliki mental yang cukup kuat. Selain itu, timnas Indonesia tidak terkalahkan sepanjang kompetisi. Mereka mencetak 21 gol dan hanya kebobolan lima gol dari enam pertandingan. Catatan ini menunjukan dominasi sejak babak grup. Indra Sjafri bahkan sempat merotasi sebagian besar pasukan nya ketika melawan Kamboja dan masih memenangkan pertandingan.

Kendati demikian, jangan sampai hasil membanggakan ini membuat timnas terlena dan cepat puas. Dari sekian catatan positif yang Garuda Muda torehkan, perlu diingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kesuksesan ini perlu dipandang sebagai satu batu loncatan dan alat untuk menyadarkan bahwa kita mampu mendominasi sepakbola Asia Tenggara.

Terlebih, timnas yang bermain adalah timnas kelompok umur. Sementara surutnya prestasi terjadi untuk timnas senior. Perlu diingat bahwa kompetisi besar yang paling dekat adalah Piala Asia yang akan digelar Januari tahun 2024. Pada kompetisi tersebut merupakan ajang pembuktian yang sebenarnya.

Jika berkaca pada penampilan timnas U-22 di Sea Games 2023, kita memiliki potensi yang cukup besar sekaligus beberapa masalah yang harus segera diatasi. Dari sisi permainan di lapangan, timnas menampilkan performa yang beragam (dalam konotasi positif). Mereka mampu bermain dalam berbagai sistem yang diterapkan oleh Indra Sjafri. Meski level eksekusinya tidak konsisten, hal tersebut merupakan langkah positif yang perlu diapresiasi.

Kekayaan Variasi Build-Up

Secara umum, Indra Sjafri mendesain sistem timnas Sea Games yang konstruktif dan posisional. Ia menginginkan timnas memulai serangan secara bertahap dari lini belakang. Rizki Ridho dan Komang menjadi pemain yang memulai serangan. Dari kaki nya, bola diarahkan ke lini tengah baik melalui gelandang atau bek sayap yang melebar dan bergerak naik hingga sejajar dengan gelandang. Sejak pertandingan pertama hingga babak final, timnas Indonesia konsisten mempertahankan sistem tersebut.

Agar sistem berjalan, Indra Sjafri perlu memastikan anak asuhnya mampu melakukan progresi dengan build-up yang beragam. Pada fase build-up pemain yang paling berperan adalah pemain di lini tengah karena mereka yang terlibat mengalirkan bola dari belakang ke tengah. Maka tidak heran jika ia membawa stok gelandang yang sangat melimpah. Dari 20 pemain yang dipanggil, delapan diantaranya bermain di lini tengah. Tujuan nya agar Indra Sjafri memiliki keleluasaan dalam mengatur komposisi lini tengah menyesuaikan dengan karakteristik lawan dan rencana permainan yang akan diterapkan.

Pada fase build-up, dua bek sayap melebar dan dua pivot turun mendekati posisi CB. Pada situasi ini, lawan sering menutup jalur umpan melalui tengah. Alhasil, jalur progresi melalui bek sayap dibantu gelandang yang melebar untuk menciptakan situasi unggul jumlah pemain (overload).

Jika lawan berhasil mengantisipasi pola build-up tersebut dengan menambah menutup jalur umpan ke pivot dan bek sayap, maka opsi berikutnya adalah melibatkan Marselino. Ia akan turut ikun ke bawah sejajar dua pivot untuk menciptakan opsi tambahan. Pergerakan Marselino diikuti pemain sayap yang mengisi posisi Marselino sehingga koneksi antar lini tetap terjaga.

Tidak cukup di situ, Indra Sjafri memiliki opsi build-up lain dengan umpan panjang ke arah Ramadhan Sananta. Eksekusi skema ini dilakukan oleh Rizki Ridho atau Alfeandra Dewangga yang memiliki akurasi umpan panjang lebih baik. Salah satu contohnya adalah gol kedua Ramadhan Sananta pada laga final. Timnas Indonesia (dalam situasi drop ball) memilih langsung mengirimkan direct ball ke Sananta tanpa sirkulasi sama sekali. Sananta yang memiliki postur cukup kuat mampu memenangkan duel meski dijaga oleh dua bek tengah Thailand dan melepaskan tembakan spekulatif.

Tiga metode tersebut merupakan cara Indra Sjafri yang sering terlihat diaplikasikan di lapangan dalam enam pertandingan Sea Games. Di tengah-tengah variasi tersebut, Indra Sjafri mampu melakukan adaptasi detail-detail kecil di tengah pertandingan menyesuaikan respon lawan. Faktor ini merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan timnas meraih gelar juara.

Bermain Sesuai Kapabilitas Pemain

Sistem yang diterapkan dalam satu tim tidak selalu dieksekusi dengan sempurna. Banyak faktor yang mempengaruhi level eksekusi dari taktik meski taktik tersebut dibuat dengan secanggih mungkin. Bahkan, taktik yang sederhana dan sudah ditebak oleh lawan tetap berjalan efektif jika level eksekusinya sangat tinggi. Kecanggihan taktik dan level eksekusi dari taktik tersebut adalah kunci dari satu tim memenangkan pertandingan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi level eksekusi dari sistem permainan adalah kualitas pemain. Di liga Inggris kita bisa mengambil contoh dari dua tim yang sedang bertengger di papan atas, Manchester City dan Arsenal. Josep ‘Pep’ Guardiola dan Mikel Arteta secara garis besar menerapkan taktik yang sangat mirip. Arteta justru lebih sering mengubah taktik secara makro, tertutama jika beberapa pemain andalan terpaksa absen. Tapi dalam situasi ideal, Manchester City jauh lebih konsisten dalam mempertahankan level eksekusi taktik yang diinginkan Pep. Tidak seperti Arsenal yang level eksekusinya cenderung tidak konsisten dan membawa mereka turun ke peringkat kedua. Pembedanya tentu kualitas pemain. Pep memiliki kedalaman tim dengan kualitas tertinggi dan merata. Sementara Arteta masih memiliki selisih kualitas antara pemain utama dan cadangan.

Sementara Indra Sjafri bersama timnas U-22 membawa 20 pemain dengan kualitas individu yang beragam. Namun, setiap pemain memiliki kapabilitas masing-masing. Pada saat itu lah kualitas pelatih diukur dari kemampuan nya menempatkan pemain dengan peran yang sesuai dengan kapabilitas nya masing-masing. Jika berkaca pada enam pertandingan di Sea Games 2023, Indra Sjafri perlu mendapatkan apresiasi karena mampu menjalankan tugas tersebut dengan baik.

Contoh paling jelas adalah penggunaan gelandang. Dari tiga gelandang yang dipasang Indra Sjafri, ia mampu menaruh komposisi yang tepat dan cocok untuk menghadapi gelandang lawan. Pada pertandingan final, ia memilih Dewangga, Taufany, dan Marselino dengan pembagian peran yang jelas. Dewangga bermain sebagai gelandang bertahan sementara Taufany dengan ketenangan dan intelejensinya memerankan peran box-to-box. Marselino berdiri sedikit lebih depan dan berperan sebagai playmaker. Ia terkadang turun sejajar dengan dua gelandang lain pada fase build-up.

Kejelian Indra Sjafri dalam memilih pemain juga terjadi di lini depan. Pada laga pertama melawan Filipina, ia mengganti Sananta dengan Irfan Jauhari dan memberikan nya peran sebagai penyerang palsu. Secara natural Jauhari sering bermain di sayap kiri, namun dengan peran ini ia bergerak lebih dinamis sehingga mampu menciptakan situasi overload di berbagai area.

Keberhasilan ini patut diapresiasi karena selama ini salah satu masalah timnas adalah kesalahan dalam menempatkan pemain.

Terima kasih Shin Tae-yong

Salah satu perbedaan timnas Indonesia dengan tim lain adalah jam terbang. TImnas diisi oleh banyak pemain yang telah menyicipi rasanya bermain untuk timnas senior. Keuntungan ini tidak lepas dari peran STY yang berani memanggil pemain-pemain muda untuk timnas senior. Kita bisa melihat pemain seperti Witan Sulaeman, Marselino, dan Rizki Ridho yang menjadi pemimpin di setiap lini.

Penyakit Masih Sama

Dari empat pertandingan yang telah dijalani, Indra Sjafri telah menerapkan sistem permainan yang mampu dipahami dan dieksekusi oleh pemain nya. Tapi, permasalahan nya adalah level eksekusi taktik belum konsisten. Hal ini terlihat ketika timnas menghadapi kamboja ketika Indra Sjafri tidak memainkan beberapa pemain kunci yang selalu bermain di pertandingan-pertandingan sebelumnya.

Kelemahan lain yang terlihat pada semi final adalah duel udara dan antisipasi umpan silang. Para pemain kesulitan dalam duel udara sehingga lawan menemukan celah dengan memanfaatkan umpan silang ketika menciptakan peluang atau long ball ketika build up

Selain itu, pengambilan keputusan di sepertiga akhir dan dalam kotak penalti sangat tidak bijak. Pada laga final, lebih dari lima kesempatan yang sangat terbuka (terutama ketika Thailand bermain dengan sembilan pemain) tapi terbuang sia-sia. Jika pemain timnas tampil lebih dewasa, besar kemungkinan timnas mampu menyelesaikan laga final tanpa perpanjangan waktu.

Komentar