Rekam Jejak Dua Caketum: Erick Thohir dan La Nyalla

Nasional

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Rekam Jejak Dua Caketum: Erick Thohir dan La Nyalla

Lima daftar calon tetap Ketua Umum PSSI 2023-2027 telah diumumkan oleh Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan PSSI, Senin (6/2). Mereka adalah Arif Putra Wicaksono, Doni Setiabudi, Fary Djemy Francis, Erick Thohir, dan La Nyalla Mattalitti.

Dari lima nama itu, tanpa menyepelekan tiga kandidat lain, La Nyalla dan Erick menjadi dua calon yang diprediksi akan bersaing sengit. Mereka adalah dua raksasa dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan datang, Kamis (16/2).

La Nyalla bukanlah orang baru dalam sejarah PSSI karena pernah menjadi ketua umum pada 2015-2016. Sebelum menjabat sebagai ketua umum, ia juga menjabat sebagai anggota komite eksekutif dan wakil ketua umum.

Menjelang KLB di mana La Nyalla terpilih sebagai ketua umum pada 2015, Kemenpora pimpinan Imam Nahrawi membekukan PSSI pada 17 April 2015 karena PSSI tidak mengindahkan himbauan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) bahwa Persebaya Surabaya dan Arema Cronus tidak boleh mengikuti liga karena konflik kepemilikan ganda. Sehari setelah dibekukan, PSSI tetap kekeh menjalankan KLB.

Pada 30 Mei, FIFA akhirnya menurunkan sanksi untuk PSSI. Di masa vakum karena sanksi, La Nyalla menjadi tersangka korupsi dana hibah pemerintah ketika menjabat sebagai ketua KADIN Jawa Timur. Namun, majelis hakim tipikor memvonis bebas pada 2016 karena terbukti tidak bersalah. Posisi La Nyalla sebagai Ketua Umum PSSI pun digantikan Hinca Panjaitan pada KLB Agustus 2016.

Kontroversi La Nyalla tidak berhenti sampai di situ. Sebagai seorang politikus, ia pernah mengaku ikut membantu menyebarkan Obor Rakyat, sebuah tabloid yang isinya menyebarkan isu-isu miring kepada Joko Widodo pada 2018. Setahun berselang, ia mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan akhirnya terpilih menjadi ketua periode 2019-2024.

Pada Mei 2022, La Nyalla terpilih kembali menjadi Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Jawa Timur hingga 2027 mendatang.

Sebagaimana calon ketua umum lain, La Nyalla pun mempunyai janji ketika ia terpilih menjadi ketua PSSI. Ia menjanjikan akan membagikan uang 1 miliar kepada tiap Asosiasi Provinsi (Asprov). Dana itu diberikan tanpa syarat di tahun pertama ia menjabat.

"Saya akan memberikan Rp1 Miliar setiap tahun kepada Asprov untuk menjalankan program-program yang saya sampaikan," ujar pria yang juga menjabat Ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Jawa Timur itu dikutip dari CNN, setelah melakukan kampanye di hadapan perwakilan Asprov pada Selasa (7/2).

Erick Thohir: Rekam Jejak Moncer di Dunia Olahraga

Jika rekam jejak La Nyalla tidak terlalu mentereng karena pernah terlibat kasus korupsi, lain halnya dengan Erick Thohir. Nama Erick segera melambung tinggi ketika ia membeli saham Inter pada 2012 dan menjabat sebagai Presiden klub hingga 2016. Selain Inter, ia juga mempunyai saham di DC United yang berkiprah di MLS Amerika Serikat.

Tak hanya itu, saat ini menjadi pemilik Oxford United bersama Anindya Bakrie. Erick juga menjadi pendiri sekaligus pemilik klub basket Satria Muda. Selain itu, ia juga pernah menjadi ketua panitia pelaksana Asian Games 2018. Puncaknya, ia ditunjuk Jokowi sebagai Menteri BUMN pada 2019 silam.

Atas rekam jejak dan popularitasnya itu, tak mengherankan jika Erick menjadi nama yang diunggulkan menjadi ketua umum PSSI versi Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia pada November 2022 lalu.

Erick mengungguli nama-nama lain seperti Najwa Shihab, Kaesang Pangarep, Mochamad Iriawan, dan juga La Nyalla.

Namun, Erick juga diunggulkan maju sebagai calon wakil presiden dalam pemilu 2024 nanti. Hal ini terlihat dari gencarnya relawan-relawan dan dukungan dari pengamat politik. Jika Erick terpilih menjadi ketua umum PSSI dan ia akan mencalonkan diri menjadi cawapres, maka ia tak mempunyai banyak waktu untuk memegang kendali PSSI.

Bahkan, seandainya terpilih pun, ia akan rangkap jabatan; sebagai ketua umum PSSI dan Menteri BUMN. Seandainya terjadi, bukan kali pertama seorang ketua umum PSSI merangkap jabatan sebagai menteri.

Meski dalam Statuta PSSI tidak mengatur rangkap jabatan, tapi perlu dicermati bahwa banyak PR yang harus segera diselesaikan oleh pengurus baru. Selain melanjutkan kembali Liga 2 dan Liga 3 serta menerapkan kembali sistem degradasi di Liga 1, PSSI juga harus menegakkan aturan yang disepelekan sehingga berbuntut kepada Tragedi Kanjuruhan.

Belum lagi soal urusan industri, pembinaan, kualitas wasit, dan hal-hal lain yang perlu segera dirampungkan oleh pengurus PSSI. Soal wasit, justru Erick malah berniat untuk menambah kesejahteraan wasit.

"Kalau mereka (wasit) punya pendapatan yang baik, asuransi kalau sakit, paling tidak dasar kehidupan bulanannya sudah baik, mereka pasti punya kemauan untuk menjaga tempat mencari nafkahnya dengan baik," ujar Menteri BUMN tersebut pada sebuah diskusi bersama komunitas suporter di Denpasar, Bali, Sabtu (11/2) dilansir dari ANTARA.

Di Liga 1 sendiri, merujuk pada pernyataan Mochamad Iriawan (Iwan Bule), menjelang Liga 1 2021/2022 usai, wasit utama diberi gaji sebesar 10 juta per pertandingan, hakim garis 7,5 juta, wasit cadangan serta wasit kelima dan keenam sebesar 5 juta.

Yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkah dalam waktu yang singkat ia bisa membawa perubahan pada tubuh PSSI dan memenuhi janji-janjinya seperti meningkatkan kualitas wasit, mengejar ketertinggalan dari negara lain, dan membangun training center bagi timnas?

Siapa yang akan menjadi ketua PSSI memang ditentukan oleh voters, dan sebagai penikmat sepakbola Indonesia, kita sudah terbiasa dengan kabar buruk dan kekalahan.

Komentar