Akui Saja Park Hang-seo Memang Hebat

AFF

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Akui Saja Park Hang-seo Memang Hebat

Di lini masa media sosial, kerap kali kita menemui wajah Park Hang-seo dijadikan meme yang menyiratkan kemarahan atau kekesalan. Ekspresi Pelatih Vietnam ini memang selalu terlihat tegang tanpa senyuman di pinggir lapangan.

Sekesal-kesalnya pendukung Tim Nasional Indonesia kepada Park Hang-seo karena Garuda belum pernah menang melawan Vietnam di bawah asuhannya. Memang harus diakui bahwa ia adalah salah satu pelatih paling sukses di sepakbola Asia Tenggara dalam empat tahun terakhir.

Jauh sebelum kepercayaan dirinya saat ini, Park mengaku terkejut ketika mendapatkan tawaran dari VFF (Federasi Sepakbola Vietnam). “Saya belum pernah melatih tim Vietnam sebelumnya. Kemudian agen saya memberi tahu saya bahwa VFF tertarik pada saya saat saya memimpin tim kecil di Korea Selatan (Korsel),” ujarnya pada sebuah wawancara dengan Vnexpress pada Januari 2018.

Vietnam merupakan tim nasional senior pertama yang ditangani pria asal Korsel itu. Karir kepelatihannya dimulai pada 1989, ketika Park menjadi pelatih fisik di klub Lucky Goldstar (sekarang bernama FC Seoul). Ia kemudian menjadi asisten pelatih Guus Hiddink ketika Korsel melaju ke semifinal Piala Dunia 2002.

Pada 2003, setelah tidak lagi menjadi staf pelatih Korsel, Park kemudian menjadi asisten pelatih Sergio Farias di klub Pohang Steelers hingga 2005. Kemudian, Ia menangani Gyeongnam (2005-2007), Chunnam Dragons (2007-2011), Sangju Sangmu (2011-2015), Changwon FC (2016/2017), sebelum mendarat di Vietnam.

“Saya ingin menantang diri saya sendiri. Saya pikir ini adalah tantangan dan kesempatan terakhir dalam karier saya. Sekarang impian saya untuk melatih di luar negeri telah terpenuhi dan beruntung semuanya baik-baik saja,” tutur pria kelahiran 1 Oktober 1957 ini.

Park memang belum menyamai prestasi Radojko Avramovic yang menjuarai Piala AFF tiga kali bersama Singapura. Ia baru mengoleksi satu trofi Piala AFF, tetapi bukan berarti prestasinya biasa-biasa saja.

Turnamen besar pertama yang diikuti Park adalah Piala Asia U-23 2018, di mana Vietnam menjadi runner-up. Pencapaian itu terbilang spesial, mengingat dalam dua edisi turnamen sebelumnya, tim Asia Tenggara tidak pernah lolos dari fase grup. Atas keberhasilannya itulah Park dianugerahi third-class labor medal oleh Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc.

Di ajang Asian Games 2018, dengan skuad yang tak jauh berbeda, Vietnam mampu melaju hingga babak semifinal meski kalah dari Uni Emirates Arab di perebutan medali perunggu.

Dari keberhasilan di level U-23 itu, Park membangun timnas senior berisi para pemain muda. Pemain-pemain seperti Nguyen Quang Hai, Bui Tien Dung, Doan Van Hau, Nguyen Phong Hong Duy, Do Duy Manh, Phan Van Duc, dan Nguyen Van Toan merupakan beberapa jebolan Piala Asia U-23 yang berhasil membawa Vietnam juara Piala AFF 2018 setelah mengandaskan Malaysia dengan agregat 3-2 di final.

Keberhasilan di Piala AFF seakan menjadi pancingan untuk kesuksesan Vietnam berikutnya. Di Piala Asia 2019, Park membawa Vietnam ke babak delapan besar, mengulangi pencapaian mendiang Alfred Riedl pada 2007. Selain itu, Golden Stars juga berhasil meraih medali emas Sea Games 2019.

Vietnam menjadi satu-satunya tim Asia Tenggara yang lolos ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Meski hanya meraih empat poin dan berada di dasar klasemen, Vietnam setidaknya bisa mendapat jam terbang lebih di level kompetitif.

Keberhasilan di tahun 2018 dan 2019 berlanjut di tahun 2021. Vietnam berhasil meraih medali emas Sea Games secara back-to-back. Kesuksesan di level U-23 dan di timnas senior itu tidak terlepas dari cara pelatih berkacamata itu membangun kedekatan dengan para pemainnya.

“Setelah selesai bermain bersama tim nasional, mereka akan kembali ke klub mereka. Sebagai pemimpin mereka, saya telah meminta mereka untuk tidak pamer. Saya berkata kepada asisten saya, memberi tahu para pemain, untuk terus bekerja keras. Ketika mereka memakai kostum tim nasional, mereka harus bangga dan memberikan yang terbaik. Kalau tidak, mereka tidak berhak memakainya. Saya ingin mengingatkan mereka semua bahwa saya masih menonton mereka, bahkan ketika mereka kembali ke klub mereka,” ujar dirinya.

Bagaimana Park Hang-seo Mengubah Vietnam?

Selain deretan trofi dan prestasi yang sudah disebutkan di atas, pengaruh paling besar Park bagi Vietnam secara otomatis adalah kenaikan peringkat. Sebelum Park menjadi juru taktik, posisi negara itu berada di peringkat 134 dunia. Saat ini, per update terakhir pada Desember 2022, Vietnam berada di posisi 96 dunia, menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk 100 besar.

Perlahan, Vietnam mulai merangkak menjadi tim elit Asia, dan itu adalah buah kerja sang pelatih berkaca mata. “Saya tidak tahu mengapa ada anggapan bahwa pemain Vietnam lemah dan kualitas mereka tidak bisa dibandingkan dengan pemain lain di Asia. Saya ingin mengubah cara berpikir itu. Saya ingin membuat yang terbaik dari pemain Vietnam,” ucap Park.

Ia sadar betul bagaimana memanfaatkan keunggulan pemain Vietnam yang mempunyai kekuatan dan teknik yang mumpuni. Ia juga menanamkan rasa kepercayaan diri kepada para pemain bahwa mempunyai postur yang cukup kecil bukan menjadi masalah. Untuk menyiasati postur tubuh yang kecil, Park juga selalu mengarahkan pemainnya ke gym.

“Saya tidak tahu mengapa orang terus mengatakan bahwa menjadi kecil adalah kelemahan pemain Vietnam. Pemain kecil lebih cepat, dan selain itu, pemain Vietnam cerdas, mereka dapat dengan mudah memahami strategi saya dan beradaptasi dengan sangat cepat," terang Park.

Soal strategi permainan, Park lebih condong memasang formasi 3-5-2. Dengan formasi ini, Park tampak ingin memanfaatkan kelincahan pemain Vietnam kala bertahan maupun menyerang. Kala bertahan, tiga bek Vietnam akan dilindungi oleh dua bek sayap dan membentuk formasi lima bek. Tiga bek juga yang membuat lini pertahanan Vietnam tetap kokoh ketika lawan melakukan serangan balik cepat.

Park juga menanamkan kedisiplinan kepada anak asuhnya, bahkan hingga detail-detail kecil. Suatu kali, ia tampak sedang memeriksa masker para pemain untuk memastikan bahwa ada bendera Vietnam di dalam masker mereka. Ini bisa dibaca sebagai keinginan Park menanamkan kedisiplinan sebagai pemain dengan menaati peraturan.

“Saya juga memilih pemain berdasarkan karakter mereka. Saya lebih suka pemain yang memiliki sopan santun, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain dan tahu bagaimana berperilaku di depan umum.”

Park juga menemukan kedekatan emosional yang membuat hubungannya dengan para pemain lebih rekat.

“Setiap saya menatap mata para pemain, itu membuat saya lebih kuat, itu memotivasi saya. Saya tidak dapat menemukan perasaan itu bahkan di kampung halaman saya. Bukan hanya saya, semua anggota kru saya juga merasakannya.

Sebuah Usaha Mengukir Perpisahan Manis

Pada April 2018, Park diundang ke sebuah talkshow yang tayang di kanal Youtube sNack!. Saat itu, Park baru saja mengantarkan Vietnam menjadi runner-up Piala Asia U-23.

Dalam acara itu, Park mengaku bahwa ia sedikit merasa takut dengan tingginya ekspektasi masyarakat Vietnam kepadanya. Ia cukup dipusingkan dengan bagaimana membawa Vietnam ke level yang lebih tinggi.

Saat ini kita bisa menyebut bahwa Park sudah memberikan segalanya yang paling mungkin bisa diraih oleh Vietnam.

Meski takluk dari Thailand di semifinal Piala AFF 2020 (yang digelar pada 2021), Vietnam tetaplah Vietnam yang saat ini bisa dibilang sebagai tim terkuat Asia Tenggara, sekaligus lawan yang sangat sulit ditaklukkan oleh Indonesia.

Selama Vietnam ditangani pelatih yang selalu menampilkan ekspresi tegas di lapangan itu, Indonesia belum pernah sekalipun meraih kemenangan dalam enam pertemuan (baik di level U-23 maupun senior). Indonesia hanya mampu menahan imbang Vietnam 0-0 di babak grup Piala AFF 2020.

Hal ini tentunya menjadi rekor buruk, apalagi Vietnam akan menjadi lawan Indonesia di babak semifinal Piala AFF 2022. Para pemain Vietnam tentu saja akan lebih termotivasi mengingat ini adalah turnamen terakhir mereka bersama Park Hang-seo. Kontrak pelatih berusia 65 tahun itu memang berakhir pada 31 Januari 2023.

“Target tahun ini adalah juara Piala AFF. Kami ingin memenangkan kejuaraan tapi tahun lalu gagal terwujud karena kalah dari Thailand. Saya ingin mencapai final dan mencoba menutup 2022 dengan hasil bagus. Setelah itu, situasinya tergantung hasil Piala AFF 2022,” ujar Park pada Juni 2022 silam dikutip dari CNN.

Park memang telah membuat Vietnam berada di masa keemasannya. Tampaknya cukup bagi pelatih Vietnam selanjutnya untuk bisa menyamai raihan prestasi pelatih asal Korea Selatan itu. Jika ia berhasil membawa Vietnam juara Piala AFF 2022, namanya akan bersanding dengan Kiatisuk Senamuang dan Peter White (keduanya bersama Thailand), sebagai pelatih yang berhasil menjuarai Piala AFF dua kali.

Kini, untuk menjuarai Piala AFF 2022, Park harus terlebih dahulu menyingkirkan Indonesia di babak semifinal. Suporter Indonesia tidak sulit menerima kenyataan belum pernah meraih kemenangan melawan Vietnam asuhan Park. Bagi Indonesia, Vietnam bukan lawan yang mudah karena mereka satu-satunya tim yang tak pernah kebobolan di babak grup. Sedangkan Indonesia merupakan tim yang sering sekali membuang peluang emas.

Jika sejarah berguna di atas lapangan, Indonesia boleh berbangga diri bahwa di dua pertemuan pada babak semifinal Piala AFF melawan Vietnam (2000 & 2016), Indonesia selalu menang. Tapi, apakah sejarah berguna selama 2x45 menit?

Barangkali kita harus bersiap untuk sekali lagi (dan terakhir kalinya di Piala AFF), mengakui bahwa Park memang hebat dan Indonesia belum pernah mengalahkannya.

Komentar