Tahap-Tahap Pembuktian Lionel Scaloni

Piala Dunia

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tahap-Tahap Pembuktian Lionel Scaloni

Copa America 2021 berhasil dipersembahkan Lionel Scaloni kepada Tim Nasional (Timnas) Argentina. Piala ini mengakhiri puasa gelar internasional Argentina selama 28 tahun. Trofi Finalissima 2021 juga berhasil direbut tim berjuluk Tango tersebut.

Trofi Piala Dunia kini ada di hadapan Scaloni dan ia berpeluang untuk membawanya pulang ke Argentina. Membawa trofi itu, akan menyejajarkan namanya dengan Cesar Luis Menotti dan Carlos Bilardo, sebagai pelatih yang berhasil membawa Argentina menjuarai Piala Dunia.

Karir di Eropa dan Menjajaki Karir Sebagai Pelatih

Ia mengawali karir bersama Newell`s pada 1994, dan ia pindah ke Estudiantes sebelum meniti karir di Eropa dua tahun kemudian. Pengembaraan Scaloni di Eropa dimulai dari Deportivo la Coruna dari 1997 hingga akhir tahun 2005.

Sukses bersama Deportivo, Scaloni mencoba peruntungan karir ke luar Spanyol dengan dipinjamkan ke West Ham United pada Januari 2006. Scaloni mempunyai kisah menarik bersama West Ham kendati walau setengah musim. Ia hampir mengangkat trofi FA Cup 2005/06 seandainya tidak dikalahkan Liverpool di partai final.

“Saya gagal meraih Piala FA, itu sebagian salah saya karena saya tidak bermain dengan baik. West Ham tidak ingin mengontrak saya, dan saya akhirnya kembali ke Spanyol,” ujar Scaloni kepada Guardian.

Setelah hanya setengah musim bersama tim berjuluk The Hammers, Scaloni kembali ke Spanyol untuk memperkuat Racing Santander. Pada Juli 2007, ia kembali mengembara ke luar Spanyol.

Kali ini mantan pemain berposisi bek kiri itu pergi ke Italia. Di negeri pizza itu, Scaloni memperkuat Lazio selama setengah musim. Tapi Scaloni lebih memilih pulang kembali ke Spanyol dengan membela RCD Mallorca sebagai pelabuhan berikutnya.

Awal musim 2009/2010, ia mencoba kembali peruntungannya memperkuat Lazio hingga paruh musim 2012/2013. Setelah itu, ia memperkuat Atalanta hingga pensiun pada 2015. Bersama Timnas Argentina, Scaloni merupakan bagian skuad di Piala Dunia 2006. Ia sama sekali tak memenangkan satu pun trofi selama memperkuat negara tersebut.

Namun, Scaloni sudah mengambil lisensi kepelatihan sejak 2011. Ia juga menimba ilmu di Formello, akademi milik Lazio, serta di Trigoria, akademi milik AS Roma. Scaloni pun mulai menjajaki karir kepelatihan ketika menjadi asisten Jorge Sampaoli di Sevilla di musim 2016/2017.

Sampaoli pun tetap memercayai Scaloni sebagai asistennya ketika ia ditunjuk melatih Argentina pada 2017. Kegagalan Argentina di Piala Dunia 2018 berujung pada pemecatan Sampaoli sehingga kursi pelatih beralih ke Scaloni.

Scaloni menjabat sebagai pelatih Argentina dengan status caretaker dan dikontrak hingga 2019 untuk menghadapi Copa Amerika. Meski gagal juara, Argentina merebut peringkat ketiga dan kontrak Scaloni pun akhirnya diperpanjang.

Pertandingan pertama Scaloni bersama Argentina terjadi pada 8 September 2018 ketika mengalahkan Guatemala dengan skor 3-0. Di babak kualifikasi Piala Dunia 2022, Argentina bertengger di posisi dua dengan raihan 39 poin, di bawah Brasil yang berada di posisi puncak dengan 45 poin.

Hingga babak semifinal Piala Dunia 2022, Scaloni telah melewati 56 pertandingan bersama Argentina, di mana ia meraih 39 kemenangan, 12 hasil imbang, dan 5 kali kekalahan.

Sejak Juli 2019, Argentina bahkan tak terkalahkan dalam 36 pertandingan. Rekor Argentina terputus ketika takluk dari Arab Saudi di partai pembuka grup C Piala Dunia 2022 dengan skor 1-2.

Merekrut Tiga Asisten Kunci

Ketika ditunjuk untuk menjadi caretaker Argentina, saat itu Scaloni juga sedang diberi tugas untuk mengasuh Argentina U-20. Satu hal yang dilakukan Scaloni ketika ditunjuk adalah segera menghubungi Pablo Aimar, yang juga bersamanya menangani U-20. Menurut Scaloni, Pablo merupakan seorang yang bernilai emas, sedangkan dirinya agak impulsif.

“Saya berkata kepada Pablo, ‘saya ditunjuk (menggantikan Sampaoli), apakah kamu bersamaku?’ Dia tidak ragu-ragu. Beberapa orang mungkin akan berpikir ini sebagai ‘kegilaan masa muda.` Yang lain akan berpikir `kamu pemberani.` Saya tidak berpikir sama sekali. Saya dan Pablo berjalan di sepanjang pantai menyusun skuad timnas senior dan mengurus timnas U-20 keesokan harinya. Semua sangat gila. Tapi emosi dan kegembiraannya sangat besar,” kata Scaloni kepada The Guardian.

Di sisi lain, kehadiran Pablo juga membuat Lionel Messi mempunyai semangat baru. Sebelumnya, kegagalan menjadi juara Piala Dunia 2014 seakan membuka kegagalan-kegagalan lain bagi Argentina. Kalah di Copa America edisi 2015 dan 2016, serta gugur di babak 16 besar Piala Dunia 2018.

Suatu kali, Scaloni dan Pablo berbicara kepada Messi melalui video call. Messi merupakan pengagum Pablo. Dalam pembicaraan itu, Pablo menjelaskan kepada Messi semua rencana yang sudah disusun oleh jajaran pelatih, dan Messi pun menyambutnya.

“Setelah itu,” ujar Scaloni, “dia (Messi) berkata: Ketika Anda menginginkan saya, saya akan berada di sana (memperkuat Timnas).”

Scaloni juga meminta Walter Samuel, bek tangguh yang semasa kecil sering dijemput oleh orang tuanya untuk bersama-sama menuju tempat latihan. Pengalaman Walter sebagai bek tengah tentunya dibutuhkan. Di sisi lain, Scaloni dulu merupakan seorang wing bek kanan, sehingga Walter menjadi orang yang sangat tepat untuk mendiskusikan bagaimana pertahanan Argentina harus ditata.

Tidak mengherankan pertahanan Argentina tampil cukup solid. Di laga melawan Belanda pada babak perempat final, Argentina sebenarnya menerapkan tiga senter bek dengan memasang Lisandro Martinez, Nicolas Otamendi, dan Cristian Romero. Namun, pada praktiknya, Argentina bermain dengan dua bek tengah ketika menguasai bola, dengan Romero bermain sebagai bek sayap kanan. Meski saat itu Belanda berhasil menyamakan kedudukan saat sudah tertinggal 0-2, hal itu menunjukkan bahwa pertahanan taktik pertahanan Argentina bervariasi.

Satu nama lain yang dibawa Scaloni adalah Roberto Ayala, kapten Argentina di Piala Dunia 2006. Menurut Scaloni, Ayala selalu memiliki ‘kata-kata yang tepat’. Hal ini berguna untuk lebih memahami pemain dan di sisi lain mampu membakar semangat pemain. Pengalaman Ayala sebagai kapten jelas sangat dibutuhkan di situasi-situasi tertentu.

Scaloni jelas kalah populer dibanding tiga asistennya. Tidak heran ketika pertama kali ditunjuk, banyak pihak yang meragukannya. Bahkan, Maradona pun meragukannya. “Scaloni adalah orang yang baik tapi dia tidak bisa mengatur tim. Bagaimana kita bisa memberinya pekerjaan sebagai pelatih Argentina! Apakah kita semua gila?” ujar pencetak gol “Tangan Tuhan” itu, dilansir dari Golazo Argentina.

Keraguan itu dijawab tuntas oleh Scaloni dengan gelar Copa America 2021 dan Finalissima. Lionel Scaloni akan makin dicintai oleh publik Argentina jika ia mampu meraih gelar juara Piala Dunia 2022, meski ia tak akan dielu-elukan, layaknya orang-orang akan mengelu-elukan Lionel Messi.

Komentar