Lampard dan Garis Gawang Itu

Piala Dunia

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lampard dan Garis Gawang Itu

Pada 27 Juni 2010, Inggris bertemu Jerman di Piala Dunia Afrika Selatan di babak 16 besar. Di babak pertama, Jerman mencetak gol lewat Miroslav Klose di menit ke-20 dan Lukasz Podolski 12 menit kemudian. Inggris memperkecil ketertinggalan lewat sundulan Matthew Upson di menit ke-37.

Satu menit berselang, Inggris melancarkan serangan ke pertahanan Jerman setelah umpan Philipp Lahm tidak bisa dikontrol oleh Bastian Schweinsteiger. Gareth Barry, setelah menggiring bola, melepaskan umpan kepada Shaun Wright-Phillips yang berlari menuju kotak penalti Jerman. Arne Friedrich berhasil memblok bola dari Wright-Phillips dan bola bergerak tepat di depan Frank Lampard yang berlari dari belakang, tepat di depan kotak penalti.

Lampar kemudian melepaskan tendangan parabol ke arah gawang Jerman yang dijaga Manuel Neuer. Bola itu membentur bagian dalam mistar gawang Jerman dan memantul ke tanah. Alih-alih memantul ke dalam jaring, bola itu justru kembali ke arah lapangan. Neuer menangkap bola itu dan sebagaimana seorang penjaga gawang, ia langsung berlari ke depan untuk melambungkan bola ke arah Miroslav Klose yang berada di area permainan Inggris.

Lampard tampak sudah berlari ke suatu arah untuk merayakan tendangan yang ia kira disahkan menjadi gol itu. Namun, ketika Lampard melihat ke arah wasit Jorge Larrionda, Lampard kecewa. Larrionda, wasit asal Uruguay, tak mengesahkan gol itu.

Mauricio Espinosa, hakim garis yang berdiri paling dekat dengan gawang Jerman pun tak melihat bola melewati garis gawang.

Inggris tetap tertinggal 1-2 di babak pertama. Justru Jerman yang mampu menambah keunggulan di babak kedua melalui dua gol Thomas Muller di menit 67 dan 70. Perjalanan Inggris pun terhenti. Dengan bantuan mata kamera, kita bisa melihat bahwa bola itu sudah melewati garis gawang. Barangkali jalannya pertandingan akan lain jika gol itu disahkan wasit. Sayangnya, saat itu tidak ada asisten wasit tambahan di sisi gawang atau teknologi garis gawang yang bisa melegitimasi dengan sah (dan diakui FIFA) bola itu sudah melewati garis atau belum.

***

Pada 1863, ketika peraturan sepakbola baru dirancang oleh FA dengan masih terpengaruh rugbi, panjang maksimal lapangan sepakbola adalah sekitar 180 m dan lebar 91 m. Perlu dicatat pula, ketika lapangan sepakbola masih berukuran raksasa, tidak ada garis pembatas. Untuk membatasi dan memutuskan bola sudah keluar lapangan atau belum, dipancanglah empat bendera di tiap sudut, persis seperti yang kita kenal saat ini.

Batas yang semula imajiner dan ditetapkan dengan perkiraan, perlahan berubah dengan adanya garis yang jelas. Garis lapangan sepakbola pun menjadi penentu beberapa peraturan permainan. Lemparan ke dalam, sepak pojok, penalti, jarak pemain lawan ketika sepak mula, dan apakah bola sudah terhitung masuk ke gawang atau belum.

Dalam pekembangannya, garis pun ternyata belum cukup untuk mengakomodir kompleksnya permainan sepakbola. Dalam menentukan bola sudah melewati garis gawang atau belum, terobosan dilakukan dengan menyediakan asisten tambahan dan yang paling canggih, dengan teknologi garis gawang yang mulai diperkenalkan pada ajang Piala Dunia Antarklub di Jepang tahun 2012. Kontroversi seperti gol Lampard ke gawang Inggris merupakan hal yang mendorong penggunaan teknologi garis gawang itu.

***

“Gol itu mengubah permainan menjadi lebih baik, jadi saya senang tentang itu. Ini adalah langkah positif untuk permainan secara keseluruhan dengan diperkenalkannya teknologi garis gawang,” ujar Lampard, dilansir dari Goal.

“Saya melihat tayangan ulang setelah pertandingan. Kami memiliki TV di ruang ganti, tetapi ada aturan bahwa untuk menontonnya, kami menunggu sampai setelah pertandingan. Kami yakin, menonton pertandingan di paruh waktu, baik atau buruk, tidak akan membantu. Kami memiliki perasaan tidak berdaya ketika kami melihatnya. Kami telah dipersiapkan untuk banyak hal tetapi Anda tidak dapat mempersiapkan untuk itu,” ujar hakim garis Mauricio Espinosa kepada Goal.

Selain di Piala Dunia 2010, Inggris pun pernah mengalami kejadian serupa di Piala Dunia 1966 ketika mereka menjadi tuan rumah.

Gol ketiga Inggris ke gawang Jerman Barat di final Piala Dunia 1966 diperbincangkan lantaran menuai kontroversi. Bola tendangan Geoff Hurst membentur mistar gawang Jerman Barat dan memantul tipis di garis gawang. Wasit Gottfried Dienst dan hakim garis Tofiq Bahramov memutuskan bahwa bola telah melewati garis. Gol untuk Inggris dan mengubah skor menjadi 3-2.

Soal mistar gawang ini sebetulnya menarik. Pada 1863, para pembuat aturan yang terdiri dari sebelas klub London itu menyepakati bahwa sebuah gawang hanya memiliki dua tiang vertikal dengan jarak 7,32 m. Namun, tidak ada mistar yang menghubungkan kedua tiang itu. 23 tahun sebelumnya, peraturan mistar gawang ini sudah ditetapkan oleh aturan Cambridge.

Barangkali, karena Inggris tercatat sebagai negara pertama yang menetapkan peraturan khusus sepakbola, mereka sendiri mendapat keuntungan dengan peraturan yang mereka susun. Bola tendangan Hurst terpental keluar setelah membentur tanah sebelum disundul keluar oleh pemain Jerman Barat. Lewat pengamatan yang serba terbatas, wasit mengesahkan gol itu.

SkySport dalam acara Monday Night Football (MNF), menjajal teknologi skypad, virtual reality dari EA Sports, serta dengan mengumpulkan data dari Opta, untuk mengetahui apakah bola di final 1966 itu sudah melewati garis gawang atau belum.

Hasilnya, bola itu memang sudah melewati garis gawang. "Hakim garis sudah tepat. Dia mungkin tidak dalam posisi yang bagus tetapi teknologi ini membuktikan (kalau bola masuk) sekali dan untuk selamanya,” ujar Jamie Carragher yang memandu acara MNF.

Sebelum teknologi Video Assistant Referee (VAR) lebih membantu (sekaligus meluruskan) kinerja wasit, segala keputusan yang telah dibuat bersifat mutlak dan tak bisa ditinjau ulang, apalagi dibatalkan. Dengan VAR, tak akan ada lagi momen-momen yang kini abadi dalam sepakbola, seperti “Tangan Tuhan” Maradona. Dengan teknologi garis gawang, wasit Gottfried Dienst dan Jorge Larrionda akan bisa memutuskan bola itu melewati garis gawang atau belum dalam beberapa detik dan dengan metode yang akurat.

Ya, sebenarnya cukup banyak momen yang terlewatkan dalam pengamatan wasit atau hakim garis ketika mengandalkan mata telanjang. Sayangnya, beberapa wasit dan hakim garis melewatkan momen-momen krusial yang berpengaruh dalam keputusan, dan di satu sisi keputusan itu menjadi sejarah.



Komentar