Piala Dunia 2022 Tidak Ramah Bagi Kelompok LGBT

Cerita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Piala Dunia 2022 Tidak Ramah Bagi Kelompok LGBT

Selain kematian buruh migran, isu yang menjadi pembicaraan menjelang Piala Dunia adalah LGBT. Berbagai kelompok pun merespon perlakuan Qatar terhadap orang-orang LGBT di Qatar.

Di Inggris, sekelompok pendukung LGBT mengaku akan memboikot Piala Dunia 2022 sebagai pernyataan sikap mereka terhadap diskriminasi kaum mereka di Qatar.

“Keberatan oleh kelompok seperti kami didasarkan pada kurangnya hak asasi manusia bagi orang-orang LGBT di Qatar, ditambah negara-negara lain yang masih mengkriminalisasi orang-orang LGBT dan hak dasar orang-orang LGBT untuk menunjukkan ekspresinya,” kata Peter Tatchell, aktivis LGBT dikutip dari Wales Online.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly, menyatakan bahwa fans LGBT harus bersikap lentur dan berkompromi terhadap Piala Dunia 2022. “Mereka (Qatar) ingin memastikan bahwa penggemar sepak bola aman, terlindungi, dan gembira. Mereka tahu bahwa mereka harus membuat beberapa kompromi dalam hal apa itu negara Islam, dengan seperangkat norma budaya yang sangat berbeda dengan kita sendiri,” katanya dilansir dari The Athletic.

Cleverly juga meminta bahwa penggemar LGBT harus menghormati tuan rumah karena mencoba memastikan setiap orang tidak perlu menutupi identitasnya dan bisa menikmati sepakbola. “Saya pikir dengan sedikit kelenturan dan kompromi di kedua ujungnya, ini bisa menjadi Piala Dunia yang aman dan terjamin,” ujarnya.

Pada April lalu, Abdulaziz Abdullah Al Ansari, Komite Nasional Kontra Terorisme di Kementerian Dalam Negeri Qatar, mengatakan bahwa bendera pelangi yang dikibarkan oleh seseorang akan diambil oleh otoritas terkait untuk melindungi orang tersebut.

"Jika dia (penggemar) mengibarkan bendera pelangi dan saya mengambilnya darinya, itu bukan karena saya benar-benar ingin, sungguh, mengambilnya, untuk benar-benar menghinanya, tapi untuk melindunginya," kata Al Ansari, dikutip dari AP.

"Seringkali, apa yang disebut `perlindungan` sebenarnya adalah tabir asap untuk menutupi pelanggaran hak asasi manusia," kata Julia Ehrt dari Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Interseks Internasional.

Dasar Hukum Pelarangan LGBT di Qatar

Qatar, sebagai tuan rumah memang tidak bersahabat bagi para LGBT. Di Qatar, ada undang-undang yang secara tersirat melarang LGBT. Peraturan hubungan seksual sesama jenis, misalnya, diatur dalam Pasal 296 (3) Hukum Pidana Tahun 2004. Pasal itu berbunyi “Memimpin, menghasut, atau merayu seorang pria dengan cara apa pun untuk melakukan sodomi atau pemborosan.” Siapa yang melanggar akan dikenai hukuman minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun.

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2006 Tentang Hukum Keluarga, tidak ada pasal yang mengizinkan pernikahan sesama jenis. Pasal 9 undang-undang tersebut berbunyi, “Pernikahan adalah ikatan yang sah antara seorang pria dan wanita atas dasar keberlanjutan, dan bertujuan untuk hidup bersama dan mengamankan kesucian.”

Merujuk catatan Human Dignity Trust, Qatar menjadi salah satu negara di Asia yang melakukan tindak kriminal bagi LGBT. Selain itu, Human Rights Watch melaporkan bahwa Petugas Keamanan Qatar menangkap dan menyiksa orang-orang LGBT pada September 2022.

Human Rights Watch mewawancarai enam LGBT di Qatar, yang terdiri dari empat perempuan transgender, satu perempuan biseksual, dan satu laki-laki gay. Semua mengatakan bahwa Petugas Keamanan menahan mereka di penjara bawah tanah di Al Dafneh, Doha, di mana mereka secara verbal melecehkan dan menyiksa para tahanan secara fisik, mulai dari menampar hingga menendang dan meninju hingga berdarah.

Petugas juga meminta pengakuan paksa dan menolak akses tahanan ke penasihat hukum, keluarga, dan perawatan medis. Enam orang tersebut juga mengatakan bahwa petugas memaksa mereka untuk menandatangani janji yang menunjukkan bahwa mereka akan “menghentikan kegiatan tidak bermoral.”

Menurut Human Rights Watch, penangkapan enam orang itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Masyarakat, yang memungkinkan seseorang ditahan sementara tanpa dakwaan atau pengadilan hingga enam bulan, jika “ada -alasan yang beralasan untuk percaya bahwa terdakwa mungkin telah melakukan kejahatan," termasuk "melanggar moralitas publik."

Merujuk pada Konstitusi Qatar, Pasal 1 menyebut bahwa Islam merupakan agama negara dan hukum syariat menjadi sumber utama dalam menegakkan peraturan perundang-undangannya. Selain itu, dalam Pasal 18, menyebut bahwa masyarakat Qatar didasarkan pada nilai-nilai keadilan, kebajikan, kebebasan, kesetaraan, dan nilai moral yang tinggi.

Di Qatar, terdapat dua hukum yang saling berkelindan, yakni hukum syariat yang berlandaskan pada aturan-aturan Islam dan hukum adlia. Menurut Nizar Hamzeh dalam penelitian berjudul Qatar: The Duality of the Legal System, menyebut bahwa hukum syariat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintah Qatar.


Dua hukum legal di Qatar. Sumber: Nizar Hamzeh, Qatar: The Duality of the Legal System.

Sejauh ini Qatar tampak masih berusaha untuk terus berkompromi atas tuntutan yang datang kepada mereka terkait pelaksanaan Piala Dunia. Peraturan alkohol, misalnya, Qatar akhirnya membolehkan para penggemar mengonsumsi alkohol dengan catatan di tempat yang telah disediakan dan Qatar meminta pihak kepolisian dari negara lain untuk ikut menjaga kondusifitas.

Respon Negara Peserta Piala Dunia

Ban kapten delapan negara Eropa yang lolos Piala Dunia, yakni Belanda, Inggris, Denmark, Belgia, Prancis, Jerman, Swiss, dan Wales akan menggunakan logo berbentuk hati yang terdiri dari berbagai warna.

“Saya merasa terhormat untuk bergabung dengan rekan-rekan kapten tim nasional dalam mendukung kampanye OneLove yang penting," ujar Harry Kane, penyerang Inggris,

"Sebagai kapten, kita semua mungkin bersaing satu sama lain di lapangan, tetapi kita berdiri bersama melawan segala bentuk diskriminasi. Hal ini bahkan lebih relevan di tengah perpecahan yang biasa terjadi di masyarakat. Mengenakan ban kapten bersama atas nama tim kita akan mengirim pesan yang jelas ketika dunia sedang menonton kita," lanjut Kane seperti dikutip dari situs resmi Tim Nasional Inggris.

FIFA sebenarnya melarang sebuah klub membawa membawa desain ban kapten mereka sendiri ke Piala Dunia dan mereka harus menggunakan ban kapten yang disediakan oleh FIFA.

Dilansir dari AP, Federasi Sepakbola Wales, FAW, telah mengajukan surat kepada FIFA, untuk meminta izin mengenakan ban kapten yang akan dipakai selama Piala Dunia 2022.

***

LGBT menjadi satu dari sekian banyak isu yang diperbincangkan menjelang digelarnya Piala Dunia 2022. Di beberapa negara, seperti Inggris misalnya, sepakbola memang menjadi sarana dan media kampanye untuk memberi ruang kepada para LGBT dengan menggunakan ban kapten dan ornamen bermotif pelangi. Namun demikian, tidak semua negara mengambil sikap yang sama.

Komentar