Penerapan VAR di Indonesia itu Langkah Terlalu Jauh

Cerita

by Ifsani Ehsan Fachrezi

Ifsani Ehsan Fachrezi

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Penerapan VAR di Indonesia itu Langkah Terlalu Jauh

Presiden FIFA, Gianni Infantino, berkunjung ke Indonesia dan bertemu Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo dalam rangka transformasi sepakbola Indonesia pada Selasa (18/10). Dalam kunjungan tersebut, FIFA juga berjanji membantu perkembangan sepakbola Indonesia pasca Tragedi Kanjuruhan yang menelan total 133 korban jiwa.

Infantino pun bertemu PSSI selaku federasi sepakbola Indonesia untuk membahas hal yang sama. Disampaikan oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Vivin Cahyani bahwa PSSI siap untuk transformasi sepakbola secara menyeluruh.

“PSSI dan FIFA didampingi oleh pemerintah dan dengan asistensi yang kuat dari berbagai kementerian, terutama dari Menpora, Kementerian PUPR, juga berbagai kementerian yang siap membantu kami menyatakan siap untuk melakukan transformasi total,” ujar Vivin.

Ia juga mengatakan jika FIFA telah meminta kepada pemerintah agar membantu PSSI dalam penerapan Video Assistant Referee (VAR). “FIFA sudah memohon kepada pemerintah Indonesia untuk membantu PSSI dalam pengadaan VAR, karena disitulah integritas pertandingan akan semakin meningkat,” kata Vivin.

Pernyataan penerapan VAR ini, meski baik jika dilihat dalam kacamata teknologi dalam sepakbola, bisa dibilang tidak cukup tepat secara momen dan kebutuhan sepakbola Indonesia pasca Tragedi Kanjuruhan.

Awal Mula Penerapan VAR di Kompetisi Sepakbola

Teknologi VAR merupakan terobosan baru di dunia sepakbola, di mana wasit bisa mengambil keputusan secara tepat dan meminimalisir kesalahan keputusan berdasarkan rekaman. Proyek VAR pertama kali direncanakan oleh Asosiasi Sepakbola Belanda (KNVB) yang disebut Refereeing 2.0 di tahun 2010.

Pemicunya tentu banyak, salah satunya handball dari Thierry Henry yang pada akhirnya membawa Prancis lolos ke Piala Dunia 2010, dan menyebabkan Irlandia gagal lolos. Atau momen tendangan Frank Lampard ke gawang Jerman yang dianggap tidak gol, padahal ketika dilihat ulang, bola telah melewati garis gawang sepenuhnya. Momen Lampard itu pula yang menginisiasi adanya teknologi Goal Line Technology (GLT).

Ide penerapan VAR disetujui secara resmi oleh Presiden baru FIFA, Gianni Infantino dalam sebuah pertemuan yang digelar di markas besar FIFA, Zurich, Swiss, tahun 2015. Di tahun 2016, percobaan VAR pertama kali dilakukan dalam pertandingan persahabatan klub Belanda, PSV vs FC Eindhoven.

Di tahun 2017, Liga Australia atau A-League merupakan kompetisi liga pertama yang menerapkan VAR. Pertandingan Melbourne FC melawan Adelaide United merupakan pertandingan pertama yang menggunakan teknologi VAR, tanggal 7 April 2017.

Tahun 2018, The International Football Association Board (IFAB) mencatat VAR ke dalam aturan permainan sepakbola atau Laws of the Game. Di Piala Dunia 2018, Rusia, VAR pertama kali digunakan secara penuh (seluruh pertandingan).

VAR telah diterapkan di berbagai kompetisi sepakbola elite, terutama Eropa. Premier League merupakan liga tertinggi saat ini telah menerapkan teknologi VAR sejak musim 2018/19. Di musim tersebut, penggunaan VAR masih dalam pantauan dan pengujian. Hingga, VAR resmi untuk diperkenalkan sebagai teknologi yang akan diterapkan di Premier League musim 2019/20.

Teknologi dan kemudahan yang disuguhkan VAR tentu sebanding dengan banderolnya. Dilansir dari Sky Sports, di tahun 2022, Liga Utama Skotlandia menerapkan VAR dengan biaya 1,2 juta paun (21 miliar rupiah, kurs sekarang) per musim di tiap pertandingan liga, semifinal dan final piala liga. Biaya tersebut akan dibayar oleh klub tergantung dari posisi akhir klasemen. Klub yang juara akan membayar 195 ribu paun, dan klub peringkat akhir (12) membayar 67 ribu paun.

Jika dirata-ratakan, per klub Liga Utama Skotlandia akan dikenakan biaya sebesar 100 ribu paun (1,7 miliar rupiah, kurs sekarang) per musim. Jika dihitung per pertandingan, total pertandingan menggunakan VAR sebanyak 135 pertandingan dibanderol senilai 8.888 paun (156 juta rupiah, kurs sekarang) per pertandingan.

VAR Meningkatkan Akurasi Keputusan Wasit

VAR hingga kini masih menjadi teknologi yang ideal untuk meminimalisir kesalahan keputusan wasit dalam memimpin pertandingan, meski ada kontroversi jika kehadiran VAR menodai drama sepakbola.

Dalam laporan Journal Sports Sciences Routledge Taylor & Francis Group, tertulis bahwa adanya VAR membuat peluang keputusan benar dari wasit meningkat. Setelah adanya VAR, akurasi ketepatan keputusan wasit meningkat yang sebelumnya 92,1% menjadi 98,3%.

Dari jurnal tersebut, dapat disimpulkan jika penggunaan VAR dalam pertandingan sepakbola akan membantu meningkatkan akurasi keputusan wasit. Ini tentu senada dengan apa yang terjadi di Liga Indonesia, dimana beberapa kali keputusan wasit terkadang tidak akurat dan memicu kontroversi.

Seberapa Genting VAR untuk Sepakbola Indonesia Sekarang?

Pertanyaannya adalah apakah dengan bukti keputusan kontroversial wasit di Indonesia dapat dengan mudah ditambal oleh teknologi secanggih VAR? Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan beberapa catatan.

VAR bisa diterapkan di Indonesia, dengan catatan, tidak dalam waktu dekat dan tidak bisa terburu-buru. VAR memerlukan waktu yang panjang dalam pengimplementasiannya, meski sudah ada pedoman penggunaannya di IFAB. Penerapan VAR memerlukan SDM yang mumpuni, terutama perangkat pertandingan.

Apakah sekarang SDM wasit Indonesia bisa mengimbangi dengan kecanggihan VAR? Jika dilihat dari sudut pandang lisensi FIFA, menurut dokumen FIFA International Referee List, wasit Indonesia yang terdaftar memiliki lisensi FIFA hanya sebanyak lima orang.

Di lingkup Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat lima, dengan jumlah wasit berlisensi FIFA. Thailand di peringkat pertama dengan jumlah 18 orang, diikuti oleh Malaysia 11 orang, Vietnam 10, dan Singapura 10.

Di Asia Tenggara, Thailand sudah menerapkan VAR di tahun 2020. Singapura dan Vietnam akan mulai menerapkan teknologi VAR di tahun 2023. Kedua negara tersebut bulat menggunakan VAR setelah beberapa tahap dalam persiapan dan pengkajian.

Federasi Sepakbola Vietnam (VFF) membertimbangkan dengan matang dalam penerapan VAR karena membutuhkan sumber daya yang mumpuni. Kini, Vietnam setidaknya memiliki 10 wasit berlisensi FIFA, dan VFF memutuskan untuk menggunakan VAR untuk musim 2023/24. Vietnam menyiapkan biaya sekitar 3 juta dollar (46,8 miliar rupiah, kurs sekarang) untuk pengayaan VAR.

“Ini baru langkah pertama untuk menilai kemampuan Vietnam dalam memenuhi persyaratan teknis dan wasit untuk VAR,” ujar Sekretaris Jenderal VFF, Le Hoai Anh dilansir dari Goal.com.

Begitu Pula dengan Federasi Sepakbola Singapura yang telah melewati tahap akhir pengkajian VAR, yang telah dilakukan selama 12 hingga 18 bulan. Ini diutarakan oleh Direktur Komite Wasit, Nazeer Hussain, bahwa kini telah melakukan proses tahap ketiga dari lima tahap Program Bantuan dan Persetujuan Implementasi (IAAP). Hussain yakin jika tahun depan (2023) VAR akan diterapkan di Liga Singapura.

Dari konteks wasit dan persiapan, dua negara tersebut telah mempersiapkan penerapan VAR telah lama dan melalui banyak proses. Di Indonesia, isu soal penerapan VAR kencang sebelum jalannya musim 2022/23 namun implementasi dan proses persiapannya hampir tidak terdengar.

VAR Melangkahi Banyak Anak Tangga

Gembar-gembor penerapan VAR setelah terjadi Tragedi Kanjuruhan itu terlalu dini. Dan apa yang keluar dari mulut Presiden FIFA soal investasi VAR di Liga Indonesia, tentu melangkahi banyak anak tangga. Masih banyak urusan yang perlu diperbaiki setelah terjadinya Tragedi Kanjuruhan sebelum melompat ke VAR.

Dalam segi liga, Indonesia masih tertinggal di antara dua liga Asia Tenggara (Singapura dan Vietnam) yang akan menerapkan VAR. Liga Indonesia menempati peringkat lima di Asia Tenggara, dan peringkat 25 di Asia. Malaysia di posisi pertama di Asia Tenggara (8 di Asia), kedua Vietnam (10 di Asia), Ketiga Thailand (12 di Asia), dan keempat Singapura (21 di Asia).

Dua negara tersebut berada di atas Indonesia secara pengelolaan liga. Itu artinya, mereka telah mapan dalam segi liga untuk level Asia Tenggara, sebelum melangkah jauh untuk menerapkan teknologi VAR.

Apakah Indonesia sudah cukup mapan sebelum menerapkan VAR, minimal di level Asia Tenggara?

Dengan terjadinya Tragedi Kanjuruhan, hingga beberapa korban jiwa akibat sepakbola, sudah menjabarkan bagaimana pengelolaan dan penerapan liga Indonesia itu buruk. Hal tersebut terjadi ketika dasar-dasar aturan tidak diterapkan dengan baik, hingga pemakluman kecil yang berujung masalah besar.

Hadirnya VAR tidak sepenuhnya mengobati dan memperbaiki kualitas sepakbola Indonesia. Betul, keputusan wasit di Indonesia adalah salah satu masalah besar, namun adanya VAR ketika SDM wasit masih belum siap akan dirasa sia-sia. Licensing FIFA wasit dirasa lebih penting untuk waktu dekat ini jika tujuannya untuk mewujudkan pertandingan yang adil dan berintegritas.

Selain itu, bukannya Tragedi Kanjuruhan ini merupakan tragedi yang terjadi akibat buruknya tata kelola sepakbola? Ini adalah tragedi yang sebenarnya sangat bisa dihindari apabila para pemangku kepentingan menjalankan tugas mereka sebaik-baiknya. Apa hubungannya dengan penerapan VAR? Bahkan, Infantino sendiri yang meminta kepada pemerintah untuk membantu PSSI agar bisa menerapkan VAR. VAR butuh biaya puluhan miliar, dan sepertinya puluhan miliar tersebut lebih baik digunakan untuk renovasi stadion yang belum layak dalam verifikasi.

Selain itu, pernyataan Infantino mengenai investasi VAR di Liga Indonesia melewati bagaimana pembinaan sepakbola Indonesia kini. Di sisi progresnya positif atau negatif, biaya yang diminta kepada pemerintah mengenai pengayaan VAR setidaknya akan mebih berguna jika dimanfaatkan dalam pembinaan usia muda atau akar rumput. Tentu, itu akan berlaku hingga jangka panjang.

Penerapan VAR memang penting, terutama dalam keputusan wasit di Indonesia yang terkadang kontroversial. Dilihat dari seberapa genting dengan situasi kini, gencar memperbaiki kualitas wasit dengan melakukan licensing FIFA adalah langkah awal sebelum ke tahap itu.

Betul, jika penerapan VAR itu mencerminkan kompetisi sepakbola modern dan terlihat lebih maju. Namun, jangan sampai teknologi VAR itu lebih maju, daripada sumber daya maupun kompetisinya itu sendiri.

VAR tidak seutuhnya menjadi faktor perubahan dan kemajuan sepakbola. VAR akan terlihat berguna jika kompetisi serta pengelolaan sepakbolanya sudah maju dan mapan.

Komentar