Benarkah PSSI Tak Lagi Sama Setelah Bertemu Presiden FIFA?

Berita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Benarkah PSSI Tak Lagi Sama Setelah Bertemu Presiden FIFA?

Setelah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Presiden FIFA Gianni Infantino bertolak menuju kantor PSSI di GBK Arena, Senayan, Jakarta untuk melakukan pertemuan dengan ketua umum dan komite eksekutif (Exco).

Vivin Cahyani, salah satu anggota Exco, mengatakan bahwa PSSI merasa terharu lantaran Presiden FIFA baru kali ini berkunjung ke Indonesia sejak PSSI berdiri pada 1930. Kedatangannya pun bukan untuk merayakan kemenangan, melainkan membahas Tragedi Kanjuruhan.

Vivin juga mengatakan bahwa PSSI dan FIFA, dengan didampingi pemerintah dengan asistensi yang kuat dari kementerian Menpora dan PUPR, siap untuk melakukan transformasi total.

“Transformasi itu mulai dari sistem pertandingan. Kami juga mendorong untuk melakukan perbaikan, baik dari sisi klub lisensi agar masing-masing klub tahu apa yang harus dilakukan. Jumlah (penonton) yang masuk (stadion) harus sesuai kapasitas,” ujar Vivin dilansir dari Kompas TV.

Steward juga menjadi perhatian PSSI. Menurut Vivin, steward yang hadir di stadion harus benar-benar dilatih dengan baik. PSSI juga akan melakukan edukasi kepada suporter dengan bantuan FIFA.

“Jadi kami melakukan perombakan secara maksimal dan kami akan buktikan dalam aksi yang nyata, supaya teman-teman semua bisa melihat perbedaannya, bahwa PSSI tidak lagi sama,” kata Vivin.

PSSI juga tidak mungkin berdiri sendiri tanpa bantuan dari stakeholder olahraga, entah itu Kemenpora, KOI, KONI, dengan arahan Presiden Jokowi.

“Asistensi penuh akan dilakukan FIFA dan AFC dalam beberapa bulan ke depan, itu akan dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik secara organisasi maupun aksi yang nyata melalui task force yang sudah dibentuk bersama,” kata Vivin.

Fokus Piala Dunia U-20

Menurut Vivin, FIFA sekarang fokus melakukan pembenahan internal dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk fokus dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-20 tahun depan. Dalam konferensi pers setelah bertemu dengan Presiden Jokowi, Infantino mengatakan bahwa Piala Dunia U-20 merupakan gelaran terbesar setelah Piala Dunia Qatar.

“Tahun depan, kita akan menggelar Piala Dunia U-20. Ini turnamen terpenting setelah Piala Dunia Qatar. Pemain-pemain terbaik (U-20) akan datang ke Indonesia, dan talenta mereka akan bersinar dari turnamen ini,” ujar Infantino.

Piala Dunia U-20 yang semula akan digelar pada 2021 diundur lantaran pandemi Covid-19 dan baru akan dihelat pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023 mendatang.

Ketika persiapan Piala Dunia U-20 terus dimatangkan, Tragedi Kanjuruhan terjadi. Komentar Menpora Zainudin Amali, sekaligus ketua pelaksana Piala Dunia U-20 tentang tragedi tersebut menunjukkan tidak ada rasa kepekaan terhadap korban. Zainudin mengatakan (2/10), semoga Tragedi Kanjuruhan tidak membuat Indonesia disanksi FIFA.

“Kenapa kita harus benar-benar bersiap, karena tim elit dunia akan datang ke Indonesia dan para pemain bintang dari seluruh dunia akan main ke Indonesia, dipastikan bahwa mereka bermain dalam kondisi aman dan nyaman, semua suporter bisa menikmati pertandingan dengan bahagia karena itulah kaidah sepakbola yang sesungguhnya,” ujar Vivin.

PSSI Offside

Sampai saat ini, PSSI belum menanggapi rekomendasi TGIPF yang ditujukan kepada mereka. Delapan poin rekomendasi TGIPF itu seharusnya menjadi perhatian PSSI untuk membenahi tata kelola sepakbola nasional.

Salah satu anggota TGIPF, Akmal Marhali mengatakan bahwa PSSI tidak melakukan apa-apa terkait Tragedi Kanjuruhan. PSSI lebih banyak berkilah di media dengan mengatakan mereka tidak bertanggung jawab, menyebut netizen tidak tahu apa-apa, dan menyebut Tragedi Kanjuruhan sebagai takdir Tuhan.

“PSSI tidak melakukan apa-apa dalam penanganan Tragedi Kanjuruhan. Mereka ‘kan membentuk tim pencari fakta, apa temuan mereka dan apa langkah-langkah yang harus dilakukan. Harusnya itu yang harus disampaikan,” ujar Akmal kepada Panditfootball melalui sambungan telepon.

Menurut Akmal, PSSI tidak memperhatikan 133 korban meninggal dunia dari Tragedi Kanjuruhan. PSSI hanya berfokus untuk melanjutkan liga, dan ini menunjukkan bahwa PSSI tidak mempunyai sense of crisis dan sense of responsibility.

“PSSI juga offside dengan membentuk tim transformasi pada tanggal 13 Oktober. Presiden Jokowi belum bertemu Gianni Infantino dan PSSI tiba-tiba sudah mengambil alih (dengan mengumumkan tim transformasi).”

Akmal juga menyebut bahwa rekomendasi yang sudah disusun oleh TGIPF harus tetap dikawal agar dijalankan dengan baik.

“Semua (lembaga yang disebut di rekomendasi) sudah jalan. Kemenkes, Kemensos, Kementerian PUPR, Kemenko PMK, bahkan polisi sudah siap menjalankan rekomendasi. Yang masih mencari sejuta alasan ‘kan PSSI,” tutup Akmal.

Komentar