Harus Menunggu Suara Siapa Lagi untuk Mundur, PSSI?

Berita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Harus Menunggu Suara Siapa Lagi untuk Mundur, PSSI?

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengumumkan rekomendasi dan kesimpulan investigasi Tragedi Kanjuruhan, Jumat (14/10). Salah satu rekomendasi mereka adalah meminta Ketua PSSI dan seluruh Komite Eksekutif untuk mundur.

Rekomendasi itu jelas dan tegas atas dasar investigasi yang TGIPF lakukan. Ada delapan poin kesalahan PSSI yang membuktikan bahwa mereka lalai, dan mundur adalah konsekuensi yang logis. Delapan poin itu adalah:

  1. Tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter;
  2. Tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku;
  3. Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga-1;
  4. Adanya keengganan PSSI untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden/ musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan;
  5. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI;
  6. Adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi conflict of interest di dalam struktur kepengurusan khususnya unsur pimpinan PSSI (Executive Committee) yang diperbolehkan berasal dari pengurus/pemilik klub;
  7. Masih adanya praktik-praktik yang tidak memperhatikan faktor kesejahteraan bagi para petugas di lapangan;
  8. Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pengendalian pertandingan sepakbola Liga Indonesia dan pembinaan klub sepakbola di Indonesia.

Tekanan untuk mundur mencapai gaungnya ketika TGIPF menyampaikan laporannya. Sebelumnya, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, menganggap bahwa pihaknya tidak bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan, serta ia ngotot tak mau mundur. Pria yang akrab disapa Iwan Bule itu bahkan menghindar dari jurnalis pasca TGIPF memanggil PSSI di kantor Kemenkumham pada 11 Oktober 2022.

Sonhadji, salah satu anggota Komite Eksekutif, bahkan berkomentar bahwa Tragedi Kanjuruhan terjadi karena kehendak Allah. “Tentunya ini di luar kehendak kita semua ini maksudnya ya kehendak Allah,” ujar Sonhadji dilansir dari Tempo.co.

Sebelum TGIPF melaporkan temuannya, PSSI mengaku bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan pada Kamis (13/10). Bentuk tanggung jawab itu bukan diimplementasikan dengan pengunduran diri ramai-ramai, melainkan dengan membentuk tim satgas transformasi sepakbola bersama FIFA dan AFC.

Bentuk tanggung jawab ini terasa aneh karena TGIPF yang memanggil PSSI dalam usaha mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan, belum memebeberkan temuannya kepada Joko Widodo (Jokowi), Presiden Indonesia. Padahal Jokowi sudah berhubungan langsung dengan Gianni Infantino, Presiden FIFA. Jokowi berbicara dengan Gianni melalui zoom pada 3 Januari 2022. Lalu, FIFA mengirim surat yang langsung ditujukan kepada Jokowi saat dua hari kemudian.

Surat itu berisi lima poin penting bagi perbaikan sepakbola nasional, yakni pembenahan infrastruktur, pembenahan sistem keamanan, pengaturan jam pertandingan, sosialisasi kepada suporter, dan membentuk tim ahli.

Dalam pertemuan tanggal 13 Oktober itu, PSSI juga sudah menetapkan bahwa Liga 1 akan dimulai pada 25/26 November 2022. Hal ini bertentangan dengan rekomendasi TGIPF.

TGIPF dalam laporannya menyebut bahwa pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepak bola profesional di bawah PSSI yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepak bola di tanah air.

PSSI jelas terlalu cepat dalam menetapkan langkah. Kurang dari satu bulan merupakan waktu yang jauh dari ideal untuk mempersiapkan hal yang diperlukan sebelum Liga berjalan.

Rekomendasi TGIPF merupakan panduan penting bagi PSSI untuk mengatur kembali tata kelola sepak bola Indonesia menjadi lebih baik. Rekomendasi itu sudah berdasar analisis yang tajam dan tepat di titik permasalahan.

Ketika TGIPF sudah memberi perintah mundur sebagai pertanggungjawaban moral, perlu dinantikan apa yang akan dilakukan oleh Ketua Umum PSSI dan jajaran Komite Eksekutifnya.

“Untuk pertanggungjawaban moral, silahkan masing-masing melakukan langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang berkeadaban,” pungkas Mahfud saat konferensi pers, Jumat (4/10).



Komentar