Bercermin dari Taylor Report Tentang Hillsborough

Cerita

by redaksi

Bercermin dari Taylor Report Tentang Hillsborough

Dari laman resmi Polri menyebutkan, sejauh ini sudah sebanyak 131 jiwa menjadi korban dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, (Sabtu (1/10). Tragedi ini pun menyerap simpati dari seluruh dunia. Media asing melakukan peliputan langsung dan beberapa suporter sepak bola di Eropa ikut berbelasungkawa.

https://www.instagram.com/reel/CjXkRmIPKQF/?utm_source=ig_web_copy_link

Kebanyakan media dan suporter asing menyalahkan pihak keamanan sebagai penyebab utama kematian para korban atas tembakan gas air mata. Namun pihak kepolisian berkilah bahwa ada alasan mengapa menembakan gas air mata ke arah tribun Stadion Kanjuruhan. Alasan utamanya sebagai pengamanan atas turunnya Aremania, julukan pendukung Arema, ke dalam lapangan.

“Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan jika semuanya taat aturan, kami juga aja melaksanakan dengan baik tapi ini ada sebab ada akibat”. Menurut Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta dilansir dari detikJatim, Minggu (2/10).

Alih-alih mengurai masalah, pihak PSSI tiba-tiba mengklaim menemukan botol-botol minuman keras di dalam Stadion Kanjuruhan pada beberapa waktu kemudian. “Banyak ditemukan botol minuman keras, botol kaca maupun botol plastik. Itu semua berjumlah 42 botol yang belum sempat diminum di dalam stadion” Ucap Erwin Tobing, Ketua Komite Disiplin PSSI, Selasa (4/10).

Alasan, keputusan, dan temuan-temuan pada insiden di Stadion Kanjuruhan ini mengingatkan kepada peristiwa Hillsborough pada 15 April 1989. Para pendukung Liverpool dituduh menjadi faktor utama dalam tragedi yang menewaskan 96 orang waktu itu. Saat itu, Liverpool bertanding melawan Nottingham Forest pada laga semifinal Piala FA. Namun pertandingan dihentikan ketika baru berjalan tujuh menit karena suporter berdesak-desakan dan terinjak-injak sehingga tribun stadion ambruk.

Polisi yang bertugas beranggapan bahwa insiden itu akibat dari suporter Liverpool yang mengkonsumsi alkohol berlebihan. Tuduhan yang dilayangkan ini membuat sakit hati para kerabat dan keluarga korban. Alhasil mereka mendesak pemerintah Inggris untuk melakukan investigasi secara terbuka dan independen.

Ratu Elizabeth dan Perdana Menteri Margaret Thatcher pun mengamininya dan memberikan perintah untuk melakukan pencarian kebenaran dari tragedi Hillsborough ini.

Kebenaran Untuk Sepakbola Inggris

Melalui Hon Douglas Hurd, Menteri dalam Negeri Inggris saat itu, yang sebelumnya melakukan investigasi tragedi Bradford, merekomendasikan Taylor dalam penanganan Insiden Hillsborough ini. Kemudian Taylor menjalankan tugasnya bersama Brian Johnson dan Leonard yang memiliki ahli di bidangnya masing-masing. Brian merupakan seorang Kepala Polisi di Lancashire dan Leonard merupakan seorang Profesor teknik mesin di University of Newcastle.

Pelaporan yang dilakukan oleh Taylor itu pun didukung oleh Wakil Ketua Panel Independen Hillsborough Deborah Glass, melanjutkan pengungkapan kasus yang telah menggantung selama beberapa tahun ini.

“Pendukung Liverpool sama sekali tidak bersalah dan untuk pertama kalinya kami akan mengungkapkan sejauh mana upaya untuk menutup-nutupi kasus ini untuk mencoreng nama mereka”. Dikutip dari laporan The Guardian yang berjudul Hillsborough disaster: watchdog to launch biggest ever inquiry into police.

Fokus permasalahan yang ditekuni oleh Taylor dan timnya adalah mengenai pengendalian massa dan keamanan di stadion. Upaya yang dilakukan dengan mendatangi 24 lapangan yang meliputi rugby, kriket, tenis, dan golf, untuk mengetahui kontrol kerumunan dan perilaku area di penonton. Langkah-langkah ini menjadi sumber penting bagi mereka untuk mendapatkan penggambaran secara langsung. Sebab langkah ini juga yang menghidupkan laporan-laporan yang sebelumnya sudah mereka kumpulkan.

Kemudian dalam draft laporan yang ditulis Taylor, bahwa ada kegagalan dan kelalaian petugas keamanan dalam tragedi Hillsborough itu. Jelasnya adalah imbas dari kegagalan tata kelola penangan dan taktik polisi dalam mengurai kerumunan. Sebab petugas keamanan tidak menghiraukan seberapa banyak pendukung Liverpool yang masuk ke dalam tribun yang berkapasitas kecil. Stadion hanya memiliki daya tampung sekitar 39 ribu penonton. Sementara menurut laman BBC, para suporter Liverpool yang datang mencapai sekitar 25 ribu.

Kepolisian South Yorkshire pun dituntut pertanggungjawabannya karena telah menyalahkan pendukung Liverpool sebagai pembuat kericuhan di Stadion Hillsborough. Tidak hanya kepolisian, Taylor juga mengungkapkan bahwa kejadian ini menjadi tanggung jawab para otoritas tertinggi dalam pelaporan terakhirnya.

Namun FA (federasi sepakbola Inggris) dan FL (yang sekarang menjadi English Premier League) mengaku bahwa ini bukan tugas mereka untuk memberikan panduan tentang masalah keamanan. “Tentu saja, Baik FA ataupun FL peduli untuk memastikan bahwa standar keselamatan penonton adalah prioritas yang harus diterapkan. Namun, dirasa tak satupun otoritas dalam hal ini harus bertanggungjawab untuk menetapkan standar keselamatan terperinci atau menegakkannya,” begitu timpalnya, dari apa yang telah ditulis dalam Taylor Report.

Lalu di dalam poin Police Planning dalam laporannya menjelaskan tentang pertimbangan dan mengkonsultasikannya dengan klub terkait dan seluruh perangkat pertandingan yang berisiko tinggi. Pertandingan berisiko tinggi itu direkomendasikan agar digelar lebih awal dari jam yang ditentukan.

Semisal laga dengan risiko tinggi pada awalnya digelar pada hari Sabtu, pukul 20.00 waktu setempat, maka pihak keamanan wajib mempertimbangkan dan merekomendasikan perubahan waktu menjadi pukul 15.30. Sedangkan jika pertandingan digelar dari waktu yang direkomendasikan, maka diselenggarakan di kemudian hari, yaitu Minggu.

Petugas keamanan yang menjaga pertandingan wajib diarahkan tentang pentingnya pencegahan dan antisipasi kepadatan suporter. Salah satu pencegahan dan antisipasinya adalah tidak diperbolehkannya masuk bagi suporter yang tidak memiliki tiket.

Petugas keamanan juga dijelaskan strategi dasar dalam penanganan untuk pertandingan sepakbola. Yang jelasnya adalah tidak menggunakan gas air mata untuk membubarkan suporter ketika dalam keadaan ricuh.

Tidak hanya itu, petugas keamanan juga wajib mengetahui kapan pintu stadion ditutup dan dibuka ketika mulai terdeteksi akan terjadi kericuhan. Hal itu agar meminimalisir resiko terjadinya kepadatan penonton yang di dalam stadion.

Lalu, suporter yang tidak memiliki tiket tidak diperbolehkan masuk dengan alasan apapun kecuali dalam keadaan darurat, seperti membludaknya penonton di area luar stadion dan mulai berpotensi kerusuhan. Petugas bisa saja memasukan suporter dengan catatan, situasi di dalam stadion pun memadai ditambah kapasitasnya.

Salah satu perubahan yang paling jelas adalah mengenai dihilangkannya tribun berdiri untuk penonton di seluruh Inggris Raya. Di sisi lain, suporter-suporter Inggris begitu membenci Margaret karena memberlakukan aturan-aturan yang menyempitkan ruang gerak di tribun stadion. Di antaranya adalah menelurkan kebijakan pendataan suporter oleh seluruh klub sepak bola di Inggris.

Pendataan itu ditambah dengan hak menonton pertandingan adalah hanya untuk pemilik member. Kebijakan ini membuat suporter merasa akan menghambat regenerasi mereka untuk mendukung tim kebanggannya. Sebab suporter pertandingan akan dihadiri oleh orang-orang yang itu-itu saja.

Suka atau tidak, inilah laporan yang dibahas oleh Taylor berdasarkan temuan-temuannya. Tapi kemudian inilah yang menjadikan kultur sepak bola di Inggris menjadi lebih ramah dan menyenangkan di mata dunia. Toh sampai sekarang tidak ada lagi peristiwa memilukan yang besar seperti Hillsborough atas kenyataan yang dijelaskan oleh Taylor bersama timnya.

Upaya Investigasi dari Semua Pihak

Dalam sanggahan otoritas tertinggi pada pelaporan terakhir dari Taylor, ini mengingatkan dengan apa yang disanggah PSSI dalam insiden di Kanjuruhan. Mochamad Iriawan sebagai Ketua PSSI pernah melontarkan kalimat seolah “cuci tangan” setelah didesak untuk mundur dari jabatannya oleh masyarakat dalam linimasa.

“Bagaimana mau mengaitkan dengan saya, di setiap pertandingan terdapat Panpel (panitia pelaksana pertandingan) yang harus bertanggung jawab, PT LIB pun diluar tanggung jawab. Ini semua tanggung jawab Panpel, memang begitu aturannya,” imbuhnya dalam laporan yang ditulis di Tempo.co.

Padahal Joko Widodo, Presiden Indonesia, telah menegaskan dalam konferensi persnya untuk mengevaluasi dan perbaikan prosedur pertandingan sepak bola sambil menghentikan sementara kompetisinya.

“Saya perintahkan kepada Menpora, Kapolri, dan Ketua Umum PSSI untuk melakukan evaluasi pelaksanaan dan prosedur pengamanan pertandingan sepakbola. Khusus untuk Kapolri, melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus tragedi Stadion Kanjuruhan. Saya perintahkan untuk menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan”. Ujarnya.

Jika Pemerintahan Inggris merekomendasikan pengusutan lebih lanjut dengan menunjuk Taylor, lalu bagaimana dengan Indonesia? Awalnya tim investigasi dibentuk terlebih dahulu oleh PSSI yang dipimpin oleh ketua umum langsung, yaitu Mochamad Iriawan yang kemudian diketuai Ahmad Riyadh.

Pengusutan ini seperti keliru ketika di kemudian hari Erwin mengklaim tim investigasi PSSI menemukan botol minuman alkohol di dalam Stadion Kanjuruhan.

Perkataan yang dilontarkan oleh Komdis PSSI itu dibantah Aremania. Mereka beranggapan bagaimana bisa botol masuk ke dalam stadion dalam penjagaan yang sangat ketat.

“Sangat tidak mungkin bisa membawa botol minuman beralkohol masuk ke dalam ke dalam stadion, korek gas saja disita apalagi botol minum beralkohol. Itu pernyataan yang tidak masuk akal”. Menurut Agus Babon, perwakilan Aremania, seperti yang dikutip dari CNN Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia sendiri mendirikan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) yang dipimpin Mahfud MD yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

https://www.instagram.com/p/CjP3DVMvG4_/?utm_source=ig_web_copy_link


Sudah hampir seminggu, TGIPF melakukan pencarian kebenarannya, mulai dari melihat langsung ke stadion, mereka ulang kejadian, hingga melakukan rapat dengar dengan para suporter.

Kurniawan Dwi Yulianto sebagai mantan pesepakbola yang tergabung dalam TGIPF, mengaku telah melakukan pertemuan dengan beberapa perwakilan suporter di kantor Menko Polhukam, Jakarta, Kamis (6/10). Para perwakilan suporter itu adalah Bonek, Banaspati, Balad Galuh Ciamis, K-Conk Mania, Persikabo, FDSI, Bombastik, dan SNEX Banten..

Pada pertemuan itu, Kurniawan mendapatkan banyak masukan dari para perwakilan suporter terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan itu. Meskipun Kurniawan tidak mengungkapkan apa saja masukan dari para perwakilan suporter tersebut.

“Hari ini kami (TGIPF) bertemu dengan teman-teman suporter, banyak unek-unek dan masukan yang mereka sampaikan. Nantinya, masukan tersebut akan didiskusikan dengan tim dan menjadi bahan evaluasi kami sebelumnya mendapatkan suatu kesimpulan,” Tutur Kurniawan.

Hanya saja Andie Peci, salah satu Bonek yang ikut pertemuan, mengungkapkan jika penyelidikan ini harus diusut hingga tuntas dan tidak hanya sekedar ‘selesai’.

“Kami (perwakilan suporter) memberikan tuntutan-tuntutan pokok apa yang harus dilakukan oleh TGIPF, secepat mungkin diselesaikan. Bukan sekedar selesai, harus terbuka, siapa yang bertanggung jawab, hukumannya apa dan yang halnya. Itu harus sesegera mungkin diputuskan,” kata Andi Peci dalam laman CNN Indonesia.

Sejauh ini, TGIPF mengaku mendapatkan kemudahan dalam penyelidikannya atas diumumkannya enam tersangka insiden Stadion Kanjuruhan. Hal ini diakui oleh Mahfud MD, “Pengumuman tersebut akan mempermudah investigasi yang dilakukan TGIPF yang dibentuk dengan Keppres 19/2022,” tulisnya di Twitter, Kamis (6/10).

Di sisi lain, tidak hanya dari otoritas tertinggi, Aremania pun membentuk tim independen guna mencari kebenaran. Yaitu dengan menggali dan mencari tahu fakta terkait jumlah data korban yang sebenarnya. Temuan mereka nantinya akan dikoordinasikan dan dicocokan dengan penyelidikan TGIPF. Artinya, penyelidikan ini juga dilakukan oleh hampir seluruh pihak termasuk suporter.

“Teman-teman kami (Aremania) sejak hari Minggu, setelah kejadian itu teman-teman kami sudah mulai bekerja. Kita sudah mendata korban-korban, baik yang terluka sampai yang meninggal dunia, kami juga sudah menginvestigasi karena apa bisa terjadi. Sehingga ada penetapan-penetapan tersangka, itu juga salah satunya dari desakan-desakan kami,” Ujar Dadang Indarto, selaku perwakilan dari Aremania yang berbicara di acara Mata Najwa.

Objektivitas dalam Mencari Kebenaran

Dari apa yang telah diselidiki oleh Taylor dan tim, seharusnya bisa menjadi rekomendasi bagi otoritas sepak bola dan pemerintah di Indonesia. Sebab kebenaran dan objektivitas harus dijunjung tinggi oleh tim yang melakukan investigasi. Ketika Taylor dijadikan kepala investigasi oleh Yudisial Inggris agar menghindari intervensi dari federasi dan pihak keamanan terkait, Indonesia justru sebaliknya.

Bagaimana Indonesia bersama federasinya, justru membuat tim investigasi oleh PSSI. Ini rasanya menjadi sesuatu yang menggelikan karena federasi akan menginvestigasi sesuatu peristiwa yang sebetulnya adalah bagian dari kebijakannya. Meskipun Iriawan menegaskan bahwa seluruh otoritas pertandingan diserahkan kepada operator kompetisi.

Sementara publik sepak bola di Indonesia memiliki harapan lebih terhadap TGPF dan tim investigasi independen lainnya seperti yang dibentuk oleh Aremania sendiri. Tentu diharapkan kebenaran dan objektivitas tim-tim itu haruslah transparan agar kejadian tak berulang dan meninggalnya suporter dalam peristiwa sepak bola bukanlah suatu kewajaran.

Komentar