Lotere Bernama Polla Gol (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chile Bagian 4 - Habis)

Cerita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lotere Bernama Polla Gol (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chile Bagian 4 - Habis)

Di bidang olahraga, Allende memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi masyarakat, khususnya kelas bawah untuk menikmati olahraga. Sepakbola amatir berkembang pesat karena klub-klub amatir menjadi salah satu basis massa politik. Kebangkitan ini sudah mulai terlihat pasca Piala Dunia 1962, di mana Chili menjadi tuan rumahnya. Menurut data sensus yang dikeluarkan oleh Departemen Olahraga dan Rekreasi Chile, pada 1969-1970, ada sekitar 50.000 pesepakbola amatir yang tergabung ke dalam klub-klub, yang mayoritas berasal dari kelas pekerja.

Ada sebuah asosiasi sepakbola amatir bernama National Association of Amateur Football (ANFA). Dalam perkembangannya, ANFA dianggap terlalu lembek, sehingga banyak klub lebih memilih bergabung dalam Agrupacion Nacional de Deportistas Aficionados de los Barrios atau ANDABA (dalam Bahasa Inggris berarti National Association of Barrios Sport) - Barrios dalam Bahasa Spanyol berarti lingkungan sosial. ANDABA berdiri pada 1952 dan sangat kental dengan perlawanan kelas pekerja dan mempunyai ikatan yang kuat dengan identitas lokal.

Klub-klub amatir didominasi oleh pemuda-pemuda yang melek politik. Beberapa klub ingin mengadopsi pendirian ideologi yang jelas, seperti pro-Kuba atau pro-Komunis. Bahkan, walaupun ada ANFA, mereka membuat organisasi tersendiri. Maka menjadi wajar ketika klub-klub amatir yang dihuni oleh kelas pekerja, terlibat dalam proyek pemerintahan Allende seperti pembangunan perumahan perkotaan.

Pada 1970, ANDABA berkembang sangat pesat. Organisasi itu menuntut agar mereka tergabung secara penuh ke dalam Asosiasi Sepakbola Chili secara resmi, sementara ANFA menolaknya. Hal ini menjadi bukti bahwa ANDABA berhasil memadukan olahraga dan politik menjadi suatu gerakan populis yang kuat.

Namun, semua itu berubah ketika Pinochet mengambil alih pemerintahan. Lapangan merupakan ruang publik yang penting bagi klub yang sudah terafiliasi dengan gerakan politik. Usaha-usaha untuk menaungi olahraga ke dalam satu payung kebudayaan yang sudah dirancang Pemerintahan Allende gagal.

Brenda Esley dalam Citizens and Sportsmen: Futbol and Politics in Twentieth-Century Chile menyebutkan bahwa pascakudeta, klub sepakbola dan asosiasi lainnya yang berafiliasi dengan pemerintahan koalisi Unidad Popular rentan diserang oleh kelompok kanan yang dikendalikan militer. Sebagai contoh, kelompok neofasis Patria y Libertad membanggakan serangannya terhadap pelukis mural dan mengancam akan membunuh siapa saja yang tertangkap. Media-media olahraga mencari jalan tengah agar mereka tetap bisa hidup.

Carlos Caszely memprediksi, pesepakbola yang apolitis akan dibebaskan oleh militer. Jurnalis olahraga dan dan direktur mencoba segala cara untuk mempertahankan statusnya. Ketika kudeta terjadi, majalah Estadio menurunkan berita tentang persiapan timnas Chili menghadapi Uni Soviet, bukan soal terjadinya kup.

Pinochet mencoba menggunakan sepakbola sebagai salah satu cara untuk mengkonsolidasikan kekuatannya. Salah satu kunci untuk melakukan hal itu adalah menggandeng Alberto Mela, Presiden ANFA yang baru. Setelah kudeta, para pimpinan ANFA dipersekusi dan selama Piala Dunia berlangsung, mereka masih berada di penjara, menjadi eksil, atau bersembunyi. Alberto Mela, bersama pimpinan baru yang lain, ditugaskan untuk berkampanye terkait posisi ANFA yang sudah berada dalam naungan militer.

Kampanye itu adalah untuk menandingi propaganda yang dibuat oleh para eksil yang didukung oleh simpatisan lain yang memprotes kediktatoran Pinochet saat Piala Dunia berlangsung. Di sisi lain, Jerman Barat merupakan pusat ujung tombak aktifitas Chile Solidarity Committee and the Socialist Work Collective. Komite solidaritas tersebut menggunakan Piala Dunia untuk menyiarkan keadaan buruk para tahanan politik dan keadaan di Chili ke seluruh dunia.

Para aktivis itu menggunakan slogan “Chile Si, Junta No!” (Chile Yes, Junta No). Salah satu keberhasilan kampanye mereka adalah ketika sebelum pertandingan antara Chili melawan Australia, mereka berhasil masuk ke tengah lapangan dengan membawa spanduk bertuliskan “Chile Socialista.”

Sebagaimana para diktator di Amerika Latin yang gemar menggunakan sepakbola sebagai alat politik, Pinochet pun menjadi Presiden Kehormatan klub Colo Colo, dan menggunakan uang pemerintah untuk merenovasi Estadio Monumental. Uniknya, Colo Colo diperkuat oleh Carlos Caszely.

Caszely sempat menolak ketika ia ingin dijual ke klub Brasil, Santos, seharga 130.000 dolar lantaran manajemen Colo Colo tak berkomunikasi dengannya terlebih dahulu. Di lapangan, ia juga menolak menggunakan bantalan tulang kering lantaran ia menganggap pelindung itu memperlambat langkahnya.

Colo Colo begitu populer di kalangan kelas pekerja. Namun demikian, Pinochet justru menerapkan kebijakan yang menjauhkan sepakbola dari kelas pekerja.

Pertandingan malam ditiadakan dengan alasan jam malam dan pembiayaan lampu stadion yang mahal. Menurut Brenda Esley, alasan pudarnya sepakbola di Chile tidak selalu jelas - apakah karena kesulitan ekonomi, represi aparat, atau tindakan pencegahan yang diambil oleh klub sendiri. Ketiadaan pertandingan sepakbola saat malam hari membuat orang-orang harus berada di rumah setiap malam. Klub yang tidak ingin berhubungan dengan negara memilih keluar dari turnamen.

Kebijakan meniadakan pertandingan malam membuat sepakbola Chili lesu. Untuk membangkitkan kembali gairah sepakbola dan di sisi lain untuk menambah pemasukan negara, pada 1975 Pinochet melegalkan sistem lotere yang ia sebut sebagai Polla Gol. Secara sederhana, Polla Gol merupakan sistem lotere di mana pemainnya menebak hasil pertandingan sepakbola. Lotere itu berkembang pesat. Pada 1979, jika dirata-rata, satu dari enam penduduk Chili memainkan Polla Gol, yang membawa keuntungan sebesar 1.5 juta dolar per minggu bagi negara.

Polla Gol menjadi candu di tengah situasi ekonomi yang sulit bagi masyarakat. Antusiasme orang menonton sepakbola memang meningkat, namun itu bukan sejenis antusiasme dukungan terhadap klub kesayangan, melainkan lebih karena mendukung tim yang dianggap menguntungkan ketika mereka bertaruh dalam Polla Gol.

Dalam penelitian berjudul Sport Policy in Chile, Gonzalo Bravo dan Jorge Silva menyebut bahwa sistem lotere ini telah meraup uang dalam jumlah besar bukan hanya pada sepakbola saja. Pada 1980-an, 80% alokasi dana untuk olahraga berasal dari sistem lotere itu.

Salah satu ciri yang paling menonjol dari keberhasilan sistem Polla Gol adalah peningkatan jumlah infrastruktur olahraga. Lebih dari 40% pendapatan dari sektor judi digunakan untuk membiayai olahraga. Tak heran di masa Pinochet, pertumbuhan jumlah infrastruktur olahraga meningkat 300%.

Di masa pemerintahan Pinochet, prestasi timnas Chili tak mentereng. Di Piala 1974, Chili tak lolos ke babak knock out setelah hanya menempati peringkat tiga grup A. Di edisi 1978 dan 1986 mereka tak lolos. Pada Edisi 1982, mereka babak belur di fase grup dengan menelan tiga kekalahan. Pada 1990, mereka didiskualifikasi di babak kualifikasi karena ulah konyol kiper mereka, Roberto Rojas.

Prestasi terbaik Chili selama Pinochet berkuasa adalah menjadi runner up Copa America edisi 1987 setelah dikalahkan Uruguay 1-0.

Pada 1988 diadakanlah referendum untuk memutuskan apakah Pinochet masih terus berkuasa atau harus turun. Hasilnya, 55% suara memutuskan bahwa Pinochet harus lengser. Pada 11 Maret 1990, Pinochet resmi lengser. Namun demikian, itu tak membuatnya segera diadili atas kejahatan yang telah dilakukan selama berkuasa.C

Komentar