`Kakek dan Nenek` Pun Tetap Bisa Merayakan Sepakbola

Cerita

by redaksi

`Kakek dan Nenek` Pun Tetap Bisa Merayakan Sepakbola

Selepas ashar, di sebuah lapangan yang sisi selatannya berbatasan dengan jalan raya, hanya di antarai oleh tembok setinggi dua meter, dua tim sedang bertanding. Satu tim memakai jersei merah dan lawannya memakai jersei kuning dengan sedikit ornamen hitam - yang mengingatkan pada tim Borussia Dortmund.

Gerak para pemain itu tak selincah anak-anak muda. Gerak mereka sudah melambat. Lari mereka pendek-pendek. Ada yang sesekali memegangi lutut sambil terengah-engah dan ada pula yang meminta kode kepada rekannya yang duduk di pinggir lapangan untuk segera menggantikannya. Namun, antusiasme mereka masih seperti para remaja.

Itu pertandingan khusus bagi tim yang anggotanya berada di atas umur 40 tahun yang, tentu saja, bermain untuk bersenang-senang. Mereka tak ambil pusing kalau ada yang menyebut mereka sebagai “tim kakek-kakek.”

Gerak yang lambat, perut yang makin membuncit, dan kecepatan yang menurun merupakan hal yang wajar terlihat dalam fun football, terutama bagi mereka yang berusia di atas 40. Selain untuk berolahraga, ajang fun football ini juga menjadi ajang pertemuan dan rekreasi setelah suntuk bekerja.

Di level profesional, kemampuan pemain yang mulai mendekati usia 40 mulai menurun. Namun, beberapa pemain justru masih bisa tampil di level elit.

Di Indonesia, sebut saja Maman Abdurrahman dan Tony Sucipto yang saat ini masih membela Persija Jakarta. Slamet Nurcahyo, Beto Goncalves, dan Esteben Vizcarra masih menjadi andalan Madura United.

Di Jepang, ada seorang pemain yang dikenal karena tetap bermain di divisi keempat di usianya yang memasuki 56 tahun. Pemain itu bernama Kazuyoshi Miura. King Kazu, demikian ia sering disebut, memperpanjang kontraknya dengan tim Suzuka Point Getters pada Januari 2022.

Bagi seorang yang bergelut di sepakbola, usia 56 idealnya sudah tak lagi menjadi pemain. Namun, bagi King Kazu, usia hanyalah angka.

Pada umumnya, bagi orang berumur lebih dari 40 tahun, bermain sepakbola terasa sangat menguras tenaga. Namun demikian, sebenarnya ada manfaat yang diperoleh dengan bermain sepakbola.

Ada kecenderungan bahwa kita akan meninggalkan hal yang dulu kita sukai, karena kita pernah yakin bisa hidup dari dunia itu. Sepakbola tanpa terkecuali. Banyak orang-orang yang secara perlahan meninggalkan sepakbola dan tak pernah lagi bersinggungan dengan sepakbola dengan berbagai sebab, seperti pekerjaan, keluarga, atau menemukan hobi baru.

Orang-orang semacam ini menikmati sepakbola hanya dengan menonton dari televisi ataupun ketika anak-anak mereka minta ditemani bermain sepakbola di halaman rumah atau di lapangan.

Biasanya, ketika mereka bermain sepakbola lagi di lapangan, sentuhan mereka tak akan sama lagi - padahal mungkin mereka dulu adalah pemain yang cukup berbakat.

Orang-orang yang sudah berumur 40-an, rata-rata memiliki hobi olahraga yang bersifat individu, seperti berlari dan berenang. Namun, banyak pula yang tetap bermain sepakbola.

Keuntungan lain bermain sepakbola di usia 40-an adalah menghemat waktu. Dalam sebuah pertandingan, setiap pemain pasti berlari, berpindah, dan melakukan gerakan tubuh lain - yang barangkali tidak dirasakan saat berolahraga selain sepakbola.

Bermain sepakbola juga meningkatkan perasaan sosial karena sepakbola bagaimanapun dimainkan secara berkelompok, dan itu berpengaruh terhadap kondisi mental pemainnya. Kedekatan dengan rekan satu tim (yang biasanya juga rekan di luar urusan sepakbola) semakin lekat di momen-momen tertentu, seperti saat terjadinya gol. Proses merayakan terciptanya gol akan meningkatkan keakraban yang sudah terjalin.

Dikutip dari The Guardian, laki-laki atau perempuan paruh baya maupun yang berumur 60 tahun ke atas jika bermain sepakbola, akan mendapatkan manfaat psikologis, mental, dan sosial. Namun demikian, karena umur yang memang sudah tak muda lagi, ada aspek-aspek teknis yang harus dipersiapkan.

Seseorang yang berumur di atas 40 tahun rasanya sulit bermain selama 90 menit - apalagi yang sudah mencapai 50 tahun ke atas. Masih dari The Guardian, solusi untuk para “orang tua” ini adalah dengan menggunakan ukuran lapangan yang kecil, di mana ukuran gawangnya pun menyesuaikan. Hal ini, bila dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi peluang turnamen bagi para kakek dan nenek, yang bisa diolah menjadi potensi rekreasi yang cukup menjanjikan, seperti yang tergambar dalam Walking Football.

Baca Juga: Walking Football: Sebab Main Bola Bisa Dinikmati dengan Jalan Kaki

Walking Football adalah permainan sepakbola yang dimainkan oleh para "kakek dan nenek." Untuk laki-laki, batasan umur untuk ikut serta dalam Walking Football adalah di atas 50 tahun, sedangkan untuk perempuan di atas 40 tahun.

Umur tersebut diklasifikasi lagi. Untuk laki-laki ada tiga kategori, yakni 50 (50-59 tahun), 60 (60-69), dan 70 (70+). Untuk perempuan juga dibagi menjadi tiga kategori, yakni 40 (40-49), 50 (50-59), dan 60 (60+).

Jangan bayangkan peraturan Walking Football sama seperti permainan sepakbola pada umumnya. Seperti namanya, Walking Football adalah permainan sepakbola yang dimainkan dengan berjalan. Jika seorang pemain berlari, maka ia dianggap melakukan pelanggaran.

Walking Football dimainkan menggunakan dua gawang kecil, dan 6 vs 6 - namun tergantung ketersediaan pemain.

Walking Football diinisiasi oleh John Croot pada 2011 di Chesterfield, Inggris. Walking Football sudah mempunyai federasi bernama The Walking Football Association (The WFA), yang diresmikan pada Desember 2016. Tujuan The WFA adalah mempromosikan dan memfasilitasi Walking Football sebagai olahraga amatir di seluruh Inggris, yang bermuara pada rekreasi, latihan fisik, dan kompetisi.

Menurut data yang dikeluarkan The WFA, ada lebih dari 1.500 tim Walking Football di seluruh Inggris dengan lebih dari 60.000 partisipan. Selain itu, Walking Football juga sudah dimainkan di lebih dari 55 negara.

Meski baru diresmikan pada 2016, The WFA sudah sangat tertata. Mereka menyelenggarakan kompetisi yang berjenjang, mulai dari tingkat nasional hingga akar rumput (grassroot). Bahkan, mereka memberi penghargaan grassroot award, yakni memberi penghargaan individual dan grup pada mereka yang bermain di wilayah sub-urban.

Munculnya Walking Football menjadi bukti bahwa sepakbola bisa dimainkan dengan cara yang berbeda, dan dirayakan oleh siapa saja tanpa batasan usia.

Komentar