Sebuah Trik Bernama Diving

Cerita

by redaksi

Sebuah Trik Bernama Diving

Sepakbola adalah sebuah pertunjukan, di mana sebuah pertandingan memiliki unsur hiburan sekaligus menyenangkan penonton. Unsur itulah yang mengikat penonton untuk tertarik dan larut dalam pertandingan.

Dalam permainan sepakbola, banyak aksi yang menuai kontroversial, salah satunya adalah diving. Diving adalah aksi di mana pemain menjatuhkan diri untuk mendapatkan sebuah keuntungan dari belas kasih wasit. Diving merupakan aksi yang dikutuk masal dan kata licik selalu melekat dalam praktik tersebut.

Diving merupakan aksi yang sangat mencederai sportivitas. Namun, saat mengesampingkan unsur kelicikannya, diving memerlukan keahlian khusus dalam mempraktikkannya. Tidak semua pemain mampu menciptakan aksi ini seperti terkesan “nyata”. Nyata dalam artian seperti layaknya pelanggaran sah.

Dalam regulasinya, pemain yang kedapatan melakukan diving akan dijatuhi sanksi berupa ganjaran kartu kuning secara langsung oleh sang pengadil lapangan, karena hal itu sudah mencoreng marwah sportifitas pertandingan. Dalam laporan Washington Post di tahun 2017, Sam Allardyce pernah memberikan usulan kepada FA (Federasi Sepakbola Inggris) untuk memberikan sanksi kepada pemain yang kedapatan melakukan aksi diving dengan mengeluarkannya dari lapangan untuk beberapa menit ke depan atau dalam istilahnya “Sin Bin”.

Usulan tersebut disetujui oleh federasi namun tidak diterapkan di peraturan untuk Liga Inggris. FA menganggap usulan itu tidak berarti pertandingan itu dilakukan secara jujur, alhasil usulan yang diberikan oleh Allardyce hanya diujicobakan untuk kasta bawah liga di Inggris saja.

Aksi diving layaknya parasit, jika tidak dibasmi hingga akar maka ia akan menjalar dan semakin meradang dan aksi ini terus-menerus terjadi seperti tidak pernah hilang walaupun sudah ada peraturan jelas mengenai perbuatan ini.

Namun saat ini terjadi standarisasi ganda dalam aksi diving: jika yang melakukan aksi tersebut merupakan pemain belakang yang hendak melindungi bola maka aksi tersebut disebut hal biasa, tetapi jika yang melakukan hal tersebut adalah seorang penyerang atau pemain yang sedang melakukan serangan maka hal itu akan diganjar dengan kartu kuning.

Ini yang harus dijelaskan dalam upaya untuk menghilangkan kelicikan ini. Masih lekat dalam ingatan, aksi diving yang dilakukan oleh David Luiz kala Chelsea berjumpa Manchester United. Ia terjatuh di area bertahannya sendiri, lebih jelasnya dekat posisi sepak pojok. Dalam keadaan timnya menang 1-0, ia menjatuhkan diri saat pemain Manchester United (Rafael) mencoba mengambil bola darinya. Rafael dinyatakan melakukan pelanggaran dan tanpa basa-basi Howard Webb yang saat itu menjadi wasit utama, memberikan ganjaran kartu merah kepadanya.

Setelah “mengerang” kesakitan, Luiz malah memberikan senyuman ke arah penonton. Hal licik lini ia pertontonkan demi mempertahankan kemenangan timnya.

Semestinya harus ada peraturan yang tegas untuk pemain yang melakukan diving di lapangan. Jika belum ada ketegasan aturan saat pertandingan, diving akan terus ada dan tidak akan hilang.

Tonggak Popularitas Aksi Diving

Jurgen Klinsmann disebut sebagai “bapak diving” lewat aksinya di Piala Dunia 1990 yang mempertemukan Argentina dengan Jerman.

Pedro Monzon, yang tengah membayangi Klinsmann, mengambil keputusan untuk memberikan tekel saat Klinsmann akan menembus pertahanan Argentina. Klinsmann menemukan kesempatan menjatuhkan diri untuk mendapat keuntungan.

Kesialan hadir dalam diri Pedro Monzon. Ia baru saja dimasukkan di babak kedua namun tak berselang lama ia sudah dihadiahi kartu merah oleh sang pengadil lapangan. Bukan hanya satu kartu merah saja yang didapat Argentina di pertandingan itu, mereka harus bermain dengan 9 pemain setelah Gustavo Dezotti juga diusir keluar setelah melanggar Voller di kotak penalti. Andreas Brehme sebagai algojo tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Gol semata-wayangnya itu menjadi penentu Jerman juara di gelaran Piala Dunia 1990.

Fokus bukan pada Jerman yang meraih gelar Piala Dunia, tetapi pada aksi yang dilakukan oleh Jurgen Klinsmann. Ia menjadi sorotan media-media karena aksi diving-nya itu. Selepas kejadian itu, ia mendapatkan julukan sebagai Jurgen si penari disco.

Mulai dari titik itulah aksi menjatuhkan diri menjadi bagian dari sebuah pertunjukan sepakbola, dengan segala polemik yang melekat padanya. Makin hari, diving seperti terus disempurnakan oleh para pemain di lapangan, kesampingkan sejenak perihal diving sebagai kelicikan sepakbola.

Diving Adalah Keterampilan Berakting di Atas Lapangan

Tidak semua pemain mampu melakukan aksi ini secara smooth (mulus). Menentukan waktu yang pas untuk terjatuh agar diving terlihat “nyata” sebagai pelanggaran dan bukan rekayasa adalah hal yang tidak mudah. Penempatan untuk melakukan aksi juga harus diperhitungkan.

Seperti Brad Pitt yang menyayat kulit kepala tentara musuhnya dalam film Inglourious Basterds dengan begitu pandai seakan aksi tersebut seperti sudah biasa ia lakukan, Luis Suarez selain terkenal dengan ketajamannya sebagai penyerang juga pantas untuk mendapatkan piala untuk kategori akting terbaik.

Ada juga Arjen Robben yang kerap bermain akting di atas lapangan dan jangan lupakan seorang Brasil yang gemar melakukan gocekan-gocekan dan diakhiri dengan terjatuh, Neymar JR. Mereka adalah para pemeran akting di atas lapangan.

Sebagai contoh lagi adalah Ramires, yang saat itu berseragam Chelsea, pada 9 November 2013. Chelsea berjumpa West Bromwich Albion. Ia berhasil mengelabui wasit dengan terjatuh di kotak penalti. Wasit menghadiahi kartu kuning untuk Steven Reid dan wasit memberikan penalti untuk Chelsea. Saat itu Chelsea hampir kalah dari West Bromwich 2-1, namun karena kelicikan Ramires di akhir babak kedua, Chelsea jadi terselamatkan dengan menyamakan kedudukan.

Ikhtiar Sepakbola Untuk Menghilangkan Diving

Penelitian yang berjudul To dive or not dive in the penalty area? The questionable art of deception in soccer yang diterbitkan pada 2018, mencoba melihat bagaimana diving terjadi di dalam kotak penalti, dengan partisipannya adalah wasit. Penelitian tersebut dikumpulkan dari 339 pertandingan di divisi 1 liga di Israel yang dibuat menjadi 160 video.

Terdapat 19 wasit dengan rata-rata pengalaman menjadi pengadil lapangan selama 12 tahun. Dari 339 pertandingan yang disaksikan oleh para wasit tersebut, terjadi sebanyak 468 kali kontak kontak fisik yang diakhiri dengan aksi jatuh (diving) di dalam kotak penalti.

Kesimpulan yang didapat dalam penelitian itu adalah ada peran penting seorang pelatih dalam menerapkan pemahaman kepada sang pemain untuk tidak melakukan aksi tercela itu, walaupun bisa mendapatkan keuntungan tetapi hal itu sudah melanggar sportivitas permainan. Selain untuk para pemain, dalam penelitian ini pun, memberikan pandangan bahwa wasit sebagai pengambil keputusan harus lebih jeli untuk mengamati kontak fisik yang terjadi.

Terkadang wasit pun bingung ketika menemui aksi ini di lapangan, rasa bingung pasti melanda sang wasit, terlebih jika perbuatan tersebut terjadi saat pemain berdekatan dan sudut pandang wasit tertutupi oleh pemain lain. Untungnya karena sifat sepakbola yang dinamis, maka akan terus memiliki penyesuaian serta kemudahan untuk semua, termasuk wasit.

Teknologi sepakbola yang terus berkembang salah satunya yaitu VAR (video assistant referee). Adanya teknologi ini untuk meminimalisir keputusan yang ambigu atau sesuatu hal yang sulit untuk diambil keputusannya. Semisal terjadinya pelanggaran yang tidak dalam jangkauan wasit, ia bisa memberhentikan sejenak pertandingan dan berlari ke pinggir lapangan untuk melihat rekaman video pertandingan di layar yang telah disediakan.

Hal itu pun memungkinkan wasit melihat kejadian (diving) yang telah dilakukan oleh pemain. Jika benar melakukan diving, maka tidak segan wasit akan mengganjarnya dengan kartu kuning. Sepakat atau tidak sepakat, diving merupakan bumbu dalam pertandingan sepakbola.

Komentar