Membayangkan Liga 1 Musim Depan Tanpa Persipura dan Persiraja

Analisis

by Redaksi2022

Redaksi2022

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Membayangkan Liga 1 Musim Depan Tanpa Persipura dan Persiraja

Liga 1 2021/22 tersisa delapan dari 34 pekan. Dalam pekan-pekan krusial ini, tim-tim yang berada di zona degradasi berlomba-lomba keluar dari keterpurukan. Mereka punya misi: tidak terlempar ke Liga 2.

Sebanyak 18 tim yang berlaga, enam tim papan bawah menarik untuk disorot. Tiga tim yang selangkah lebih tinggi, yakni PSM Makassar (13), Persikabo 1973 (14), dan Barito Putera (15) berusaha mempertahankan posisi agar tidak terperosok ke jurang degradasi.

Meski posisi Barito lebih bawah, mereka mulai meraih tren positif dengan menyapu bersih tiga pertandingan terakhirnya. Tim berjuluk Laskar Antasari itu mengalahkan PSIS Semarang (1-2), Persipura (3-0), dan Persela Lamongan (2-4).

Berbeda dengan PSM yang justru mencatatkan hasil terburuk dalam tiga laga terakhir. Tim asuhan Joop Gall itu kalah dari Borneo FC (0-1), Persikabo (3-0), serta Persita Tangerang (0-2). Rentetan kekalahan itu semakin memperkecil jarak PSM dengan tim di bawahnya.

PSM beruntung masih berada lebih jauh dari tepi bawah. Tiga kekalahan beruntun, hanya memperkecil jarak. Mengingat tim berjuluk Juku Eka itu meraih enam kemenangan di pekan-pekan sebelumnya.

Bagaimana dengan Persikabo? Posisi tim asal Bogor berada di tengah-tengah antara PSM dan Barito. Dari ketiganya, selisih gol Persikabo terbilang lebih baik. Selama 26 laga, mereka bukukan 35 gol dan kebobolan 36 gol.

Namun yang pasti, masing-masing dari mereka akan menghadapi ujian yang cukup berat di pekan ke-27. PSM akan hadapi Persib Bandung, Persikabo bertemu PSS Sleman, dan Barito menjamu Persija Jakarta. Jika ingin tetap berada di zona aman, satu-satunya cara adalah menyapu bersih tiga poin, dan berharap tim-tim zona degradasi tidak raih poin.

Saling Terkam di Zona Degradasi

Persipura Jayapura, Persela, dan Persiraja Banda Aceh harus berusaha ekstra demi mengamankan posisi di Liga 1. Seandainya gagal memenuhi harapan, ketidakhadiran mereka akan tergantikan oleh Persis Solo, RANS Cilegon, dan Dewa United yang sudah dipastikan promosi ke divisi teratas sepakbola Indonesia.

Dari tiga tim papan terbawah, Persiraja kemungkinan mustahil untuk naik ke posisi aman. Tim berjuluk Laskar Rencong berada di dasar klasemen dengan raihan 12 poin. Angka itu terpaut tujuh poin dari Persela dan 10 poin dari Persipura.

Padahal, Persiraja telah merombak skuad saat jeda bursa transfer Januari lalu. Sebanyak 11 pemain keluar dan digantikan 13 pemain anyar. Jumlah rekrutan tersebut, menjadikan Persiraja sebagai tim paling sibuk di jendela transfer.

Rupanya pemain baru tidak bisa memenuhi target keluar dari dasar klasemen; mereka hanya mampu meraih satu kemenangan dan satu imbang dari tujuh pertandingan. Nama-nama seperti Bruno Dybal, Andika Kurniawan, Jabar Sharza, hingga Assanur Rijal yang baru didatangkan, tidak mengubah nasib Persiraja.

Nasib Persiraja semakin kelam, ketika delapan pemainnya tidak bisa bermain. Sebanyak empat pemain terjangkit COVID-19, sementara empat lainnya cedera. Paulo Henrique, pemain paling subur di Persiraja dengan koleksi enam gol, justru harus bergelut dengan cedera.

Di atas Persiraja ada Persela yang melakukan pergantian pelatih dari Iwan Setiawan kepada Jafri Sastra sejak 20 Desember 2021. Ia pun mendapatkan hasil buruk bersama Persela sehingga mengundurkan diri hari ini, Senin (21/2). Di waktu yang sama, Persela juga mengumumkan direktur teknik baru, yaitu Gustavo Lopez.

Persipura juga dilanda krisis hasil positif sehingga Jacksen F. Tiago digantikan Alfredo Vera pada 21 November 2021. Sejak ditangani Alfredo, sebanyak empat kemenangan, lima imbang, dan empat kekalahan dihasilkan dari 13 laga sampai pekan ke-26.

Di masa-masa awal mengarsiteki Persipura, Vera memenangkan laga melawan Persikabo dan disusul kekalahan dari Bhayangkara FC. Pasca dua pertandingan itu, Persipura tak terkalahkan lima pertandingan. Namun, dua kekalahan beruntun selanjutnya, membuat tim berjuluk Mutiara Hitam ini tersungkur ke zona degradasi.

Laga selanjutnya, Persipura akan menjamu Madura United yang bertengger di posisi 12, Senin (21/2). Jika Persipura ingin menyamai poin (25) dan melewati posisi Barito, mereka harus menyabet tiga poin dan cetak lebih dari lima gol.

Terancam Tanpa Wakil Papua dan Sumatera

Jika belum kunjung meraih hasil baik, Persipura dan Persiraja terancam harus angkat kaki dari Liga 1 musim 2022/23. Persipura adalah langganan peserta liga Indonesia kasta teratas. Sementara Persiraja kembali promosi ke Liga 1 musim 2020/21.

Sebenarnya Persiraja sudah memastikan bisa bermain di musim 2019/20. Belum genap empat laga, Persiraja terpaksa mengalah saat kompetisi terhenti sebab gelombang pertama COVID-19.

Selain itu, keduanya juga merupakan satu-satunya wakil dari Pulau Papua serta Sumatera. Seandainya usaha bertahan di Liga 1 sirna, Papua dan Sumatera tidak punya perwakilan tim di divisi teratas sepakbola Indonesia ini. Rasanya aneh jika keduanya tidak meramaikan lagi kompetisi, apalagi bagi masyarakat Papua dan Sumatera itu sendiri.

Selama 28 tahun, Persipura telah lama hinggap di divisi teratas sepakbola Indonesia dari mulai Liga Djarum, Liga Super Indonesia, sampai Liga 1 sekarang. Terakhir kali Persipura degradasi adalah 1989 sebelum kembali promosi pada 1994. Tepatnya saat peleburan kompetisi antara perserikatan dan galatama.

Tahun 1989 memang menjadi waktu yang kelam bagi Persipura. Mereka tidak berdaya di hadapan tim Wilayah Barat. Terlebih, pada pertandingan pamungkas, Persipura ditaklukan oleh PSDS Deli Serdang dengan skor 0-2.

Padahal saat itu, Persipura adalah harapan satu-satunya masyarakat Papua di skena sepakbola nasional. Perseman Manokwari, tim lain asal Papua, telah lebih dulu tersingkir dari divisi utama Perserikatan.

Persipura pun menjalani liga kasta kedua dengan berat hati. Sebelum akhirnya, keajaiban mulai muncul: generasi emas ‘86 membela Persipura. Mereka menjadi cikal bakal kebangkitan Persipura usai masa kelam.

Awalnya, generasi ‘86 menjuarai kompetisi Pembibitan Olahragawan Pelajar (PPLP) 1990 se-Indonesia. Sejak itu, Ferdinando Fairyo, Izak Fatari, Ritham Madubun, Nando Fairyo, Ronny Wabia, Yacob Rumayom, Chris leo Yarangga, David Saidui, Ramses Rumbekwan, Yohanes Bonai, Abdul Aji Mayor, Carolino Ivakdalam, Aples Tecuari, dan lainnya dilibatkan dalam skuad Persipura. Namun, usahanya untuk membawa Mutiara Hitam kembali ke divisi utama belum kunjung berhasil.

Setelah sempat gagal, mereka diminta fokus mengikuti Pesta Olahraga Nasional (PON) XIII September 1993 membawa nama Papua. Rupanya Ferdinando dan kolega berhasil menyabet medali emas di cabang olahraga sepakbola.

Tiga bulan kemudian, rombongan PON 1993 yang melibatkan generasi ‘86, membayar kegagalan masa lalu dengan membawa Persipura promosi lagi ke Divisi Utama kompetisi peleburan Perserikatan dan Galatama. Masyarakat Papua bahagia bukan main saat tim kebanggaannya kembali berjaya.

“Setelah kita berhasil kembali promosi, semua orang mulai kembali memenuhi [stadion] Mandala. Itu menjadi sebuah kebanggaan dan momen bersejarah bagi kami yang berjuang dari masa degradasi," ungkap Ferdinando kepada Indosports.

Sumber: Suara Papua

Berbeda halnya dengan Persiraja, mereka kerap kali keluar - masuk divisi utama sepakbola Indonesia. Persiraja pertama kali bermain di Divisi Utama Liga Indonesia 1994. Bahkan, Persiraja menuai capaian terbaik usai mampu finis di posisi ketiga musim 1997/98.

Sayangnya tahun 2001, Persiraja terdegradasi setelah finis di posisi 12. Mereka pun menghabiskan tiga musim selanjutnya di kasta kedua, sebelum bencana Tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004. Bencana tersebut merenggut ratusan ribu nyawa, termasuk Irwansyah, penyerang kepunyaan Persiraja.

Di musim 2004, begitu gelombang Tsunami datang, Irwansyah tiba-tiba menghilang. Hingga kini, jasadnya tidak ditemukan. Namun, namanya tidak pernah dilupakan masyarakat seantero Aceh.

Irwansyah pertama kali masuk jajaran skuad Persiraja dalam usia 20 tahun pada 1994. Dalam musim debutnya, ia membukukan 17 gol di Divisi Utama Liga Indonesia 1994. Di musim-musim selanjutnya, Irwansyah terbilang masih produktif dengan mencetak 18 gol dan 13 gol.

Persiraja berusaha memulihkan penderitaan usai striker andalannya hilang. Setidaknya, Laskar Rencong finis di urutan kedelapan zona barat Divisi Satu 2004.

Memasuki musim 2008/09, Persiraja kembali degradasi. Bukan hanya Persiraja, PSDS Deli Serdang dan PSSB Bireun juga terpaksa turun tangga. Pasalnya, ketiganya terhitung memiliki segi finansial yang buruk dan posisinya berada di bawah peringkat ke-10.

Persipura, Persela, dan Persiraja hanya perlu menunggu waktu, kapan mereka akhirnya degradasi. Bagi Persipura, ini adalah ancaman yang serius, mengingat mereka sudah bertahan 28 tahun tanpa terjun ke divisi bawah. Sementara Persiraja lagi-lagi harus merasakan keluar dari divisi teratas sepakbola Indonesia.

Jika Persipura, Persela, dan Persiraja degradasi, posisi mereka akan digantikan Persis, RANS, dan Dewa. Ketiganya akan menambah deretan tim-tim dari Pulau Jawa. Sedangkan Papua dan Sumatera harus rela tanpa perwakilan.

Sumber foto: Twitter Liga1Match

Komentar