Timnas Indonesia Batal Ikut Piala AFF U-23 2022

Berita

by Redaksi2022

Redaksi2022

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Timnas Indonesia Batal Ikut Piala AFF U-23 2022

Jelang Piala AFF U-23 2022 yang tinggal menghitung hari, Tim Nasional (Timnas) Indonesia mengumumkan pengunduran diri. Penyebabnya, beberapa pemain terjangkit COVID-19, tengah masa inkubasi, dan ada juga yang menderita cedera.

Para pemain yang positif COVID-19 adalah Ronaldo Kwateh, Muhammad Ferrari, Braif Fatari, Taufik Hidayat, Irfan Jauhari, Ahmad Figo Ramadhani, dan Cahya Supriyadi. Sementara, Alfeandra Dewangga, Genta Alparedo, Muhammad Kanu Helmiawan, serta Marselino Ferdinan sedang menjalani masa inkubasi karena berada satu ruangan dengan para pemain yang terjangkit.

Dalam rilis resminya, PSSI turut menjelaskan bahwa Gunansar Mandowen, Ramai Rumakiek, dan Muhammad Iqbal tengah menjalani masa pemulihan cedera. Ketiganya mengalami cedera saat memperkuat klubnya masing-masing di Liga 1 2021/22.

Pelatih Indonesia, Shin Tae-yong, mengeluhkan kondisi tim asuhannya. Ia pun meminta PSSI untuk mempertimbangkan kembali keikutsertaan Garuda Muda di Piala AFF U-23 karena kondisi yang tidak memungkinkan.

“Dengan sangat menyesal, kami harus membatalkan keikutsertaan Indonesia di Piala AFF U-23 karena alasan di atas. Kami meminta maaf kepada semua pihak karena situasi ini di luar kendali kami,” ungkap Sekjen PSSI, Yunus Nusi.

Keputusan ini jelas mengecewakan. Garuda Muda berstatus sebagai juara bertahan di kejuaran Piala AFF U-23. Selain untuk mempertahankan titel juara, Piala AFF U-23 juga harusnya menjadi ajang persiapan untuk SEA Games 2022 yang rencananya dilehat pada Mei mendatang.

Gelombang 3 COVID-19

Penyebaran COVID-19 memang tengah mengalami eskalasi secara nasional. Sejauh ini, setidaknya sudah ada 60 pemain Liga 1 yang terjangkit virus. Dahsyatnya penyebaran virus telah menyebabkan tiga pertandingan liga ditunda.

Nahasnya, aturan semi bubble yang diprakarsai PT Liga Indonesia Baru (LIB) tidak menekan penyebaran virus di lingkungan klub. Sudah terjadi berulang kali pun, tidak ada hukuman berat yang memberikan efek jera kepada pemain.

Pada kasus penundaan pertandingan Liga 1, ada tiga pihak yang perlu disorot. Dari pemain, ofisial, dan keluarga pemain maupun ofisial. Keluarga adalah dampak tertinggi dari penyebaran COVID-19 di lingkungan klub.

Para pemain maupun ofisial membawa keluarganya ke Bali. Keluarga tidak termasuk dalam aturan semi bubble. Artinya, mereka bisa bepergian dan berpotensi menularkan virus ke pemain serta ofisial.

Kedisplinan para pemain juga patut dipertanyakan. Hal tersebut terlihat lewat unggahan media sosial beberapa pemain yang berpergian ke tempat hiburan, restoran, dan sebagainya.

Praktisi Bidang Infeksi Menular, Endri Budiwan pun mempertanyakan pada sisi seberapa besar kemampuan penyelenggara kompetisi meminimalkan penularan COVID-19. Jika aturannya diubah ke full bubble, harusnya bisa memperkecil potensi penyebaran virus di lingkungan klub.

“Jika semakin banyak pemain tertular, kemungkinan ada penularan dari luar bubble. Jika ada penularan dari luar bubble, maka bisa dipastikan ada penularan ke luar bubble juga,” ungkap Endri kepada Pandit Football.

Vaksin Ketiga dan Efek Baik

Sebelum berangkat ke Kamboja, semua pemain Timnas U-23 mendapat vaksin dosis ketiga tipe Pfizer. Vaksin ketiga harusnya bisa menekan penularan COVID-19. “Jika pemain diwajibkan vaksin lengkap, risiko pun semakin turun,” lanjut Endri.

Terlebih lagi, gejala akan semakin rendah jika pemain mendapat vaksin ketiga. Varian Omicron cenderung tidak terbendung oleh vaksin. Dalam artian, seseorang yang sudah vaksin tetap berisiko untuk tertular. Risiko tertular bagi yang sudah menerima vaksin cukup rendah dibanding pemain non-vaksin.

Sebenarnya penularan terhadap mayoritas pemain senior maupun muda bersifat tidak bergejala. Sebanyak 90% pemain tidak menunjukkan gejala. Sementara sisanya menunjukkan suhu tubuh tinggi, pusing, sampai tenggorokan gatal.

Hal itu, menurut Endri, berkat usia pemain yang tergolong muda. Pada umumnya, pemain sepakbola berusia 20 tahunan sampai 30 tahunan. Pemain relatif memiliki kebugaran yang baik, sehingga jarang menderita penyakit. Sayangnya, memiliki kebugaran yang lebih baik bukan berarti kebal.

Nasi sudah jadi bubur. Keputusan berat telah diambil. Garuda Muda kalah sebelum bertanding, buntut dari kebijakan PSSI dan PT LIB yang memaksakan keberlangsungan liga tanpa mitigasi efektif.

Komentar