Lemahnya Tanggul Regulasi Liga di Tengah Pandemi

Nasional

by Ifsani Ehsan Fachrezi

Ifsani Ehsan Fachrezi

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lemahnya Tanggul Regulasi Liga di Tengah Pandemi

Lebih baik mencegah daripada mengobati.

Penggalan tersebut menjadi kalimat yang menggambarkan situasi Liga 1 kini. Gelombang Covid 19 itu deras menerjang Liga 1 musim 2021/2022 ketika kasus positif di Indonesia kian naik tiap harinya. Di seri keempat yang digelar di Bali ini menjadi rumit karena beriringan dengan datangnya gelombang baru Covid 19.

Masih hangat dalam ingatan, ketika kasus Covid 19 seketika ramai kembali di belahan Eropa sana. Di penghujung tahun 2021, para pemain Liga Eropa beramai-ramai terpapar Covid 19. Nama-nama besar seperti Piere-Emerick Aubameyang, Gareth Bale, hingga Lionel Messi ikut terpapar.

Ketika memasuki awal laga seri keempat, sebetulnya kasus Covid 19 di Indonesia termasuk di Bali sudah mulai adanya peningkatan. Dari penghujung tahun 2021 hingga awal Januari 2022, kasus di wilayah Bali cenderung terus mengalami peningkatan, walau hanya satu digit. Hingga per tanggal 3 Februari, total kasus Covid 19 di Bali sudah mencapai angka 1.501.

Ini menjadi perhatian serius untuk para pelaku pelaksana persepakbolaan Indonesia ketika ingin terus melanjutkan sisa laga Liga 1. Bencana Covid 19 tentu tidak bisa diketahui kapan datangnya. Maka, langkah apa saja yang sudah ditempuh oleh pihak terkait dalam menangkal bencana tersebut yang kemungkinan besar terjadi di setiap saat.

Misalnya di musim penghujan. Seseorang sudah siap sedia akan datangnya hujan, dengan menyediakan payung, jas hujan, sandal, bahkan baju ganti. Itu yang ia lakukan agar terhindar dari derasnya hujan. Karena ia tahu, ketika badannya terkena hujan, kemungkinannya akan sakit.

Operator Liga maupun PSSI pun sama. Sebagai pemegang hak dan wewenang dalam menjalankan liga, keduanya harus mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan berdampak luas pada jalannya liga. Contohnya, menerapkan sistem dan aturan yang jelas terkait pencegahan, hingga penanganan Covid 19.

Penerapan tes Covid 19 yang masif sebelum bertanding merupakan salah satu aturan yang wajib dan baik untuk dijalankan di situasi ini. Seperti pada Regulasi Liga 1 2021/2020 Pasal 52 tentang hasil tes Covid 19 dan Eligibilitas menjelaskan bahwa tes Covid 19 harus dilakukan sebelum pertandingan, dan jika jumlah pemain kurang dari 14 pemain akibat Covid 19, maka pertandingan akan ditunda.

Tracing dan Kebijakan Menyembunyikan Identitas Pemain yang Positif

Ini merupakan upaya LIB sebagai operator untuk melacak jejak penyebaran Covid 19 di ranah klub sebelum bertanding. Dengan ini, Direktur Utama (Dirut) LIB, Akhmad Hadian Lukita bersepakat bersama klub yang bersangkutan untuk merilis daftar jumlah pemain yang terpapar Covid 19. Untuk siapa yang terpapar, LIB dan klub pun sepakat untuk tidak merilis nama yang terpapar.

Dengan hal ini, LIB secara tidak gamblang membeberkan identitas pemain yang terpapar dengan meninjau Daftar Susunan Pemain (DPS) klub yang pemainnya dinyatakan positif.

Diungkapnya identitas pemain yang terpapar sebetulnya tidak ada salahnya juga. Memang, dalam aturan kerahasiaan identitas pasien positif sangat dilindungi. Namun, dalam kasus ini, pemain atau publik figur memiliki daya tarik ketika berada di publik. Entah sudah berapa banyak bukti foto beredar di media sosial para pemain melakukan kontak jarak dekat dengan publik. Dengan membuka nama pemain yang positif, maka publik yang merasa berinteraksi dengan mereka harus dilacak dan dites, sebelum penyebaran yang lebih luas.

Bayangkan: senang bisa bertemu dan berfoto dengan pemain idola, tetapi membawa dan menyebarkan virus ke rumah. Celaka.

Tidak ada Tindakan Preventif atau Sanksi

Langkah yang bijak dalam sebuah aturan untuk menekan angka penularan yang lebih masif. Namun, tidak sekedar itu saja. Jauh sebelum pemain terpapar, apakah ada sebuah tindakan preventif dari pihak berwenang dalam mencegah itu, misalnya sanksi bagi pelanggar prokes atau sistem bubble.

Baru-baru ini Liga Indonesia Baru (LIB) menyatakan jika kompetisi Liga 1 ini menggunakan sistem semi bubble. Definisi tersebut dijelaskan sebagai peraturan Bubble yang mengharuskan klub beraktifitas di tempat yang sama dan mobilitas yang terarah. Semi yang dimaksud yaitu peraturan bubble tidak berlaku ketika seri liga selesai dan diperkenankan pulang ke daerah asal klub nya masing-masing. Ataupun ketika pihak operator memberi jadwal libur kepada klub di tengah kompetisi.

Kesimpulannya, semi bubble yang diterapkan oleh LIB berjalan tidak terlalu ketat dalam pengawasan terhadap tiap klub. Bahkan tidak ada sanksi yang dijatuhkan kepada pemain maupun official yang melanggar peraturan bubble tersebut.

Ini menjadi bahaya ketika pemain ataupun pihak klub dengan bebas memanfaatkan jatah libur dengan berkelana kesana-kemari. Karena, dalam kenyataannya tidak ada pedoman yang pasti mengenai kapan waktunya mereka berlibur dengan bebas. Di sisi lain kasus Covid 19 sedang melonjak.

Seperti yang diungkapkan CEO Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), Mohamad Hardika Aji dalam Ruang Pandit, bahwa ketika pemain berkeliaran ketika waktu jeda maupun liburan. “Tidak ada aturan yang jelas yang memaksa mereka untuk stay di hotel, aturannya bias,” ujarnya.

Berkaca pada turnamen Piala AFF 2021 yang digelar beriringan dengan Liga 1 di penghujung tahun 2021 hingga awal 2022, penyelenggara memiliki peraturan khusus untuk mencegah penyebaran Covid 19. Contohnya empat pemain yang disanksi tidak diperkenankan bermain di laga final putaran kedua, melawan Thailand.

Alasannya sederhana namun fatal. Keempat pemain tersebut melanggar aturan bubble, dan terpantau berkeliaran di luar bubble atau tempat yang ditentukan.

Ini yang menjadi sanksi jelas dan membuat jera pemain maupun klub ketika ada aturan yang dilanggar. Pemainnya tidak bisa tampil di pertandingan penting yang berimbas pada penampilan tim tersebut.

Penerapan aturan bubble maupun semi bubble di Indonesia tidak menjelaskan secara gamblang dan kongkrit mengenai sanksi apa saja yang ditempuh ketika salah satu pemainnya melanggar bubble.

Alhasil, hingga tulisan ini terbit kurang lebih 60 pemain Liga 1 terpapar Covid 19, dan dua laga pekan 22 ditunda. Ini yang kemudian membuat LIB kewalahan dalam mengatasi berbagai macam situasi, contohnya kembali dengan upaya melakukan tracing, hingga kembali menghimbau klub untuk memperketat pengawasannya terhadap pemainnya, yang memang sebetulnya hal itu wajib dilakukan setiap seri nya

Selain itu, LIB mengubah sistem semi bubble nya menjadi full bubble dengan tidak memperkenankan pemainnya bertemu dengan keluarga, dan diperkenankan bertemu hanya dengan orang yang negatif Covid 19.

Sampai disini dapat dilihat, LIB terkesan sibuk dengan “mengobati” situasi yang terjadi sekarang, sebagai dampak lalainya dalam menyiapkan “pencegahan” sebelum hinggapnya penyakit.

Hingga saat ini, LIB sedang fokus dalam recovery situasi dan terus tancap gas untuk melanjutkan kompetisi yang sudah setengah jalan berlaga di Bali. Tidak ada sama sekali rencana untuk ditunda ataupun pindah lokasi, karena butuh proses yang lebih rumit.

Menjadi sebuah perbincangan ketika kompetisi Liga 1 terkesan memaksakan diselenggarakan di Bali. Kawasan pariwisata yang selalu ramai oleh pelancong mancanegara itu seakan menjadi kambing hitam di tengah jalannya liga beriringan dengan kasus Covid 19 yang kian melambung.

Di sesi Ruang Pandit, akun Twitter yang secara khusus membahas sepakbola daerah Bali, @Bali_Football mengutarakan keresahannya mengenai Bali yang selalu dikambing hitamkan atas kasus ini. “Jangan sampai gara-gara merebaknya Covid 19, daerah Bali yang disalahkan,” ujarnya.

Berdasarkan data jumlah kasus per tanggal 3 Februari 2022, Bali menempati peringkat empat sebagai kawasan yang penyebaran Covid 19 nya terbilang masif dengan total 1.501 kasus positif. Jika memang ada tempat yang memungkinkan untuk pindah lokasi, paling dekat adalah Jawa Timur, yang data penyebarannya tidak jauh berbeda dengan Bali, dengan total 1.394

Dengan ini, liga masih terbilang mustahil untuk diberhentikan ataupun dipindahkan lokasinya dari Bali ke tempat lain.

Seperti yang diungkapkan Direktur Utama (Dirut) LIB, Akhmad Hadian Lukita dalam sesi Ruang Pandit jika pihaknya tidak bisa semena-mena menghentikan liga dan perlu ada diskusi yang matang dengan PSSI, maupun stakeholder Liga 1 2021/2022

Ini pun menjadi hal yang ditarik lebih jauh mengenai penundaan sementara Liga 1 yang berkaitan dengan kontrak profesional seorang pemain. Dengan begitu, selaku CEO APPI, Hardika menjelaskan soal kontrak pemain yang habis di tahun ini menjadi persoalan baru jika liga kembali mengalami pengunduran

“Pertimbangan liga diberhentikan bisa mempengaruhi kontrak pemain yang hanya setahun. Apalagi sudah dekat bulan puasa,” ujarnya di Ruang Pandit, hari Kamis 3 Februari 2022.

Ia melanjutkan jika Liga 1 harus dilanjutkan, asalkan dengan prokes yang ketat. “Sebenarnya sudah terlambat, tapi semoga tidak terlambat dengan protokol yang tegas,” ujarnya.

Komentar