Cinta Timnas Karena Ayah

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Cinta Timnas Karena Ayah

Oleh: Pramudito Hadi

Pada Desember 2004, seorang anak berumur 10 tahun yang belum menyukai sepakbola nasional diajak oleh ayahnya untuk menonton Tim Nasional Indonesia di layar kaca. Sebuah ajakan yang mengubah segalanya.

Saat itu, melalui kanal siaran Star Sports, sedang berlangsung sebuah turnamen sepakbola antarnegara di Asia Tenggara, Piala Tiger (sekarang Piala AFF). Sang ayah memperkenalkan bahwa ada pemain hebat yang bernama Hendro Kartiko, Charis Yulianto, Ponaryo Astaman, Ilham Jayakesuma, Solossa bersaudara dan lain-lain. Para legenda hidup yang membela Timnas di turnamen tersebut.

Timnas Indonesia tergabung di Grup A bersama dengan Laos, Singapura, Vietnam, dan Kamboja. Indonesia mencukur habis Laos dengan skor 6-0 dan Kamboja 8-0. Namun, bermain imbang 0-0 saat melawan Singapura. Penampilan cemerlang penjaga gawang Singapura, Lionel Lewis, mematahkan semua serangan dari Boas dan kawan-kawan.

Salah satu pertandingan yang paling mengesankan adalah saat melawan sang tuan rumah, Vietnam. Bermain di hadapan 40.000 penonton yang memadati Stadion Nasional My Dinh, Indonesia justru bermain sangat garang alih-alih ciut. Sang jenderal pertahanan, Charis Yulianto, bermain sangat apik memblok serangan dari Le Cong Vinh. Indonesia unggul melalui gol Mauly Lessy menyambut sepak pojok Boas Solossa. Duet Boas-Ilham di lini depan juga bermain sangat prima yang masing-masing berhasil menceploskan satu gol. Permainan sempurna Indonesia mengantarkan mereka unggul 3-0 di pertandingan ini.

Epic di Semifinal

Bermodalkan status juara grup A dengan raihan 10 poin dan memasukkan 17 gol tanpa kebobolan, Indonesia berhadapan dengan runner-up grup B, Malaysia. Leg pertama berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno. Pertandingan dibuka dengan mengheningkan cipta terlebih dahulu sejenak berdoa untuk korban tsunami yang meluluhlantakkan Aceh.

Sepak mula dilakukan. Tentu saja sesuai prediksi intensitas pertandingan berjalan sangat tinggi. Indonesia unggul terlebih dahulu melalui gol Kurniawan Dwi Yulianto. Sayang, Malaysia pada pertandingan ini bermain sangat baik. Melalui dua gol si gondrong, Liew Kit Kong, Malaysia menang 2-1.

Leg 2 berlangsung di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Alih-alih memperkecil agregat, Indonesia justru semakin tertinggal setelah kebobolan melalui gol Khalid Jamlus. Firmansyah dan Charis Yulianto yang menjadi duet di posisi bek tengah terjatuh, tidak sanggup menghadang laju dari Khalid.

Harapan dan asa menuju final pun terlihat memudar. Hingga akhirnya, pelatih Peter Withe memasukkan seorang striker bernama Kurniawan. Golnya pada menit ke-59 mengubah keadaan. Keran gol Indonesia yang sempat tertutup tiba-tiba terbuka lebar. Gol demi gol tercipta melalui Charis Yulianto, Ilham Jayakesuma, penyelesaian solo dari si bocah ajaib, Boas Solossa.

Dengan keunggulan agregat 4-3, Indonesia berhak melangkah ke final. Epic comeback.

Antiklimaks di Final

Di final, Indonesia kembali berhadapan dengan Singapura. Bermain home pada leg pertama, Indonesia justru tertekan dan kebobolan melalui gol Daniel Bennett di menit-menit awal.

Skuad Garuda semakin timpang ketika Boas Solossa cedera setelah dihantam Baihakki Khaizan. Permainan menawan Indonesia pada pertandingan sebelumnya tidak terlihat di final. Akhirnya, Indonesia kalah 1-3.

Dengan tidak adanya Boas kala menjalani leg kedua di Singapura, sulit bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan agregat. Indonesia tidak bisa berbuat banyak dan kembali menelan kekalahan 1-2 dari tuan rumah. Indonesia pun harus puas sebagai runner-up Piala Tiger untuk yang kedua kalinya berturut-turut.

Kekalahan itu tentu menyesakkan bagi si anak dan ayahnya. Di turnamen yang pertama kali diikuti secara seksama, ia berharap Timnas Indonesia bisa merengkuh gelar juara. Namun, apa daya, takdir berkata lain.

Ya, anak itu adalah saya, seorang anak yang karena andil ayahnya menjadi pendukung setia Timnas. Hingga kini masih optimis bahwa suatu saat Timnas Indonesia akan meraih gelar juara. Maju terus Timnas Indonesia! Bravo!


*Penulis dapat ditemui di Twitter
@pramuditohadi dan Instagram @pramuditohadi_

**Tulisan ini merupakan salah satu pemenang Pandit Challenge tulisan bertema "Apa Piala AFF Pertamamu?". Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar