Raja Norodom dan Harapan Kembalinya Generasi Emas Kamboja

Cerita

by Redaksi2022

Redaksi2022

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Raja Norodom dan Harapan Kembalinya Generasi Emas Kamboja

Di bawah langit Phnom Penh, kaki-kaki tak beralas berjibaku dengan sebuah bola. Tidak peduli kakinya terluka, selama hati riang gembira. Apalagi, mereka bermain di hadapan raja kedua Kamboja, Norodom Sihanouk.

Tentu saja, bukan Raja Norodom dalam bentuk fisik yang sehat jasmani-rohani. Tepat di tengah ibukota Kamboja tersebut, terdapat taman Hun Sen Park, tempat Raja Norodom abadi dalam bentuk patung.

Raja Norodom tak hanya berjasa mengakhiri pejajahan Prancis, melainkan juga memperkenalkan pelbagai olahraga ke masyarakat. Voli, basket, berkuda, terutama sepakbola adalah hobi Raja Norodom. Ia berprinsip bahwa olahraga harus menjadi salah satu dasar nilai kehidupan masyarakat Kamboja. Sampai akhirnya, lahir julukan Preah Beidha Keila Cheat (Bapak Olahraga Nasional).

Sepakbola adalah tajuk utama Raja Norodom. Selepas dari penjajahan Perancis, Federasi Sepakbola Kamboja (FFC) langsung menggelar kompetisi sepakbola pertama tahun 1953 sebagai bentuk eksistensi.

Tak tanggung-tanggung, Malaysia dipilih sebagai lawan tandingnya. Padahal, Malaysia merupakan salah satu tim terkuat di kawasan Asia Tenggara ketika itu. Dan, terbukti, Timnas Kamboja terbantai 2-9 di Kuala Lumpur.

Tahun demi tahun berjalan, Kamboja tetap kesulitan mendapatkan kemenangan. Namun, tak ada istilah patah arang. Raja Norodom mencoba meramu atlet dengan sistem pembinaan terbaik. Dukungan besar diberikan dalam bentuk fasilitas dan uang. Usahanya lantas menciptakan generasi emas di Piala Asia 1972.

Dalam laga pembuka, Kamboja menghebohkan jagat sepakbola karena mampu mengalahkan Kuwait 4-0. Meski hanya mendulang satu kemenangan dari lima laga Piala Asia 1972, setidaknya Kamboja finis di peringkat keempat (dari enam kontestan) dan penyerang Doeur Sokhom menjadi pencetak gol terbanyak ketiga.

Tidak hanya di Piala Asia 1972, generasi emas Kamboja kembali menunjukkan tajinya satu tahun kemudian lewat Piala Presiden. Tergabung dalam grup A, Kamboja telan kekalahan 0-6 dari Korea Selatan pada laga pembuka. Kendati demikian, Kamboja mampu melaju ke babak final dan keluar sebagai juara bersama dengan Burma.

Nahas, perjalanan generasi emas Kamboja terhenti secara dini saat pasukan ciptaan Partai Komunis Kampuchea (CPK) Khmer Merah melakukan agresi militer. Ketika Phnom Penh jatuh ke tangan Khmer Merah pada 1975, kehidupan masyarakat Kamboja sepenuhnya berubah.

Penduduk Phnom Penh dialihkan ke sebuah pedesaan untuk bekerja dengan waktu yang lama. Tidak sedikit dari mereka mati karena kehabisan tenaga, kelaparan, atau disambar penyakit seperti malaria. Jika nekat kabur dari sarang Khmer Merah, mereka tidak segan untuk membunuh. Genosida berlangsung hingga 1979.

Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu era paling berdarah dalam sejarah dunia. Investigasi PBB memperkirakan korban nyawa mencapai dua hingga tiga juta jiwa. Salah satunya adalah Doeur Sokhom.

Rezim Khmer Merah membuat sepakbola Kamboja terhenti cukup lama. Hal ini tak terlepas dari pembersihan "Tahun Nol" yang diusung pemimpin Khmer Merah, Pol Pot. Meski telah berlalu, luka masa lalu terlalu sulit untuk sembuh.

Setelah 17 tahun pasca konflik Khmer Merah, Timnas Kamboja membuka diri untuk ikut kualifikasi Piala Dunia 1998. Sebanyak enam pertandingan, Kamboja kalah lima laga dan hanya mampu menahan imbang Indonesia.

Pada 1996, Piala AFF (dulu Piala Tiger) pertama kali bergulir. Kamboja ikut serta tetapi belum bisa mengulangi kisah sukses di Piala Asia 1972 atau Piala Presiden 1973. Dalam edisi pertama, mereka langsung kalah empat kali dari empat pertandingan.

Sebanyak 12 kali Piala AFF, Timnas Kamboja absen dalam lima edisi (1998, 2007, 2010, 2012, 2014). Bahkan selama tujuh kali keikutsertaannya, Kamboja hanya menang tiga laga dari total 22 pertandingan. Jangankan bermimpi menjadi juara, sekadar lolos grup saja rasanya masih jauh dari jangkauan.

Jauh di langit sana, Raja Norodom mungkin tengah melihat dan berharap para punggawa Timnas Kamboja bisa mencatatkan hal baru di Piala AFF 2020, sebagaimana cita-citanya menjadikan Kamboja sebagai bangsa yang berprestasi di dunia olahraga.

Komentar