Solidaritas Sebagai Kunci Dinasti Imanol Alguacil

Cerita

by redaksi

Solidaritas Sebagai Kunci Dinasti Imanol Alguacil

Menjamu Real Mallorca pada pekan kesembilan La Liga 2021/22, Real Sociedad membawa piala Copa del Rey bersama mereka ke lapangan. Ini bukan partai kandang pertama La Real sejak meraih gelar copa pada April 2021. Namun ini adalah pertama kalinya kapasitas Anoeta terisi 100% sejak pandemi COVID-19 menyerang. Menurut Roberto Ramajo dari AS, Real Sociedad berani mengambil risiko ini karena tim tamu, Mallorca, belum pernah meraih kemenangan di Anoeta sejak 2003. Kubu La Real yakin aksi ini tidak akan dirusak oleh Lee Kang-In dan kawan-kawan.

Benar saja, meski bermain dengan 10 orang di sisa 45 menit laga setelah Aihen Munoz mendapatkan kartu kuning kedua jelang turun minum, gol tunggal Julen Lobete di menit akhir sukses memberikan poin penuh untuk dirayakan oleh publik Anoeta. Selebrasi mereka sebelum pertandingan pun lengkap: Sociedad naik ke puncak klasemen sementara La Liga (Real Madrid dan Atletico Madrid tidak bertanding pekan itu)

Empat pekan berlalu, Sociedad masih memimpin klasemen La Liga dengan raihan 25 poin dari 12 pertandingan. Bermodalkan lini belakang yang solid (7x nirbobol, terbaik di liga sejauh ini) dan agresivitas di lini depan (61x memenangkan bola di sepertiga akhir, terbanyak kedua di liga sejauh ini), anak-anak asuh Imanol Alguacil baru menelan satu kekalahan dalam tiga bulan liga berjalan (itu pun di pekan pertama)

BACA JUGA: Aura Permusuhan di Balik Persahabatan Dua Tim Terbesar Basque

Kesolidan Real Sociedad bukanlah sebuah kebetulan. Terlepas dari menurunnya performa Barcelona dan Villarreal yang biasa juga mewarnai papan atas La Liga, Alguacil bertumpu pada kedekatan dan solidaritas pemainnya untuk meraih kemenangan. Sejak dipromosikan sebagai pelatih kepala tim senior di 2018, Alguacil masih mempertahankan 18 pemain di skuadnya saat ini, termasuk Aritz Elustondo, Robin Le Normand, Mikel Merino, dan Adnan Januzaj yang belum pernah absen di setiap pertandingan Real Sociedad.

Lebih dari itu, Alguacil bahkan sudah mengenal Elustondo, Mikel Oyarzabal, dan Jon Bautista sejak masih berstatus pelatih akademi. Keakraban Alguacil kepada pemain-pemain ini juga menjadi alasan dia memberanikan diri mengambil alih tim senior. Banyak pemain yang sudah ada bersama saya sejak masih bermain di Tim B. Saya bisa membantu mereka. Saya tahu apa dapat dimaksimalkan dari mereka, itu sangat membantu,” aku Alguacil.

Oyarzabal, Elustondo, Martin Zubimendi, Andoni Gorosabel, dan Aihen Munoz adalah pemain-pemain asli binaan Real Sociedad yang kemudian dijadikan Alguacil sebagai pilar tim. Selain Gorosabel dan Oyarzabal, semua sudah mengoleksi lebih dari 1.000 menit di lapangan musim ini.

Jebolan akademi memang sudah lama menjadi prioritas Real Sociedad. Entah itu Xabi Alonso atau Antoine Griezmann, Real Sociedad selalu punya pemain akademi yang bisa diandalkan. La Real mungkin tidak lagi eksklusif kepada pemain berdarah Basque seperti tetangga mereka, Athletic Bilbao. Namun, hal ini justru membantu para pemain untuk terus berkembang dan mendapatkan tempat di tim senior.

"Pemain seperti Xabi punya peluang untuk menjadi lebih baik. Pada akhirnya ia kembali lagi ke sini sebagai jawara Piala Dunia dan Liga Champions UEFA. Ia pernah diasuh pelatih-pelatih terbaik dunia. Pengalaman itu sangat penting untuk dipelajari oleh pemain-pemain muda. Oleh karena itulah ia ikut terlibat di tim muda. Bukan hanya tim B, tapi mulai dari U13," jelas Direktur Akademi Real Sociedad, Luki Iriarte.

"Kami memiliki koneksi dengan 70 klub lebih di daerah Gipuzkoa. Kami tahu ada peluang bagi para pemain muda untuk lari ke tim tetangga. Tapi kami selalu mengingatkan mereka untuk tetap bersama keluarga dan teman-temannya. Waktu mereka siap untuk meninggalkan itu semua, datanglah ke Real Sociedad," lanjutnya. "Kami selalu percaya bahwa setiap individu adalah aset. Itu kenapa kami menjaga mereka. Tujuan utama kami memang membentuk seorang pesepakbola, tapi apabila mereka tumbuh jadi pribadi yang baik, itu lebih bagus lagi."

Meski mengandalkan pemain akademi sebagai pilar utama klub, Real Sociedad juga sadar bahwa mereka tidak bisa bersaing secara maksimal jika hanya mengandalkan pemain-pemain binaan. Ini alasan mereka menanggalkan kebijakan murni Basque pada 1989 dengan mendatangkan John Aldridge dari Liverpool

Keberhasilan pemain akademi untuk berkembang sesuai harapan memang sangat membantu. Contoh, mereka tidak butuh pemain baru untuk menggantikan Diego Llorente yang hengkang ke Leeds United karena sudah ada Robin Le Normand yang siap menjadi duet Elustondo di lini belakang.

Tapi sekalipun ada pengganti dari akademi, beberapa sektor tetap harus dikuatkan dengan anggota baru. Ini menjadi tugas Direktur Olahraga Real Sociedad Roberto Olabe untuk mengidentifkasi pemain yang sesuai dengan filosofi klub sekaligus memberi warna baru. Nama seperti Alexander Sorloth dan Mikel Merino pun didaratkan ke Anoeta dengan alasan tersebut.

“Kami bisa menggantikan Alvaro Odriozola yang pergi ke Real Madrid dengan Andoni Gorosabel. Akan tetapi kami tak hanya melihat garis penerus, perlu ada pemain yang membuat performa tim jadi lebih baik. Mikel Merino bisa melakukan hal tersebut. Dirinya bukan hanya melengkapi lini tengah tapi juga bisa berkontribusi membuat tim ini jadi lebih baik,” kata Olabe

“Alexander Sorloth juga demikian. Ketika kami tahu Willian Jose akan pergi (ke Real Betis) dan ada peluang Jon Bautista memutuskan untuk hengkang (ke Leganes), Sorloth menjadi opsi. Kami tahu Sorloth punya gaya permainan yang sesuai dengan kebutuhan. Ia pemain yang cepat dan peka akan sekitarnya,” jelas Olabe.

Meski sejauh ini Real Sociedad rekor impresif di area pertahanan, bukan berarti Elustondo dan kawan-kawan dibentuk dengan mental defensif oleh Alguacil secara taktikal. Hal ini bisa dilihat dari seberapa sering mereka memenangkan bola di sepertiga akhir lawan (61x). Berbalik menekan ketika kehilangan bola dan selalu memiliki lebih dari satu jalur operan saat memegang bola membuat Real Sociedad sebagai tim yang menghibur.

Setelah 12 pertandingan, Real Sociedad tercatat sebagai salah satu tim dengan jumlah tendangan tepat sasaran terbaik di liga (4.6 per pertandingan). Hanya kalah dari Sevilla (4.8), Real Betis (5.6), dan Real Madrid (6.1). Mereka juga hanya sekali gagal mencetak gol di seluruh kompetisi sejauh ini (vs Sevilla 0-0).

Semua kembali lagi solidaritas tim, kedekatan para pemain dengan Imanol Alguacil, dan memilki filosofi yang jelas di dalam ataupun luar lapangan. Setiap tim yang berhasil membentuk dinasti di olahraga mereka memiliki modal tersebut. Entah itu FC Barcelona dengan Carles Puyol, Xavi Hernandez, Iniesta, dan Lionel Messi sebagai pilar utama Pep Guardiola. Ataupun Chicago Bulls dengan Michael Jordan, Scottie Pippen, Dennis Rodman, bermain di bawah arahan Phil Jackson.

https://twitter.com/RealSociedadEN/status/1449453033230905344">

Dinasti Real Sociedad dan Imanol Alguacil sudah dimulai lewat keberhasilan mereka menjuarai Copa del Rey 2019/2020. Bisakah mereka melengkapinya dengan gelar La Liga? Itu pertanyaan utamanya. Sejak 2019/2020, Real Sociedad selalu berhasil mengawali musim dengan baik. Setidaknya dalam tiga tahun terakhir, mereka selalu duduk di lima besar setelah 12 pertandingan. Masalahnya, mereka juga selalu punya masalah terkait konsistensi.

Setiap mereka tampil impresif di satu musim pasti performanya akan turun di kampanye berikutnya. Dari meraih status runner-up di 2002/2003, mereka terjun ke posisi ke-15 di musim berikutnya. Dari empat besar pada 2012/2013 dan lolos ke Liga Champions UEFA, mereka mengakhiri musim 2013/2014 dengan duduk di peringkat tujuh klasemen, lalu terlempar dari kompetisi antar klub Eropa karena kalah di fase playoff Liga Europa dari Krasnodar. Ini penyakit lama bagi Real Sociedad hingga akhir 1980-an.

Ada yang berbeda di era Alguacil. Ada konsistensi terlihat di Real Sociedad. Mereka naik dari peringkat sembilan di 2018/2019 ke posisi enam dan juara Copa del Rey pada kampanye berikutnya. Naik lagi ke peringkat lima di 2020/21 dengan mengumpulkan enam poin lebih banyak daripada musim 2019/2020. Sekarang, meski baru berjalan 12 pekan, mereka berhasil memuncaki La Liga. Pencapaian yang terakhir kali mereka rasakan hampir satu dekade lalu, 2002/2003, ketika masih dibela Nihat Kahveci dan Darko Kovacevic.

Akankah mereka tetap di puncak pada akhir musim 2021/22? Hanya waktu yang bisa menjawab, yang jelas, publik Donostia bisa berbangga dengan tim mereka. Sama seperti janji Alguacil saat pertama mengambil alih tim senior. “Saya ingin publik bangga dengan tim ini. Saya ingin klub ini memiliki identitas dan bersama-sama, kita pasti bisa melakukannya”.

Komentar