Unai Emery yang Enigmatik

Cerita

by Redaksi 7

Redaksi 7

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Unai Emery yang Enigmatik

Good ebening. Frasa ini identik dengan Unai Emery semasa menukangi Arsenal. Oke, niatnya adalah mengucapkan good evening (selamat petang/malam), tapi karena pengucapannya yang agak terlalu tebal, sapaan itu menjadi ejekan. Meskipun ucapannya masih terdengar good evening, toh, orang-orang — termasuk suporter The Gunners — tak berhenti mengejeknya.

Pada saat tertentu, momen-momen sepele macam itu dijadikan senjata untuk mengejek Emery, terutama ketika timnya kalah. Dari mulanya pelatih kenamaan di Spanyol, Emery menjadi kambing hitam kegagalan Arsenal.

Pada eranya, Arsenal memang cenderung tampil mengecewakan. Namun, benarkah kegagalan Arsenal adalah kesalahan Emery semata? Nyatanya, saat ini, Mikel Arteta juga kesulitan mengangkat performa Granit Xhaka dan kawan-kawan.

Di atas kertas, jika membandingkan hasil, Arteta bahkan lebih buruk dari pendahulunya. Eks gelandang Everton itu kini telah membimbing The Gunners dalam 81 pertandingan. Hasilnya adalah 43 menang dan 23 kalah dengan rata-rata 1,78 poin per pertandingan. Sedangkan Emery, selama 2018-2019, memimpin Arsenal dalam 78 pertandingan dengan hasil 43 menang, 20 kalah, dan rata-rata mendapat 1,85 poin per pertandingan.

Akan tetapi, tak seperti pendahulunya, Arteta tetap diberi kepercayaan. Eks kapten Arsenal tersebut masih mendapat dukungan kendati Arsenal terseok-seok di 10 besar musim ini. Arteta memang berhasil merengkuh Piala FA 2020 — satu catatan positif agar klub mempertahankannya. Namun, di kompetisi piala, Emery juga sejatinya memiliki prestasi tersendiri: membimbing klub ke final Europa League di musim debutnya.

Lantas, apa yang membuat klub lebih bersabar terhadap Arteta dibanding pendahulunya? Setelah dipecat, Emery menuding bahwa Arsenal tidak memberi dukungan yang memadai. “Tidak ada lagi komitmen dan persatuan di klub ini. Itulah ketika saya merasa sendirian. Klub meninggalkan saya, dan tidak ada solusi,” katanya kepada The Guardian pada Mei 2020 silam.

“Di setiap klub, saya selalu dilindungi: Lorca, Almeria, Valencia, PSG. Di Sevilla, saya punya Monchi [direktur olahraga]. Di PSG, Nasser al-Khelaifi melindungi saya di ruang ganti dan secara publik. Di Arsenal mereka tidak melakukannya. Mungkin karena mereka terbiasa dengan Wenger yang melakukan segalanya,” lanjutnya.

Baca juga: Awan Kelabu Unai Emperor

Unai Emery datang untuk menggantikan Arsene Wenger yang telah memimpin klub selama 22 tahun. Wenger mengubah banyak hal di Arsenal dan menjadi legenda. Untuk menggantikan sosok seberpengaruh dia, Emery mendapat tugas yang sangat berat.

Perkataan Emery di atas pun ada benarnya. Arsenal mesti beroperasi dengan cara baru sepeninggal Wenger. Statusnya di The Gunners adalah manajer, memiliki kewenangan dan tanggung jawab lebih luas dalam manajemen klub. Sedangkan Emery datang sebagai pelatih kepala. Eks pelatih Valencia itu menganggap Wenger “melakukan segalanya” di Arsenal dan klub belum sepenuhnya meninggalkan cara ini ketika dia datang ke Emirates.

Tadinya, Arsenal yakin bahwa Emery adalah sosok tepat untuk memimpin proyek sebesar ini karena portfolio menterengnya. Ia pernah membawa Almeria promosi ke La Liga untuk pertama kali. Di Valencia, ia juga tiga kali berturut-turut membawa Los Che finis di peringkat tiga La Liga.

Pencapaian Emery yang paling fenomenal adalah ketika ia memimpin Sevilla. Bersama Los Nervionenses, pelatih asal Basque ini meraih Europa League tiga musim beruntun — satu-satunya pelatih di dunia yang mampu melakukannya. Di Paris Saint-Germain, kendati gagal di ajang kontinental, Emery sukses meraih enam gelar domestik dalam dua musim.

“Saya telah mengikuti karier Emery sejak hari-harinya di Valencia dan dia selalu ada di radar saya. Dia memiliki rekor kesuksesan yang fantastis di mana pun dia pergi. Dan menariknya, salah satu hal yang patut dicatat tentang tim Unai adalah mereka selalu berkembang,” kata CEO Arsenal pada 2018, Ivan Gazidis saat penunjukan Emery.

Akan tetapi, Gazidis luput pada satu hal: Emery cenderung gagal ketika menangani tim asing. Ia memang meraih prestasi gemilang bersama Lorca, Almeria, Valencia, dan Sevilla. Tetapi ia gagal total di Spartak Moskow. Bersama Les Parisiens, ia memang sukses mendominasi kompetisi domestik. Namun, di Eropa, PSG selalu gagal di 16 Besar Liga Champions.

Emery memimpin klub Paris itu ketika mereka menjalani salah satu pertandingan paling memalukan sepanjang sejarah klub: La Remontada. Bersama Spartak, situasinya lebih parah. Emery didepak setelah 26 pertandingan. Rekornya di Spartak adalah 12 menang dan 11 kalah dengan rata-rata poin pertandingan sekadar 1,5. Spartak bahkan kalah 1-5 dari Dinamo Moskow, rival sekota yang notabene lebih inferior.

Di liga asing, Emery cenderung tidak bisa “menjinakkan” ruang ganti. Ia gagal menangani para pemain bintang PSG. Hubungannya dengan skuad Spartak pun tak harmonis. Pemain kunci Spartak, Artem Dzyuba bahkan merendahkannya di konferensi pers.

Hal yang sama terjadi di Arsenal. Emery terlibat friksi dengan Mesut Oezil. Ia juga gagal mengoptimalkan pemain berbakat seperti Henrikh Mkhitaryan. Secara keseluruhan, ia gagal menjadi figur autoritatif di ruang ganti.

Untuk hal ini, Emery mengeluhkan ketiadaan figur pemimpin yang bisa menjadi pengontrol ruang ganti. Laurent Koscielny, Nacho Monreal, Aaron Ramsey, dan Petr Cech — empat sosok kapten pilihan Emery — meninggalkan klub pada awal 2019/20. Ia kemudian memilih Granit Xhaka sebagai kapten. Keputusan ini cukup kontroversial, apalagi setelah Xhaka terlibat konfrontasi dengan suporter.

Salah satu masalah Emery di klub asing adalah komunikasi. Pengalamannya sebagai juru taktik memang amat luas. Namun, cara komunikasinya, baik di internal klub atau kepada publik, tidaklah efektif.

“Saya memiliki bahasa Inggris yang lumayan, meskipun saya perlu meningkatkannya. Tetapi ketika hasil [pertandingan] buruk situasinya tak sama. Anda kurang memiliki kedalaman linguistik untuk menjelaskan. Ambil contoh ‘good ebening’: Oke, itu [maksudnya] ‘good evening’, tetapi ketika saya mengucap ‘good ebening’ dan [Arsenal] menang itu lucu; ketika kami kalah itu menjadi aib,” ucap eks pelatih Almeria itu.

Baca juga: Emery: Ahli Taktik Sejak Kecil

Sebaliknya, Arteta lebih baik dalam hal komunikasi dibanding pendahulunya. Menurut laporan The Athletic, di era Emery, sinergi antar-departemen tidak maksimal. Problem komunikasi membuat Emery tidak hanya gagal merangkul pemain, melainkan juga staf.

“Unai hidup dalam tempurung kepalanya; Mikel bisa melibatkan orang lain,” kata seorang staf Arsenal kepada The Athletic.

Arteta dan Emery menorehkan hasil yang identik, tetapi Arsenal menganggap Arteta lebih baik dalam urusan manajemen. Arteta masih mendapat dukungan kendati The Gunners terlunta-lunta di Premier League.

Meskipun demikian, Emery agaknya tak akan menyesali pemecatan oleh Arsenal. Kini, ia pulang ke kampung halaman dan memimpin proyek Villarreal. Musim ini, Emery berhasil membawa El Submarino Amarillo ke peringkat enam La Liga hingga jornada 34.

Villarreal menyambutnya dengan terbuka. Kali ini, Emery mampu menghadirkan kontrol di ruang ganti dan membawa skuadnya tampil apik. Mereka bahkan mampu lolos ke semifinal Europa League. Saat artikel ini ditulis, anak asuh Emery mengantongi keunggulan agregat 2-1 atas mantan klubnya, Arsenal.

“Unai berhasil mempersatukan skuad; setiap pemain yang masuk beradaptasi dengan sangat baik ke sistemnya. Dia sangat dekat dengan para pemain, sangat humanis. Dia nyaman untuk mencoba kelompok pemain yang berbeda, sistem yang berbeda, di pertandingan berbeda menghadapi lawan-lawan yang berbeda. Semuanya berjalan lancar baginya [Emery] untuk saat ini,” kata legenda Villarreal yang kini menjadi staf klub, Marcos Senna.

Villarreal dan La Liga adalah tempat yang lebih baik bagi Unai Emery. Di luar negeri, kegagalan selalu membuatnya kurang dihormati. Namun, di Spanyol, sang pelatih selalu bisa membuktikan bahwa dirinya adalah juru taktik yang unggul.

Source foto: Dailycanon

Komentar