Bolivia dan Ekuador, Dua Jago Kandang Amerika Selatan yang Sesungguhnya

Cerita

by Redaksi 7

Redaksi 7

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bolivia dan Ekuador, Dua Jago Kandang Amerika Selatan yang Sesungguhnya

Megabintang Argentina, Lionel Messi, punya kenangan buruk di Stadion Hernando Siles, La Paz, Bolivia. Penyerang Barcelona itu muntah-muntah saat membela La Albiceleste lawan tuan rumah Bolivia di kualifikasi Piala Dunia 2014. Ketinggian kota La Paz membuat skuad Argentina tak mampu bermain maksimal. Raksasa Amerika Latin itu pun terpaksa berbagi angka dengan tuan rumah, imbang 1-1 hingga laga berakhir.

Messi menderita karena kekurangan oksigen. Di La Paz, dengan ketinggian 3.640 di atas permukaan laut, kadar oksigen berkurang drastis. Ini menyebabkan darah kekurangan suplai oksigen. Situasi tersebut tak ideal untuk berolahraga. Pasalnya, kekurangan oksigen mengganggu kinerja jantung, menyebabkan sesak napas atau lemas hingga muntah seperti Messi.

Timnas Bolivia sejak lama memiliki keunggulan kandang yang sangat nyata. Faktor geografis La Paz, ibukota tertinggi di dunia, secara signifikan mengurangi kemampuan bertanding lawan.

La Verde, yang selama ini menjadi tim pinggiran Amerika Latin, memanfaatkan ketinggian untuk meraih hasil lawan tim-tim yang lebih mapan. Di kualifikasi Piala Dunia 2018 lalu, Bolivia memetik 14 poin hasil empat kemenangan dan dua imbang. Semua poin itu diraih dari laga kandang.

Di Quito, Ekuador, sekitar 3.300 km utara La Paz, situasi tak jauh berbeda. Ekuador memiliki ibukota tertinggi kedua di dunia dengan ketinggian 2.850 meter di atas permukaan laut.

Link streaming pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022: Bolivia vs Ekuador

Dua tim di atas, Bolivia dan Ekuador, adalah jago kandang sejati Amerika Latin. Mereka memanfaatkan bentang alam untuk “mengalahkan” lawan-lawannya. Namun, sejauh mana faktor ini dapat membantu prestasi masing-masing tim?

Bolivia, meski unggul di La Paz, tak pernah mampu mendongkrak prestasinya sejak era Erwin Sanchez yang legendaris pada ’90-an. Dari lima edisi kualifikasi zona CONMEBOL terkini, La Verde selalu finis di dua posisi terbawah.

Amerika Serikat 1994 pun masih menjadi partisipasi terakhir mereka di Piala Dunia. Sepanjang sejarah, Bolivia tiga kali lolos ke putaran final turnamen terakbar itu, dua kali via undangan dan sekali (AS 1994) lewat babak kualifikasi.

Di La Paz, pemain lawan jelas tak mampu mengeluarkan kemampuan terbaik. Tapi hal ini tak dibarengi dengan perkembangan berarti dari skuad nasional Bolivia. Di kualifikasi zona CONMEBOL tahun ini, La Verde kalah dari Argentina di La Paz. Sebelumnya, di partai perdana, Marcelo Martins dan rekan-rekan dibantai 5-0 saat bertandang ke Brasil.

Kualifikasi Piala Dunia 2022 pun sepertinya akan menjadi cerita lama Bolivia. Mereka mungkin tetap akan meraih hasil-hasil besar di La Paz. Tetapi, kualifikasi ke putaran final masih jauh dari kenyataan.

Sebaliknya, Ekuador menikmati pamor kompetitif di kancah Amerika Latin pada abad 21. Berbekal pemain sekaliber Antonio Valencia, Enner Valencia, hingga Jefferson Montero, La Vinotinto lolos ke tiga dari lima edisi terakhir Piala Dunia.

Jelang Qatar 2022, Ekuador pun jadi kontestan serius untuk meraih tiket otomatis ke putaran final. Skuad besutan Gustavo Alfaro meraih tiga poin dari dua pertandingan awal kualifikasi. Ekuador membungkam Uruguay di Quito serta kalah tipis dari Argentina di Buenos Aires.

Kontroversi Sepakbola di Ketinggian

Keunggulan kandang seperti yang dimiliki Bolivia bukannya tak mendapat protes dari pihak lain. Pada 2007, FIFA sempat melarang pertandingan internasional digelar di tempat yang lebih tinggi dari 2.500 meter di atas permukaan laut. Larangan ini secara efektif membuat La Paz, Quito, Bogota, dan kota-kota di sepanjang Pegunungan Andes tak bisa menggelar pertandingan internasional

Larangan tersebut dibuat FIFA usai protes dari Konfederasi Sepakbola Brasil (CBF). Senada dengan CBF, Flamengo juga menyerukan boikot. Protes Flamengo terjadi setelah para pemain klub Brasil itu harus menggunakan oksigen botolan saat menghadapi Real Potosi (Bolivia) di ajang Copa Libertadores.

Kebijakan FIFA merugikan Bolivia, Ekuador, serta Kolombia. Pasalnya, tiga negara tersebut tak bisa menggelar partai kualifikasi Piala Dunia di ibukota masing-masing.

Bolivia, yang memiliki kota-kota utama dengan ketinggian ribuan meter di atas permukaan laut, melawan balik. Presiden Bolivia waktu itu, Evo Morales menyebut tindakan FIFA adalah “apartheid sepakbola”.

Kampanye yang diinisiasi Bolivia akhirnya membuahkan hasil. Pada 2008, setahun setelah kebijakan FIFA diberlakukan, larangan itu dicabut. La Paz dan Quito pun kembali bisa menggelar pertandingan internasional yang menjadi momok bagi tim lawan.

Di masa jeda internasional, Anda tidak akan kekurangan tontonan. Mola TV menayangkan pertandingan persahabatan, UEFA Nations League, dan Kualifikasi Piala Dunia 2022. Pertandingan Bolivia vs Ekuador pada Jumat (13/11) pukul 03:00 WIB dapat Anda saksikan dengan mengeklik tautan ini.

Komentar