Dilema ?Laga Hantu? Bundesliga

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dilema ‘Laga Hantu’ Bundesliga

Entah apa yang ada di kepala Erling Haaland saat mengetahui Bundesliga kembali bergulir pada 16 Mei 2020. Satu yang pasti, terakhir kali dia bermain bola, stadion sepi, tergelar tertutup, dan kalah 0-2.

“Ini sialan, semudah itu. Jujur, saya rindu pendukung Dortmund. Terasa aneh untuk bertanding,” ujarnya.

Dua golnya yang memekakkan pada leg pertama menguap begitu saja. Paris Saint-Germain sanggup membalikkan agregat. PSG menyingkirkan mereka dari babak 16 besar Liga Champions.

Sudah jatuh tertimpa tangga, Haaland secara ekslusif diolok-olok serombongan skuat Les Parisien. Mereka bergaya meditasi seperti perayaan gol khas Haaland.

VIDEO: Gol-gol Robert Lewandowski di Bundesliga 2018-19



Maju ke depan selama dua bulan. Haaland bersama Borussia Dortmund mesti siap membuka kembali Bundesliga pasca penundaan kompetisi. Bukan kaleng-kaleng, Die Borussen langsung terlibat dalam Revierderby dengan seorang kryptonite, Schalke 04.

Terakhir kali Dortmund menang dari Schalke di Stadion Signal Iduna Park terjadi pada 2015-16. Musim lalu, The Black Yellow dihajar 2-4 oleh Schalke yang sebetulnya babak belur finis di urutan ke-14. Musim sebelumnya lagi, Schalke secara spektakuler menahan imbang 4-4, sekalipun tertinggal empat gol di babak pertama.

Revierderby selalu punya pesona. Anak generasi 90-an pasti tahu. Derbi ini turut memanas tatkala Jens Lehmann menyebrang dari sisi biru sungai ke sisi kuning di sebelah timur. Sekalipun via Milan dulu pada 1998-99.

Marc Bartra memang tidak bertahan lama di Jerman. Namun kenang-kenangannya untuk satu fans perempuan berseragam Dortmund duduk di tengah kerumunan fans Schalke sangat mudah tinggal dalam ingatan.

Apakah Tepat Memulai Kembali?

Haaland sensasi rueckrunde Bundesliga kali ini. Hasil ekspor terbaik sepak bola Norwegia setelah Ole Gunnar Solskjaer. Sensasi instan dengan sembilan gol hanya dalam delapan laga tidak penuh waktu. Rataan 57 menit per gol jelas beringas untuk pemuda 19 tahun.

Pada akhir pekan ini, dia menyambut Revierderby pertamanya. Tanpa penonton, tertutup, atau pada kondisi yang sama dengan yang dia bilang, “Ini sialan.”

Mungkin saja Haaland sebetulnya kontra dengan keputusan menggulirkan kembali Bundesliga. Toh, Jerman mencatat 7.754 kematian dari 173 ribu kasus positif covid-19 sampai 13 Mei 2020. Plus, kompetisi sepak bola di tiga negeri tetangga, Belgia, Belanda, dan Prancis tuntas di tengah jalan secara berurutan.

Selagi vaksinnya belum ditemukan, entah oleh CureVac, BioNTech, atau lembaga dari negeri lain, tetap terasa sulit membayangkan situasi mesti kembali normal. Namun siapa juga yang bakal mendengar ucapan Haaland. Danny Rose yang memaki keputusan Boris Johnson memberi izin Premier League bergulir saja tidak ada yang peduli.

Bundesliga, lewat proposal yang diajukan Presiden DFL (Badan Liga), Christian Seifert jelas punya protokol kesehatan ketat yang mendasari liga mesti kembali bergulir. Bahkan mereka mengajukan kompetisi profesional bisa mulai lagi pada 9 Mei. Sebelum Kanselir Jerman, Angela Merkel menunda keputusan pada 30 April.

DFL jelas seperti unit bisnis lain. Punya barang jualan yang mesti diproteksi. Uang hak siar akan lenyap kalau tidak ada pertandingan yang ditayangkan.

Menurut kolomnis DW, Michael da Silva, Seifert nyatanya hanya menyembunyikan keserakahan diam-diam. Klub elite semacam Bayern Muenchen tidak mungkin bangkrut, hanya karena tertundanya kompetisi. Pendapatan hari pertandingan hanya lima persen dari pundi-pundi mereka. Berbeda dengan klub-klub divisi bawah yang sangat mengandalkan pemasukan di hari pertandingan.

Dia menyebut, Seifert mestinya memilih jalur untuk meminta para pemain klub top memangkas gaji untuk menyubsidi klub-klub kecil. Memang, opini tersebut juga terasa polos, karena mengabaikan uang hak siar televisi yang menjadi pemompa darah terbesar industri sepak bola modern.

Situasinya mirip dengan pedang bermata dua: Ada kebutuhan finansial yang mesti tertolong dengan mengorbankan risiko nyawa orang. Ada kesehatan yang harus diutamakan, tapi tanpa pertandingan jelas tidak ada pemasukan.

Tertundanya Piala Eropa dan Olimpiade sampai tahun depan memang memberi nafas lega. Nyatanya, tetap ada kebimbangan untuk berhenti atau melanjutkan kompetisi. Kesulitan finansial tidak terhindari. Kontrak pemain, sponsor, hak siar televisi, dll. punya tenggat waktu pada Juni.

Alhasil, pada Sabtu (16/5), jutaan mata memerhatikan Jerman. Bagaimana mereka memulai kembali divisi teratas dalam keadaan serba dilematis. Salah satunya, pada stadion berkapasitas terbesar di negeri tersebut.

Sampai Tiba Waktunya

Pertandingan Bundesliga terakhir yang tergelar juga berupa derbi berbasis sungai: Rhine Derby. Mempertemukan Borussia Moenchengladbach dengan FC Koeln. Laga ini berstatus Geisterspiel (pertandingan hantu) pertama di divisi teratas Jerman. Tanpa penonton yang merayakan kemenangan Gladbach. Breel Embolo memasang telinganya ke tribune kosong setelah mencetak gol.

Rasanya membahas pernik pertandingan juga bukan suatu yang paling utama lagi. Semisal, tentang bagaimana David Wagner mesti putar otak meningkatkan produktivitas timnya yang mangkrak pada angka 33 gol saja. Juga Lucien Favre yang memompa moril skuatnya untuk bisa percaya sanggup mengangkangi Bayern setelah tujuh tahun mentok.

Bayern sendiri akan melawat pertama kalinya ke kandang tim promosi debutan, Union Berlin. Harusnya ada pesta di Stadion An der Alten Forsterei menyambut laga historis bagi mantan klub Jerman Timur.

Basis suporter mereka terkenal mengerti bagaimana caranya merayakan hidup dengan sepak bola. Mereka sendiri yang merenovasi stadion dan spontan berdonor darah untuk menyelamatkan finansial klub. Sikap komunal yang membantu klub meraih kemenangan Bundesliga pertama dari klub teras seperti Dortmund. Mereka turut menyajikan paranoia untuk Hertha yang tumbang juga pada Derbi Berlin pertama di Bundesliga sejak tahun 1977.

Sementara RB Leipzig menjamu SC Freiburg dengan harapan menjaga kans juara mereka. Selang satu jam berikutnya, Eintracht Frankfurt yang paling sibuk dengan total 11 laga Geisterspeil bersua Gladbach yang punya pengalaman di laga hantu.

Pekan ditutup dengan Bayer Leverkusen yang meladeni Werder Bremen, sang nama besar kandidat degradasi. Sangat mungkin Kai Havertz menjalani salah satu momen terakhirnya bersama die Werkself.

Semua ini akan terjadi pada saat klub Bundesliga 2, Dynamo Dresden mesti dikarantina karena ada yang positif terinfeksi Covid-19. Tatkala tiga pemain Koln juga positif korona di awal Mei, tapi dianggap angin lalu.

Ketika Salomon Kalou dihukum Hertha Berlin karena pamer sikap sembrono menyepelekan aturan social distancing langsung lewat siaran FB Live. Saat Schalke terang-terangan meminta suporter merelakan uang sisa tiket musiman tidak dikembalikan demi membantu keuangan klub. Juga Bremen yang sekadar menjual kaus bersponsor “Stay at Home” untuk menambah pemasukan.

Tentu tidak ada yang lucu dari aturan para pemain mesti mencuci seragamnya sendiri demi menghindari infeksi. Tidak sebanding dengan kekocakan aksi TikTok Alphonso Davies dan Robert Lewandowski.

Bundesliga mau tidak mau bergulir sebelum vaksin korona dapat ditemukan. Teledor sedikit, laga hantu (Giesterspiel) Bundesliga sangat bisa mengerikan.

Haaland mungkin nanti sekali lagi bilang, “Ini sialan!”.

Komentar