Virus Corona dan Efeknya Untuk Bursa Transfer Musim Panas

Cerita

by Redaksi 12

Redaksi 12

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Virus Corona dan Efeknya Untuk Bursa Transfer Musim Panas

Hampir dua bulan sudah kompetisi sepakbola dunia dihentikan akibat pandemik Covid-19 yang sedang melanda dunia. Masih belum terlihat tanda-tanda bahwa keadaan akan kembali menjadi normal. Beberapa negara memang sudah mulai mengizinkan klub untuk berlatih dan beberapa kompetisi mulai melakukan perancangan proyek restart untuk menyelesaikan kompetisi, namun sepertinya harus dilakukan banyak penyesuaian untuk meminimalisir ancaman penyebaran virus Covid-19.

Selain permasalahan kompetisi, ada satu agenda lain yang akan terkena dampak dari COVID-19 ini. Agenda tersebut adalah bursa transfer musim panas yang seharusnya dimulai pada bulan Juli 2020 nanti.

Bursa transfer di musim panas dianggap sebagai momen bagi semua klub di Eropa berbenah sebagai persiapan untuk musim selanjutnya. Bumbu drama, pemberitaan rumor pemain, transfer kejutan, sampai big deal pemain bintang yang memutuskan pindah klub selalu dinantikan fans sepakbola. Pahitnya, efek Corona ini bisa membuat bursa transfer pemain tidak semenarik sebelum-sebelumnya.

Dari sisi klub, terdapat banyak aspek teknis yang harus disiapkan menjelang bursa transfer musim panas. Seperti yang ditulis Tor-Kristian Karlsen, eks Talent scouter dan Sporting Director AS Monaco yang rutin mengisi rubrik bisnis sepakbola di ESPN, klub-klub biasanya akan mulai menyebar semua talent scouter ke berbagai pertandingan guna mengamati pemain yang akan dibidik. Namun dengan kondisi saat ini, tentu membuat talent scouter klub jadi tidak bisa memberikan kinerja maksimal.

Saat ini, sorotan dampak Corona memang lebih banyak tertuju pada pemain, klub, dan fans. Namun, jika dilihat lebih dalam, terdapat banyak sektor pada sepakbola yang juga terkena dampaknya. Talent Scouter adalah salah satu sektor yang terkena dampak cukup hebat. Sulit bagi mereka untuk melaksanakan tugas jika tidak menyaksikan pertandingan setiap pekannya.

Dalam tulisannya, Tor-Kristian Karlsen, menjelaskan bahwa biasanya dua bulan menjelang aktifitas liga Eropa berakhir, banyak klub akan mengirimkan pencari bakat ke seluruh belahan dunia untuk mengamati pertandingan dan pemain. Namun dengan kondisi saat ini, aktifitas tersebut sulit dilakukan.

“Permasalahan kita saat ini ada berbagai perencanaan hanya bisa dilakukan per minggu, padahal biasanya kita selalu buat rencana setiap bulannya dengan rapi bahkan tiket pesawat untuk pemandu bakat, hotel, hingga detail pertandingan bisa dijadwalkan sejak jauh hari” Ungkap Karlsen dalam tulisannya.

Memang masih ada cara lain bagi Talent Scouter untuk menjalankan tugasnya, yaitu melalui perangkat lunak penyedia data statistik dan video rekaman pertandingan. Dari situ, ada banyak data yang juga bisa menjadi pertimbangan sebelum melakukan pembelian seorang pemain. Namun, tetap saja ada bagian-bagian dari penilaian yang tidak bisa digantikan selain dengan tatap muka secara langsung.

Satu atau dua bulan sebelum bursa transfer dimulai, pemain-pemain yang menjadi incaran biasanya telah disaring terlebih dahulu oleh senior scout. Setelahnya senior scout melaporkan langsung ke manajemen klub dari mulai direktur olahraga, pelatih kepala, hingga CEO, untuk keputusan tindak lanjut apakah akan membeli, meminjam, hingga kisaran budget yang disiapkan. Baru setelah itu negosiasi bisa dilakukan.

Dengan tidak adanya pertandingan dan larangan bepergian, proses tersebut tentu akan mengalami berbagai hambatan. Data yang disajikan oleh para Talent Scouter tentu tidak akan selengkap biasanya. Ditambah lagi, dengan jeda kompetisi yang cukup lama, belum tentu pemain masih dalam kondisi yang diharapkan. Bisa saja kondisi pemain menurun drastis akibat kegiatan yang tidak terkontrol selama masa vakum kompetisi ini.

Setelah data sudah terkumpul dan negosiasi siap dilakukan, permasalahan pun belum selesai. Negosiasi memang bisa dilakukan dari jarak jauh, namun tetap saja tidak akan seefektif jika dilakukan secara tatap muka. Efektivitas negosiasi jarak jauh tentu tidak sebaik jika negosiasi dilakukan secara langsung. Bukan tidak mungkin hal ini menyebabkan kesepakatan antar kedua klub tidak bisa tercapai.

Transfer Klub di Satu Liga

Akankah kita akan melihat klub-klub melakukan transfer untuk pemain di satu liga atau negara yang sama? Dibandingkan klub tersebut mengambil resiko untuk membeli pemain dari luar liga yang hanya diperhatikan melalui jarak jauh, terutama bagi pemain non-bintang dan tidak banyak disorot media, tentu pilihan tersebut menjadi sangat masuk akal. Jika benar-benar hal tersebut terjadi, akan ada efek bisnis yang mempengaruhi.

Efek pertama tentunya harga transfer pemain mengalami perubahan. Mencari pemain hanya dari satu liga tentu lebih sulit dibanding mencari dari berbagai liga. Harga pemain seharusnya melambung tinggi karena tingginya permintaan dengan jumlah pemain terbatas. Namun di sisi lain, semua klub sedang mengalami masalah finansial. Mereka tidak bisa mengeluarkan dana besar untuk transfer pemain karena ada banyak permasalahan keuangan yang harus mereka lunasi lebih dulu. Karena itu, negosiasi dalam proses transfer pemain ini akan lebih alot untuk mencapai win win solution bagi kedua klub.

Kedua faktor lower risk. Jika mengambil pemain dari satu liga, scouting klub, pelatih, bahkan owner sudah sering melihat setiap pekan. Begitu pun dengan para pemain muda di negara yang sama setidaknya masih bisa diperhatikan. Hal ini tentu akan menurunkan resiko pemain ketimbang klub harus membeli pemain dari luar negara. Mungkin klub besar yang biasanya mampu membeli pemain bintang tak menjadi masalah, namun poin ini terganggu bagi klub menengah ke bawah yang biasanya melakukan pembelian pemain mengandalkan laporan dan kejelian dari pemandu bakat.

Faktor ketiga ialah masalah ‘hidup’ suatu klub yang mengandalkan bursa transfer sebagai momen meraih dana sebanyak-banyaknya. Banyak klub di Eropa yang menerapkan model bisnis seperti mengembangkan banyak pemain potensial, baik dari akademi maupun negara lain, untuk selanjutnya dijual ke banyak klub Eropa dengan dana yang lebih besar. Hal ini tentu sedikit mengancam klub-klub tersebut jika kasus Corona ini tidak segera reda menjelang bursa transfer.

Dari ketiga faktor tersebut, ada masalah serius yang lebih mengancam, yaitu kelangsungan sepakbola Dunia dan sampai kapan virus ini terus menghantui kita. Karena bayangkan saja, ketika musim ini saja ditunda, apakah musim depan akan mulai tepat waktu? Harapannya tentu iya, namun jika melihat kondisi saat ini, tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti. Kemudian, apakah klub rela keluarkan dana untuk membeli pemain yang belum tentu bisa langsung digunakan karena liga sedang dalam kondisi yang tidak jelas? Tergantung, tapi rasanya klub akan wait and see kondisi global saat ini.

Jelas tentunya, bursa transfer pemain di musim panas mendatang punya efek cukup kuat terhadap kegiatan klub bahkan liga-liga. Di dalam masa yang serba tidak pasti ini, klub harus pintar menentukan langkah-langkah kebijakan. Jika liga tidak berjalan, sponsor tentunya pelan pelan akan meninggalkan klub, hak siar televisi tentu tidak akan didapatkan klub, pemasukan tiket juga terganggu karena tidak ada pertandingan, bahkan pemain pada akhirnya akan merasakan efek yang nyata dari sebatas isolasi jika Corona tidak benar-benar hilang atau cepat teratasi.

Pahitnya mungkin tidak ada transfer yang melibatkan dana besar jika nanti kompetisi Eropa masih belum menemui kejelasan.

Nasib Free Agents

Satu hal lagi yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana nasib para pemain yang akan memasuki akhir kontrak di musim ini? Beberapa nama seperti Edison Cavani, Willian, Thomas Meunier, Mario Goetze, Jan Vertonghen hingga Zlatan Ibrahimovic adalah beberapa nama besar yang kontraknya akan expired di akhir musim ini.

Tidak banyak yang bisa dilakukan, langkah pertama ialah menunggu kejelasan dan perkembangan dari virus Corona ini. UEFA dalam pertemuan dengan stakeholders klub memutuskan jika semua aktifitas liga harus selesai di tanggal 30 Juni 2020, paling telat. Normalnya, seluruh aktifitas sepakbola Eropa selesai di bulan Mei, termasuk jika ada Final Liga Champions yang biasanya mengambil waktu setelah liga selesai.

Dengan target tersebut, dan EURO 2020 yang resmi diundur ke tahun depan membuat federasi dan klub selepas kompetisi musim 2019/2020 selesai bisa langsung menentukan langkah selanjutnya, termasuk urusan jadwal musim 2020/2021 yang normalnya start di pertengahan Agustus.

Jika setelah liga selesai dan perlahan pandemic Virus Corona ini bisa teratasi, maka tentunya liga musim depan bisa ditentukan tanggal dan keperluan logistic lainnya untuk liga bisa start tepat waktu. Para pemain free agent pun akan menemukan klub terlebih bagi mereka dengan nama-nama besar. Rasanya tak sulit menemukan klub baru.

Namun, permasalahan muncul ketika liga di musim 2020/2021 tidak bisa dimulai tepat waktu. Pemain yang akan habis kontrak tanggal 30 Juni akan kesulitan mencari klub jika jadwal belum bisa ditentukan. Dengan kondisi ekonomi seperti ini ditambah kondisi serba tidak pasti tentu klub tidak mau ambil resiko untuk melakukan sesuatu yang tidak efektif. Seperti memberikan gaji pemain di tengah ketidakpastian jadwal pertandingan.

Jalan satu-satunya bagi para pemain yang habis kontrak di musim ini adalah mengharapkan kebaikan klub masing-masing dengan menambah durasi kontrak minimal satu tahun untuk para pemain yang habis kontrak di musim ini. Atau mengharapkan kebaikan dari klub-klub baru yang peduli dengan para pemain free agent di akhir musim. Langkah tersebut diambil Manchester United saat menambah durasi kontrak Nemanja Matic satu musim hingga 2021.

Problem untuk bursa transfer untuk bisnis klub tentu akan sangat berpengaruh, namun terlepas dari semua masalah yang menyertai, sikap dan bagaimana keputusan dunia sepakbola untuk mengurasi efek Virus Corona jauh lebih penting. Rugi keuangan sedikit tentu tidak masalah, jika hasilnya adalah mengembalikan aktifitas sepakbola dan seluruh olahraga menjadi normal kembali dimana pada akhirnya, pelan-pelan, stabilitas ekonomi setiap klub akan berangsur-angsur pulih.

Hampa rasanya tidak ada sepakbola di setiap akhir pekan.

Komentar