Aksi Suporter Club Africain yang Luput dari Perhatian

Berita

by redaksi

Aksi Suporter Club Africain yang Luput dari Perhatian

Kita mungkin lebih sering mendengar cerita kurang menyenangkan dari perilaku suporter sepakbola. Kerusuhan, perusakan fasilitas, pelanggaran peraturan, dan berbagai tindakan tercela lainnya. Namun pada kenyataannya banyak juga hal positif yang dilakukan suporter klub sepakbola di berbagai negara.

Klub asal Tunisia, Club Africain, adalah contoh terbarunya. Dilansir BBC, para suporter Club Africain berhasil mengumpulkan satu juta US Dollar (13,9 miliar Rupiah) untuk menyelamatkan tim kesayangan mereka yang tengah mengalami masalah ekonomi.

Uang yang mereka kumpulkan mungkin belum cukup untuk membersihkan hutang klub yang mencapai enam juta US Dollar (83,9 miliar Rupiah). Namun, demi membantu tim berjuluk ‘the People’s Club’ itu, sampai ada seorang suporter tunanetra yang memberikan tabungannya kepada klub dibanding melakukan operasi.

Club Africain sebenarnya merupakan salah satu klub terbaik di Tunisia. Mereka memiliki 13 gelar liga –kedua terbanyak setelah ES de Tunis (29)-, 13 piala Tunisian Cup, dan satu kali juara Liga Champions Afrika. Namun, masalah ekonomi sudah menyelimuti klub setidaknya sejak September 2019.

Awalnya, pihak klub tidak melunasi dana transfer salah satu pemain mereka, Ibrahim Chenihi. Hingga Chenihi pindah ke Arab Saudi, membela Al-Fateh, Club Africain belum juga membayar biaya transfer ke Al Alma –klub Chenihi sebelum Club Africain-. Al Alma akhirnya melaporkan sikap FIFA dan Club Africain dihukum pengurangan enam poin di 2019/2020.

Pengurangan poin itu mulai aktif sejak 12 September 2019, tidak sampai seminggu dari pengurangan poin tersebut, FIFA kembali menghukum Club Africain karena masalah serupa. Kali ini giliran gaji mantan pemain mereka, Matthew Rusike, yang belum bayar. Club Africain pun terkena embargo transfer untuk musim dingin 2019 dan musim panas 2020. Beruntung hukuman tersebut dibatalkan oleh FIFA hanya beberapa jam setelah pengumuman.

Pada awal Oktober FIFA mengaktifkan kembali embargo transfer untuk Club Africain karena belum membayar gaji Bassirou Compaore sebesar 60 ribu Euro (930 juta Rupiah). Padahal, Compaore sudah hengkang dari Club Africain dan membela tim Afrika Selatan, Cape Town FC. Masa embargo dari FIFA pun bertambah dari dua menjadi tiga periode transfer.

Akhirnya dengan bantuan Asosiasi Sepakbola Tunisia (TFF), Club Africain membuat rekening bersama untuk mengumpulkan dana bagi klub. “Rekening bersama yang dibuat TFF ini diarahkan kepada para suporter agar kami bisa memperlihatkan solidaritas kepada klub. Bahkan suporter kami yang masih anak-anak pun ikut menyumbangkan uang mereka,” jelas Foued Weld Amara, salah satu suporter Club Africain. Perlahan tapi pasti, uang yang dibutuhkan Club Africain mulai terkumpul.

Banyak cerita serupa juga terjadi di seluruh dunia. Bahkan ada beberapa kelompok suporter seperti Rangers FC dan Wycombe Wanderers yang membeli saham sampai mengakuisisi klub demi kestabilan ekonomi. Juara Piala FA 2007/08, Portsmouth, juga pernah menjadi kesebelasan terbesar yang dimiliki oleh suporter. Namun pada 2017, Pompey Supporter Trust menjual kepemilikan mereka kepada mantan Direktur Eksekutif Disney, Michael Eisner.

Suporter di Indonesia juga tidak kalah dengan pemain ke-12 di Afrika atau Eropa. Tak perlu menengok terlalu jauh. Cukup mundur sebulan. Pada 16 Oktober 2019, Solo Pos melaporkan bahwa suporter Persis melakukan galang dana untuk membayar bonus para pemain. Blok Bojonegoro meliput aksi suporter Persibo yang bertujuan untuk membantu manajemen klub membayar sanksi.

Bahkan Pasus 1970 dan Kalteng Mania yang tim kesayangannya main di Liga 1 2019 langsung bergerak setelah mendengar skuat Laskar Isen Mulang mogok latihan karena masalah gaji. Mungkin hanya dengan gestur kecil, mengumpulkan koin 1.000 Rupiah. Namun tujuannya adalah untuk membantu klub dan menggerakkan manajemen agar memenuhi kewajiban mereka.

“Kami semua cinta dengan Kalteng Putra. Kami ingin melihat tim kesayangan kami segera bangkit dari keterpurukan ini. Namun semua harus selaras dengan dukungan dari CEO dan manajemen klub,” kata salah satu kordinator Pasus 1970 Hendri Ehen.

Suporter Indonesia mungkin memiliki citra buruk karena ulah beberapa oknum. Tapi ketika hal terpuji seperti aksi suporter Kalteng Putra, Persibo Bojonegoro, dan Persis Solo, hanya sedikit yang membuka mata.

Komentar