Arsenal Punya Oezil, Tapi Emery (Mungkin) Tak Memahaminya

Analisis

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Arsenal Punya Oezil, Tapi Emery (Mungkin) Tak Memahaminya

Ada yang tak biasa dalam susunan starter Arsenal ketika menghadapi Liverpool di Stadion Anfield, Rabu (30/1) waktu setempat. Mesut Özil diturunkan untuk pertama kalinya sejak 24 September 2019.

Tak butuh banyak waktu bagi Özil untuk membuktikan kapasitasnya sebagai playmaker, sekaligus alasan mendapat bayaran tertinggi di Arsenal dengan gaji 350.000 Paun per pekan.

Pada menit ke-19, Özil cukup jeli untuk memberikan operan kepada Bukayo Sako yang berdiri bebas di tengah kotak penalti Liverpool. Tendangan Saka memang berhasil ditahan kiper Caoimhin Kelleher, tetapi bola tetap melewati garis gawang setelah Lucas Torreira menyambut bola muntah.

Visi, kreativitas, dan sentuhan pemain asal Jerman tersebut kembali menjadi kunci dalam prosesi gol ketiga Arsenal pada menit ke-36. Dengan sebuah operan tumit, memanfaatkan kesalahan Harvey Elliott, Ia mengecoh Joe Gomez dan Neco Williams; Sako sukses mengonversinya menjadi asis bagi Gabriel Martinelli.

Ketika babak pertama berakhir, dengan skor 3-2 untuk keunggulan The Gunner, Özil mencatatkan 92% operan sukses.

Özil sendiri turut memberikan asis dalam pertandingan ini. Kembali, melalui operan tumit, Ia `menyelamatkan` bola yang sudah hampir keluar lapangan untuk diselesaikan oleh Ainsley Maitland-Niles.

Anda bisa berusaha menetralisir peran Özil mengingat pertandingan ini adalah melawan Liverpool yang mayoritas berisi skuat muda, tetapi performanya tetaplah sesuatu yang menyegarkan bagi suporter Arsenal.

"We`ve got Özil, Mesut Özil. I just don`t think you understand..." (Kami punya Özil, Mesut Özil. Saya pikir Anda tidak memahaminya...") lantang berkumandang di tribun suporter tandang. Alih-alih sebagai bentuk banter kepada fans kandang, nyanyian tersebut lebih terasa sebagai sebuah orasi yang ditujukan kepada Unai Emery.

Awalnya, keputusan Emery tidak menurunkan Özil bukanlah isu, terutama pasca insiden perampokan pada 11 Agustus. Pekan demi pekan berlalu, Özil tak kunjung dimainkan. Ia total baru bermain sebanyak 71 menit dan dua kali berada di bangku cadangan sepanjang Premier League 2019/20.

Maka, muncul pertanyaan: ada apa antara sang manajer dan gelandang? Apakah ini terkait masalah taktik?

"Ia bisa bermain seperti yang saya inginkan, tetapi sekarang kami memiliki banyak pemain yang (bersaing secara) kompetitif di setiap posisi," ucap Emery, meyakinkan publik bahwa pemain pilihannya memang lebih pantas bermain ketimbang Özil, pada awal Oktober.

Jika memang demikian, rasanya suporter Arsenal dapat memahami alasan Emery-hingga titik tertentu. Kreativitas Özil kerap mengorbankan kepentingan tim, terutama dalam transisi menyerang ke bertahan. Ia tak cukup disiplin menjaga posisi.

Kekurangan tersebut erat kaitannya dengan gaya bermain Özil. Ia adalah tipikal pemain yang kerap mencari ruang kosong sekaligus, mengutip penyataan Sead Kolasinac, "menciptakan ruang kosong bagi rekan satu tim" karena menarik penjagaan dua pemain lawan-persis seperti yang terjadi ketika menghadapi Liverpool.

Emery menyadari hal tersebut. Dalam tiga pertandingan yang dijalani Özil sebagai starter di seluruh kompetisi musim ini, formasi yang diturunkan bertujuan memfasilitasi gaya bermainnya; tanpa harus mengorbankan keseimbangan bertahan dan menyerang.

Laga melawan Nottingham Forest menjadi pengecualian. Itu satu-satunya laga yang dilakoni Özil dalam formasi 4-2-3-1 (4-3-1-2 vs Watford dan 4-4-1-1 vs Liverpool); kemungkinan besar karena lawannya adalah tim Championship, sehingga Emery tak terlalu mencemaskan pertahanan.

Patut diketahui, formasi 4-2-3-1 adalah favorit Emery. Berdasarkan Transfermarkt, Ia telah memainkannya sebanyak tujuh kali dari 15 pertandingan di seluruh kompetisi sejauh ini.

Sejujurnya, para suporter mungkin tidak terlalu mempermasalahkan absennya Özil jika memang Arsenal meraih hasil maksimal. Namun, fakta di atas lapangan membuktikan bahwa permainan mereka masih belum cukup memuaskan dan penuh inkonsistensi.

Statistik menunjukkan bahwa Arsenal memang kurang sentuhan kreatif ketika memasuki daerah pertahanan lawan. Persentase operan sukses di sepertiga akhir lapangan mereka hanya 80,5% (peringkat kedelapan di Premier League) dan hanya mampu menciptakan 19 peluang besar (peringkat ke-11).

Jika ada pemain yang mampu memperbaiki angka tersebut, maka itu adalah Özil. Operan kepada Maitland-Niles di Anfield merupakan asisnya ke-70 bagi Arsenal sejak bergabung pada 2013 (unggul 28 asis atas pemain yang lain).

Dibanding kasus Granit Xhaka, barangkali situasi Özil lebih menggambarkan relasi antara suporter Arsenal dengan Emery. Bukan tidak mungkin, penyelesaian kasus Özil bisa menjadi penentu bagi masa depannya di Stadion Emirates.

Komentar