Insting Bertahan dan Menyerang Wan-Bissaka

Cerita

by redaksi

Insting Bertahan dan Menyerang Wan-Bissaka

Sepanjang kariernya, Aaron Wan-Bissaka berusaha menggiring bola di tepi lapangan untuk dibawa ke dekat kotak penalti lawan. Pemain kelahiran 26 November 1997 itu tidak suka hanya bermain di sekitar pertahanan. Tapi siapa sangka, Wan-Bissaka malah jadi salah satu pemain dengan jumlah tekel terbanyak di Liga Primer Inggris 2018/19.

Wan-Bissaka mencatatkan 129 tekel berhasil dari total 35 penampilan. Jumlah tersebut terbanyak ketiga setelah Wilfred Ndidi (143) dan Idrissa Gueye (142). Meski begitu, Wan-Bissaka jadi pemain yang paling sulit dilewati karena dia hanya 10 kali saja mampu dilewati lawan, sementara Ndidi dilewati lawan sebanyak 49 kali dan Gueye 38 kali.

Tidak hanya tekel, Wan-Bissaka juga terbilang pandai membaca arah serangan lawan. Hal itu terlihat dari kemampuannya dalam mengintersep bola. Dia mencatatkan 249 intersep. Angka tersebut, menurut Wyscout, merupakan tertinggi keenam di Liga Primer Inggris.

Statistik tersebut mengejutkan Wan-Bissaka. Dia lebih senang membantu penyerangan ketimbang membantu pertahanan. Bahkan sebetulnya pemain kelahiran London ini tidak menyukai bermain bertahan. Karena sejak masuk ke akademi Crystal Palace pada usia 11 tahun, dia lebih sering ditempatkan di pos yang lebih menyerang.

"Tidak, tidak seorangpun mengajarkanku tentang pertahanan. Tidak pernah. Aku tidak tahu dari mana aku bisa melakukannya. Makanya aku agak terkejut ketika melihat semua statistik itu," kata Wan-Bissaka pada The Guardian. "Aku terlalu sibuk melakukan trik-trik, dan aku tidak suka bertahan. Aku mengintersep bola karena aku cepat. Tapi mungkin aku mulai belajar menekel sejak bermain di tim U-23."

"Aku selalu menjadi seorang penyerang, sejak bermain di Elite Junior. Aku bergabung dengan Palace pada usia 11 tahun," sambungnya.

Pada wawancara lain, jauh sebelum ia jadi pusat perhatian di sepakbola Inggris, pemain bertinggi 183 cm ini pernah memperkenalkan diri bahwa dia adalah seorang pemain yang membantu serangan.

"Aku bermain di sayap, bisa di kedua sisi. Aku juga bisa bermain di posisi nomor 10," tukas Wan-Bissaka ketika pertama kali dipanggil Timnas Kongo U-20 pada 2015, negara tempat ayahnya lahir.

"Aku menyukai gaya permainan Thierry Henry dan Ronaldinho untuk mengekspresikan permainanku. Aku berusaha mengikuti mereka," ujarnya pada wawancara lain.

Dengan latar belakang itulah Wan-Bissaka kerap melakukan penetrasi di kotak penalti lawan dari sayap kanan selama membela Crystal Palace. Musim lalu, dia berhasil mencatatkan 164 dribel, urutan ke-17 terbanyak. Tingkat keberhasilannya melewati lawan pun mencapai 67,7%. Angka yang cukup impresif untuk seorang bek kanan.

Diragukan Beberapa Pelatih

Kemampuan bertahan Wan-Bissaka tampaknya lahir dari instingnya. Ia berusaha melakukan segalanya agar bisa mendapatkan kesempatan bermain di tim utama. Maklum, Wan-Bissaka bukanlah pemain muda yang sempat digadang-gadang akan jadi bintang di awal kemunculannya.

Perjuangannya untuk jadi andalan Crystal Palace tidak mudah. Dia baru merasakan bermain bersama tim senior pada Juli 2017 lalu, atau ketika ia berusia 19 tahun. Debutnya terjadi ketika Palace menjalani pra-musim bermain melawan Liverpool di Selhurst Park sebagai pemain pengganti. Debutnya berakhir dengan kekalahan 0-2.

"Aku sangat terharu karena ini adalah hal yang selalu aku inginkan sejak kecil, yang sekarang menjadi kenyataan. Aku sangat bahagia ini terjadi," tutur Wan-Bissaka tentang debutnya. "Di awal ketika aku masuk, itu cukup sulit. Tapi kemudian aku bisa menikmatinya dan aku mulai merasa baik-baik saja. Aku percaya diri ketika menguasai bola, membantu serangan, dan ketika bertahan pun semuanya berjalan baik."

Saat itu Wan-Bissaka merupakan bek kanan keempat Crystal Palace. Saat Palace dilatih Frank De Boer, dia berada di bawah bayang-bayang Timothy Fosu-Mensah dan Martin Kelly. Dia mendapatkan kesempatan bermain karena De Boer bermain dengan menggunakan wing-back dalam skema tiga bek tengah.

Ketika Roy Hodgson menggantikan De Boer, pelatih barunya itu kembali bermain dengan empat bek sejajar dan lebih menyukai Joel Ward. Tapi sebetulnya saat itulah Wan-Bissaka mulai harus terbiasa bermain sebagai full-back. Dia harus kembali mengingat-ingat apa yang pernah diajarkan pelatihnya di akademi Palace soal membantu pertahanan. Dia harus mempraktikkan apa yang telah diajarkan Richard Shaw, pelatihnya di tim U-23.

"Manajerku sebelumnya, Richard Shaw, membantuku untuk menjadi bek kanan. Aku menyadari mulai banyak melakukan tekel di tim U-23. Aku merasa aku mampu melakukannya. Tapi aku memang tidak menyadarinya sampai aku dimainkan sebagai bek kanan," kata Wan-Bissaka ketika mengenang tahun pertamanya di tim senior Crystal Palace pada Sky Sports.

"Sekarang ini semakin lebih mudah melakukan tekel. Aku pernah menjadi pemain sayap dan aku sering punya insting untuk membantu penyerangan. Walau terkadang tim tidak bermain dengan cara seperti itu. Tapi memiliki kaki panjang dan kepercayaan diri saat menguasai bola adalah kelebihanku."

Bagi Wan-Bissaka, pemain yang paling sulit dia hentikan adalah Eden Hazard. Tapi menghadapi Hazard baginya menjadi pelajaran dan pengalaman berharga bagi perkembangan kemampuannya.

"Dia [Hazard] pemain yang kuat. Aku tidak bilang aku tidak bisa membaca pergerakannya, tapi dia sangat merepotkan saat bersama dengan bola. Tidak dengan bola juga. Dia tidak hanya menerima bola dan mengoper. Dia selalu melakukan sesuatu: mungkin tidak langsung berhadapan denganku tapi entah bagaimana caranya bisa mempengaruhiku; membuatku tidak dalam posisiku, membuat seseorang memanfaatkan areaku.

"Dia sangat pintar, salah satu yang terbaik. Tapi di saat bersamaan, situasi-situasi itu menjadikan pelajaran bagiku."

Pada wawancara lain, Wan-Bissaka juga menceritakan tentang bagaimana Shaw membiasakannya menjadi seorang bek kanan. Ia sebetulnya tidak menyukai ditempatkan sebagai bek kanan. Tapi demi tempat di tim utama, ia rela melakukannya.

"Aku tidak menikmatinya," ujar Wan-Bissaka pada The Guardian. "Aku tidak bisa mengekspresikan diriku di lini depan. Bermain di lini pertahanan adalah hal baru bagiku. Dan aku selalu berkata dalam hati: `Ini bukan aku`. Aku tidak pernah mengatakannya tapi para pelatih mengetahuinya. Mereka terus memberikan latihan untukku. Dari situlah aku semakin terbiasa [bermain di bek kanan]."

"Berlatih dengan Wilf [Zaha] dan Yannick Bolasie membuatku lebih kuat. Ketika aku muda, gaya bermainku mirip Wilf, tapi dia lebih tricky. Sebagai mantan winger, aku bisa menebak langkah apa yang akan mereka lakukan berikutnya, bagaimana cara mereka berpikir. Dari situ aku bisa mengantisipasi mereka dengan lebih mudah. Lalu ketika Roy Hodgson mengubah kontrakku untuk jadi pemain utama, aku tahu kalau aku telah berkembang meski aku tidak bermain sekalipun."

Wan-Bissaka tidak berlebihan. Meski menit bermain di Palace sangat sedikit, kemampuannya diakui Timnas Inggris. Dia mendapatkan panggilan dari Timnas Inggris U-20, negara kelahirannya. Hal itu membuatnya semakin mantap untuk terus memaksimalkan kemampuannya bermain di kanan pertahanan Palace.

Tantangan Baru

Meski punya darah Kongo, Wan-Bissaka lahir dan besar di Inggris. Ketika Timnas Inggris memanggilnya, dia tidak menolaknya. Keputusannya tepat karena sampai saat ini dia terus membela timnas Inggris junior. Usianya yang masih 21 tahun membuatnya bisa menempa kemampuan di turnamen kelompok umur. Dia merupakan salah satu pemain di Timnas Inggris U-23 yang berlaga di Piala Eropa U-21 2019.

Panggilan tersebut didapatkan tak lepas dari penampilan impresifnya sepanjang musim 2018/19. Hanya tujuh kali bermain di musim pertama, musim lalu Wan-Bissaka tampil di 39 pertandingan Palace di segala kompetisi. Musim lalu giliran Ward dan Kelly yang harus menantikannya tampil buruk, akumulasi kartu atau mengalami cedera untuk bisa bermain.

Namun kabar baik bagi Ward dan Kelly adalah Wan-Bissaka sudah resmi meninggalkan Palace. Dia merupakan target utama Manchester United. United telah menyanggupi biaya 45-50 juta paun untuk memboyongnya ke Old Trafford. United yang menjadikannya sebagai pemain termahal keenam klub sepanjang sejarah, membutuhkan bek kanan anyar setelah tidak memperpanjang kontrak Antonio Valencia.

Selain bermain di kesebelasan yang lebih besar, Wan-Bissaka jelas dituntut menunjukkan permainan serupa kala ia membela The Eagles musim lalu. Apalagi United saat ini sedang (kembali) memasuki fase sulit karena gagal menembus empat besar musim lalu. Tapi dengan kemampuan bertahan dan menyerangnya, United tentu menaruh harapan besar pada Wan-Bissaka. Hal itu akan menjadi tantangan baru bagi pemuda London tersebut untuk membuktikan kualitasnya.

[ar]

Komentar