Banyak yang Bilang Pemain Saya Kemahalan

Nasional

by Tokoh Utama

Tokoh Utama

Tempat berbagi kisah para pemain, pelatih, agen, dan mereka yang terlibat langsung di sepakbola, di mana mereka menjadi "tokoh utama"-nya.

Banyak yang Bilang Pemain Saya Kemahalan

Tidak semua orang pintar bernegosiasi. Tidak semua orang pintar "menjual" dirinya sendiri. Untuk itu seorang atlet membutuhkan orang yang secara khusus membantu mereka memanfaatkan hal-hal tersebut. Itu bisa dan biasa dilakukan oleh seorang agen.

Agen, saya misalnya, tahu market sekarang seperti apa. Kapasitas pemain seperti si A berapa klub mampu bayar. Dan saya pelan-pelan membuktikannya kalau seorang pesepakbola itu membutuhkan agen.

Di Indonesia ini sangat susah pemain-pemain percaya pada agen, terutama para pemain lokal. Biasanya pemain-pemain top lokal yang gak mau pake agen. Para pemain lokal lebih ingin bernegosiasi langsung dengan klub. Tidak sedikit yang enggan memberikan, misal, 10% pendapatan mereka pada agen.

Tapi saya bisa menjelaskan pada klien-klien saya, industri sepakbola kita sudah ketinggalan 10-20 tahun dari industri olahraga di Eropa. Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi juga butuh agen. Padahal kan kalau dipikir-pikir 10% dari pendapatan mereka sangat besar. Tapi mereka mengerti pentingnya peran seorang agen.

Makanya saya sering bilang ke pemain, misal kalau kamu dapat 100 juta, jangan berpikir "aduh karena ada agen jadi cuma dapet 90 juta".

Dengan adanya agen, sebetulnya mereka bisa mendapatkan, mungkin, 250 juta. Lebih besar. Dengan adanya agen, waktunya istirahat, mereka bisa istirahat. Mereka harusnya latihan, bisa latihan. Mereka tidak perlu sibuk bertemu klien-klien untuk "menjual" diri. Apalagi rata-rata pemain mereka tidak punya waktu untuk "menjual" dirinya. Mereka juga sering tidak mau atau tidak mengerti kontrak yang mereka tandatangani.

Atlet hanya perlu fokus atas apa yang mereka kerjakan. Di situlah seorang agen dibutuhkan. Saya sendiri sekarang kira-kira ada 75 atlet di bawah saya, 60 pemain bola.

Klien pertama saya adalah Bambang Pamungkas (Bepe), kemudian Ponaryo Astaman. Itu tahun 2004-2005. Di tahun yang sama saya juga membawa Cristiano Ronaldo ke Indonesia untuk iklan, bawa ke Aceh ketemu Martunis. Lewat CV ini saya bisa meyakinkan perusahaan lain, makanya setelah itu saya bisa membawa Fernando Torres, Cesc Fabregas, atau Xabi Alonso.

Setelah Bepe dan Ponaryo, saya juga mendapatkan Andik Vermansah. Lama-lama semakin bertambah, Evan Dimas juga. Pelan-pelan saya berusaha membangun kredibilitas itu, karena kredibilitas penting. Kita harus bisa meyakinkan pemain percaya pada kita untuk menjaga kepentingan mereka.

Selain agen pesepakbola, saya juga jadi agen atlet bulu tangkis, perenang, pemanah, penembak, ada angkat besi juga. Selain itu ada beberapa klien juga yang sifatnya non-exclusive seperti Aero dan Aksa Sutan Anwar di Jetski. Saya kenal mereka dan ingin membantu mereka. Saya juga sempat bantu Doni Tata di Moto2. Semua itu merupakan klien saya di Munial Sports Group (MSG).

MSG ini baru dimulai kira-kira 8-9 tahun yang lalu. Awalnya bernama "For You Indonesia". Tapi karena kalau disingkat jadi "FU Indonesia" agak vulgar, akhirnya saya buat lebih serius lagi dan menemukan nama Munial Sports Group.

Munial dari nama bapak saya. Sebagai seorang anak, saya memang ingin berdedikasi untuk orang tua. Saya juga punya restoran yang namanya menggunakan nama ibu saya. Merekalah yang selalu mendukung saya ketika orang lain meremehkan saya.

Banyak orang yang bilang seperti ini: "Kamu tuh lulusan MBA [Magister Bisnis Administrasi], harusnya kerja di bank atau jadi direktur." Waktu itu olahraga memang belum seperti sekarang. Tapi orang tua selalu dukung saya. Itu juga yang bikin saya terus bertahan walau menjalani naik-turunnya bisnis.

Saya memang kuliah S1 ambil finance, marketing di S2. Tapi saya suka olahraga, tidak spesifik olahraga tertentu.

Untuk berkarier di dunia sports industry sendiri saya baru sadar ketika nonton film Jerry Maguire (1996). Lewat film itu saya baru mengetahui kalau industri olahraga itu ada. Jadi kalau kamu gak berhasil di olahraga (sebagai atlet) kamu bisa tetap terlibat dan berhasil di olahraga itu dengan masuk ke industrinya.

Dari situ, tahun 2000, saya memutuskan kerja di perusahaan Amerika bernama International Management Group, salah satu perusahaan sport marketing terbesar di dunia. Tujuan saya saat itu belajar. Di situ juga saya baru tahu kalau agen olahraga itu ada. Bukan hanya di sepakbola, tapi agensi olahraga secara umum.

IMG waktu itu pegang Taufik Hidayat, Tiger Woods, ada juga petenis dunia. Di situlah saya belajar Sport Marketing & Management.
Awal karier saya di dunia agen itu fokus di marketing. Tugasnya waktu itu kita harus bisa mendapatkan endorser dan mengomersialkan atlet kita, waktu itu tenis dan bulu tangkis.

Di IMG ini saya memang benar-benar dapat banyak pelajaran. Tidak cuma soal jadi agen; tapi juga soal manajemen bisnis, bahkan promotor sampai sport travel, jual-beli klub, membantu klub mendapatkan sponsorship, dan mengadakan event olahraga. Itu semua merupakan bagian dari sport marketing. Sampai sekarang pun, walau sport agency-nya yang menonjol, saya punya divisi-divisi untuk mengerjakan itu semua.

Bersamaan dengan belajarnya saya di IMB, industri sepakbola terus tumbuh besar. Di Indonesia pun demikian. Peluang itulah yang saya incar dan saya mulai fokuskan di situ. Tahun 2000 saya sampai harus membayar 50 juta rupiah ke TV untuk membantu Liga Bank Mandiri mendapatkan siaran langsung. Biaya yang cukup besar waktu. Terbukti sekarang semakin berkembangnya industri sepakbola, sekarang justru tv yang bayar hak siar bahkan sampai ratusan miliar. Terbukti juga klien saya terus bertambah.

Saya tahu betul apa yang saya kerjakan. Saya mencintai profesi saya sekarang karena ini telah menjadi passion. Jadi walau pernah mengalami kerugian, saya tetap bertahan karena telah menjadi hobi sekaligus kecintaan saya pada profesi ini. Karena lewat profesi ini saya bisa keliling dunia nonton bola, keliling dunia nonton bulu tangkis. Saya bisa dekat dengan pemain.

Bayangkan, saya fans Ronaldo lalu tiba-tiba saya jadi klien dia. Saya bisa seminggu di Bali bersama Ronaldo. Sebagai fans Liverpool, saya bisa 8 jam bersama Fernando Torres. Tentu itu sesuatu hal yang luar biasa ketika kita mengejarkan hal yang kita suka, dan itu dibayar.

Sebetulnya soal uang itu belakangan. Karena saya percaya selama kita punya passion, kita bisa mengerjakannya tanpa menghitung waktu. Dengan semangat, dari situ lama-lama hasilnya bakal terlihat, akan menjadi reward, termasuk dari sisi finansial. Itu hanya soal waktu.

Seperti ketika 5-6 tahun terakhir ini, di mana ini jadi tantangan berat buat karier saya. Tahun 2012-2013 saya sudah punya karyawan sekitar 8-10 orang. Tapi gak lama dari situ sepakbola kita di-banned oleh FIFA. Itu menjadi kejatuhan terbesar dalam karier bisnis saya. Saya mengalami kerugian yang cukup besar. Akhirnya saya kembali bekerja sendiri.

Tapi dalam bisnis memang ada untung, ada rugi. Ada up and down. Pelan-pelan saya berhasil bangkit dan sekarang ada tiga orang yang ada di bawah saya.

Ini juga yang saya sering katakan pada pemain-pemain saya. Tak peduli berapa kali kamu jatuh, yang penting berapa kali kamu bangkit kembali. Sekarang saya justru tidak takut jika suatu saat jatuh lagi, karena saya pun mulai dari nol juga.

Terbukti sekarang industri sepakbola di Indonesia juga sudah mulai berkembang, klub-klub pun mulai menggaji pemain secara teratur. Bahkan industri olahraga secara umum pun sudah mulai dihargai, seperti misalnya pemain-pemain bulu tangkis saya, salah satunya Jojo [Jonathan Christie] yang berprestasi. Pelan-pelan karier saya sudah bangkit kembali.


Apa sebenarnya fungsi agen pemain? Siapa yang bisa menjadi agen pemain? Super agent Rochi Putiray menjelaskan semuanya pada video ini:


Bangkitnya karier saya juga tak lepas dari kehati-hatian saya dalam memilih klien. Kriteria khusus untuk menjadi klien saya adalah karakter. Buat saya karakter di luar dan dalam itu sama pentingnya.

Saya ingat ada seorang pemain yang bilang seperti ini: "Tenang, Bos. Selama dua jam pertandingan ini saya akan berikan 200 persen!". Dia gak ingat, satu minggu itu ada 168 jam. Dia salah kalau cuma fokus di dua jam itu. Apa yang dia lakukan selama 166 jam lah yang akan berpengaruh pada dua jam itu. Jadi saya ingin bekerja dengan klien yang punya keinginan dan komitmen kuat untuk maju, bukan hanya pada pertandingan.

Selama 18 tahun karier saya ini, memang alhamdulillah pelan-pelan saya memahami ciri-ciri seorang juara. Mereka karakternya akan berbeda dengan orang yang selalu komplain dan gagal karena orang lain, lingkungan, dan lain-lain. Orang yang berhasil itu tidak cepat puas, selalu ingin maju.

Saya juga hanya ingin bekerja dengan pemain yang totalitas. Saya akan totalitas untuk mereka, mereka harus totalitas dengan kewajibannya.

Ketika ada pemain saya yang mulai sombong atau sering keluar malam, saya adalah orang pertama yang akan menegur dia. Di dunia sepakbola ini kalau kamu bagus, sebetulnya masih ada yang lebih bagus lagi. Kamu kerja keras, ada yang lebih kerja keras. Makanya ketika saya sudah totalitas pada mereka tapi mereka tidak, saya pasti akan menghentikan kerja sama dengannya karena itu hanya akan membuang waktu saya.

Sebagai gambaran, dari 75 atlet di MSG, semuanya berkarakter beda. Produk saya manusia, bukan benda. Saya harus bisa me-mantain mereka. Jadi penting buat mereka totalitas pada pekerjaannya untuk memudahkan saya juga dalam me-mantain mereka.

Ada klien yang harus di-approach pelan-pelan, ada juga yang kita bisa tegas sejak awal. Kita harus tahu itu. Misal ada pemain muda yang sifatnya kurang bagus tapi dia punya potensi. Kita bisa "membuang" dia atau membantu dia. Tentu tugas kita membantu dia. Tapi tetap, membantu pun ada batasannya juga karena ada orang yang emang gak bisa diubah. Ada juga orang yang mau denger dan mau maju.

Seingat saya cuma ada dua atlet yang akhirnya saya mengundurkan diri. Alasannya karena karakternya yang tidak cocok, gak sejalan dengan prinsip saya. Salah satunya pemain itu terima DP (down-payment) dari klub lain ketika masih ada kontrak, padahal saya sudah bilang jangan terima, makanya saya mengundurkan diri. Ada juga satu atlet yang meninggalkan saya dengan alasan yang sebenarnya gak bener juga. Saya sendiri memang gak segan-segan dengan mereka karena sepengalaman saya, ketika pemain sudah mulai sombong dan mulai merasa jadi bintang, itu gak bertahan lama kariernya.

Saya sendiri memang bukan agen yang ketemu setahun sekali, kita deal, terima komisi, selamat malam setahun lagi kita bicara, selesai. Saya akan bekerja untuk me-mantain pemain-pemain saya itu selama 12 bulan, selama kontrak. Makanya terkadang saya pun lebih mengasosiasikan diri saya sebagai manajer atlet ketimbang agen. Saya bertanggung jawab pada mereka 24 jam. Saya bertanggung jawab soal behaviour mereka, social media mereka, bisnis mereka, dan hal-hal lain. Saya terlibat di kehidupan mereka.

Meski begitu, banyak yang bilang pemain saya kemahalan. Tapi kalau mereka kemahalan gak mungkin mereka laku. Padahal saya pun gak pasang harga semau-mau saya. Saya tahu harga pasarnya berapa. Saya tahu harga tertinggi berapa, harga terendah berapa. Lagipula ketika misalnya deal pun saya akan berada di pihak klub juga, dengan berusaha memastikan pemain saya taat dan patuh dengan kontrak yang ada, mereka rajin latihan, tidak keluar malam, dan segala hal yang mendukung mereka.

Jadi untuk siapapun yang ingin jadi agen, ingat: produk kita manusia, bukan benda. Kita harus bisa menjaga sikap klien kita.

Selain itu, seorang agen juga harus bisa mencarikan peluang-peluang lain di bisnis. Apalagi sekarang dengan berkembangnya digital marketing. Posting social media aja ada nilainya.

Maka dari itu untuk pemain pun punya agen itu penting. Tidak harus saya. Seperti yang sudah saya bilang, banyak pemain yang mungkin tidak mengerti apa yang mereka tandatangani, atau mereka tidak mau membaca draf kontrak dengan 10-20 lembar. Seorang agen akan membantu pemainnya untuk lebih fokus pada kariernya.

Di Indonesia sendiri yang sering terjadi masalah dengan klub adalah soal gaji. Saya pernah alami. Ketika masalah gaji ini datang, ada klub yang bersedia cari solusi, ada juga klub yang tutup mata. Bahkan ada yang ketika saya putuskan kontrak batal karena masalah gaji itu, malah mereka yang marah ke saya.

Tapi di sinilah pentingnya peran agen untuk menjembatani permasalahan-permasalahan itu. Pengalaman saya pun sudah membuktikan bahwa seorang pemain butuh agen.

Komentar