Diving adalah Seni?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Diving adalah Seni?

Oleh: Haslinda Boerhan

Jika mendengar kata diving, pikiran akan tertuju pada kegiatan menyelam di bawah permukaan air. Namun lain hal dalam dunia sepakbola. Di sepakbola, diving merupakan aksi menjatuhkan diri secara sengaja saat entah itu ada atau tidak ada kontak dari pemain lawan. Aksi ini bertujuan untuk mengelabui wasit agar mendapatkan tendangan bebas ataupun tendangan penalti. Selain itu aksi ini juga mampu merugikan tim lawan jika diberi ganjaran kartu merah karena dinilai melakukan kekerasan dalam pertandingan.

Kegiatan berkedok mengelabui ini pernah populer pada pada final Piala Dunia 1990 saat Jerman berhadapan dengan Argentina. Lewat performa tipu-tipu yang dilakukan oleh kapten Timnas Jerman, Juergen Klinsmann, di kotak penalti, Jerman akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor tipis 1-0.

Kartu merah untuk lawan, tendangan penalti yang diberikan untuk Jerman, dan dieksekusi sempurna oleh Andreas Brehme atas "kerja keras" sang kapten ini kemudian menjadi salah satu sejarah dalam dunia sepakbola. Lewat kejadian inilah muncul julukan “Bapak diving” yang ditujukan pada Klinsmann.

Belakangan, julukan "Raja Diving" mulai akrab pada pemain Timnas Brasil, Neymar Jr. Publik tampaknya masih mengingat jelas bagaimana aksi teatrikal penyerang Paris Saint-Germain (PSG) itu pada Piala Dunia 2018 silam. Aksi teatrikalnya sukses mengantarkan Brasil ke babak perempat final. Tapi Neymar dinilai serupa anak kecil yang mudah terjatuh ketika disentuh lawan dan terlalu banyak merengek di lapangan. Kejadian itu pun akhirnya mengundang konflik dan berujung komentar pedas pada dirinya. Selain itu kejadian tersebut menarik inisiatif warganet untuk membuat perlombaan dengan sebutan “Neymar Challenge”.

Meski banyak pihak yang mendiskreditkan aksi diving, sepakbola pada akhirnya tak bisa lepas dari aksi tersebut sampai saat ini. FIFA yang secara tegas memberikan ganjaran kartu kuning kepada pelaku diving pun tak membuat diving punah dari sepakbola.

Sebetulnya diving juga menjadi perilaku tak mencerminkan sportivitas dalam olahraga yang menjunjung tinggi Fair Play ini bukan hanya merugikan tim lawan, namun meruntuhkan martabat seorang wasit sebagai hakim dalam sebuah pertandingan. Bayangkan saja jika wasit salah memberi keputusan, kartu yang seharusnya dijatuhkan pada si pelaku diving malah dilayangkan kepada lawan yang terkesan melakukan kekerasan. Tak sampai di situ saja, wasit juga akan dinilai tidak kompeten dan dicap sebagai wasit abal-abal.

Nah, dari penjelasan di atas, maka penulis mencoba menganalisis beberapa alasan mengapa diving masih menjadi praktik yang umum terjadi di sepakbola.

Diving Sebagai Seni

Legenda Jerman, Lothar Matthaus, pernah mengungkapkan Neymar terlalu banyak akting di lapangan. Jika dikaitkan dengan kata akting, maka merujuk pada dunia seni. Dalam perfilman akting merupakan seni peran yang dilakukan seseorang dengan memiliki keahlian khusus untuk membuat penonton percaya atas apa yang dilakukannya.

Perbandingan tersebut kemudian menimbulkan asumsi bahwa diving sama halnya dengan seni peran. Dalam hal ini diving juga memiliki tujuan yang sama untuk membuat wasit percaya atas tindakan yang dilakukannya.

Italia merupakan salah satu negara sepakbola yang "mengesahkan" diving sebagai seni karena di sana mengenal istilah fubrizia. Sebagaimana tidak semua orang bisa melakukan akting, tidak semua pemain juga ahli melakukan diving. Di situlah seninya.

Baca juga: Piala Dunia 2006 dan Sepakbola Curang ala Italia

Dukungan dari Pelatih

Dalam penelitian yang berjudul “Contextual Influences On Moral Functioning Of Male Youth Footballers”, Maria Kavussanu dan Cristopher M. Spray menyatakan bahwa pemain sepakbola merasa bahwa pelatih mendorong perilaku curang. Diving adalah salah satu perilaku curang karena berupaya mengelabui wasit.

Di dunia sepakbola, kepala pelatih atau manajer memiliki peranan yang sangat penting. Kita tahu bahwasanya pelatih adalah orang yang dipercaya untuk mengatur taktik dan strategi dalam sebuah pertandingan. Ketika berbicara taktik dan strategi, diving bukan tak mungkin termasuk dalam kategori taktik dan strategi tersebut. Toh, taktik sendiri memiliki padanan kata berupa "siasat" dan "muslihat". Dalam situasi genting, demi kebaikan dan kemenangan tim, pelatih boleh jadi mendukung seorang pemain untuk melakukan diving.

Sepakbola Rentan Kontak Fisik

Sepakbola adalah olahraga 11 pemain melawan 11 pemain yang merebutkan satu bola. Karenanya tak heran kontak fisik akan cukup sering terjadi di sepakbola. Dari kontak fisik tersebut, tim yang melakukan pelanggaran adalah mereka yang kerugian. Sebaliknya, tim yang dilanggar dan mendapatkan tendangan bebas dan penalti adalah mereka yang beruntung.

Tendangan bebas dan tendangan penalti adalah salah satu cara mencetak gol. Ketika permainan terbuka gagal menciptakan gol atau gagal menghadirkan hasil yang diinginkan, tendangan bebas dan tendangan penalti bisa jadi jalan pintas untuk mendapatkan gol. Dalam adu fisik atau duel itulah muncul sebuah kemungkinan mendapatkan tendangan bebas atau penalti, dan momen tersebut bisa dimanfaatkan seorang pemain untuk melakukan diving.


Simak opini, komentar, dan sketsa adegan Rochi Putiray tentang jual-beli lisensi klub yang kerap terjadi di Liga Indonesia:


Cara Cepat Mengubah Kedudukan

Tujuan bermain sepakbola adalah meraih kemenangan. Untuk mencapai sebuah kemenangan tak jarang orang melakukan perbuatan curang. Bahkan dalam level kecurangan tertinggi, membayar wasit atau membayar lawan alias pengaturan skor pun bisa dilakukan oleh sebuah kesebelasan.

Diving boleh jadi merupakan sebuah cara curang yang lebih elegan. Dalam mengejar kemenangan, tentu pemain harus mengambil keputusan secepat mungkin. Siasat tersebut sangat mungkin lebih efektif. Arjen Robben, misalnya, yang ketika menghadapi Meksiko pada Piala Dunia 2014 berkali-kali melakukan diving untuk mendapatkan gol. Usai laga, pemain Belanda tersebut mengakui bahwa dia memang diving untuk meloloskan timnya ke babak perempat final. Belanda mengalahkan Meksiko setelah pada injury time babak kedua mendapatkan penalti hasil dari aksi teatrikal Robben, di mana pada laga tersebut Belanda tertinggal lebih dulu.

Tendangan Penalti Kans Terbesar Cetak Gol

Dikutip dari ABC Science, persentase kesuksesan tendangan 12 meter alias tendangan penalti berkisar 80%. Cukup wajar, bahkan bisa persentasenya bisa lebih karena tendangan penalti dilakukan dari jarak yang amat dekat dengan gawang dan dilakukan tanpa adanya penjagaan dari pemain lawan, selain kiper. Bisa kita lihat nyaris semua pelaku diving beraksi di kotak penalti.

Belum Adanya Alat Pendeteksi Diving

Pada 2011 yang lalu pernah dihebohkan oleh temua alat pendeteksi diving yang dibuat oleh seseorang ilmuwan Inggris bernama Andy Shaw. Alat ini diletakkan di antara tumit dan mata kaki pemain yang memiliki sensor untuk mendeteksi benturan kaki antara pemain. Namun pihak FIFA tak merespons penggunaan alat diving ini.

Kini sepakbola sendiri mulai mengenal Video Assistant Referee (VAR) sebagai alat bantu wasit dalam mengambil keputusan, termasuk untuk melihat aksi-aksi yang hanya bisa dilihat dari kamera dan tayangan ulang. Meski meminimalisasi kans seorang pemain melakukan diving, teknologi tersebut tampaknya belum ampuh untuk mengusir diving dari sepakbola, khususnya jika akting pemain yang melakukan diving tersebut bisa meyakinkan wasit bahwa dia dilanggar meski sebetulnya dia sengaja menjatuhkan diri.

foto: espn.com


*Penulis merupakan seorang mahasiswi asal Pekanbaru, Riau, yang aktif di media sosial dengan akun @Hslindaboerhan.

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar