Hilangnya Taring Mauro Icardi

Cerita

by Redaksi 14

Redaksi 14

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Hilangnya Taring Mauro Icardi

Gagal menang di empat pertandingan terakhir, masing-masing tiga di Serie A dan satu di Coppa Italia, bikin atmosfer di tubuh Internazionale Milano amat penuh tekanan.

Jari telunjuk sang pendukung fanatik, Interisti, terus mengarah pada sang pelatih, Luciano Spalletti, sebagai biang keladi merosot performa I Nerazzurri. Meski demikian, ada pula segelintir Interisti yang bersikukuh jika keterpurukan ini diakibatkan oleh pasifnya pergerakan manajemen selama bursa transfer musim dingin serta jebloknya performa sejumlah pemain. Soal performa pemain, Mauro Icardi layak disoroti.

Di awal musim kompetisi 2018/19, penyerang asal Argentina tersebut memang konsisten dalam urusan mengoyak jala lawan, baik di Serie A maupun Liga Champions. Sampai 16 Desember 2018, Icardi berhasil mencetak 13 gol dari 19 kali turun ke lapangan di seluruh kompetisi. Bagi sosok sekaliber dirinya, pencapaian itu jadi pembuktian kualitasnya.

Namun semenjak laga melawan Chievo Verona dalam lanjutan giornata ke-17 Serie A (23/12), keberingasan Icardi mulai menurun. Seakan-akan, taringnya buat menghukum tim lawan mulai menumpul.

Pada awalnya, publik menilai bahwa berkurangnya produktivitas Icardi disebabkan oleh perubahan gaya mainnya di atas lapangan. Ketimbang beroperasi di dekat kotak penalti lawan sembari menunggu servis rekan setimnya seperti biasa, Icardi diminta Spalletti untuk lebih terlibat dalam permainan dengan bergerak ke area tengah maupun sayap buat menjemput bola sekaligus membuka ruang. Hal ini pun telah dituntut banyak Interisti sedari dahulu.

Skema ini sendiri bertujuan untuk menghadirkan dimensi baru dalam fase ofensif Inter sehingga lawan juga tak gampang mengantisipasi. Saya pun percaya bahwa Spalletti dan seisi skuat I Nerazzurri telah melatihnya secara intensif di sesi latihan walau penerapan dari hal tersebut di laga sesungguhnya tidak bisa memunculkan dampak instan dan signifikan.

Benar saja, eksekusi permainan yang kurang prima dari para pemain Inter membuat ide Spalletti terlihat sia-sia. Salah satu masalah yang kerap dicatut pengamat adalah sokongan dari lini kedua yang jauh dari kata maksimal. Padahal dengan pergerakan Icardi yang semakin dinamis di sektor depan, ada banyak ruang kosong yang wajib diisi rekan setimnya guna memberi ancaman ke tim lawan maupun bikin gol. Akan tetapi tugas ini gagal ditunaikan Antonio Candreva, Joao Mario, Ivan Perisic, dan Matteo Politano secara brilian. Di sisi lain, Radja Nainggolan yang diharapkan bisa mencairkan kekakuan di lini tengah Inter malah lebih akrab dengan problem kebugaran.

Terasa agak konyol sebab di momen Icardi yang keterlibatannya dalam permainan jadi lebih banyak tapi mengalami kemandulan akut, Inter juga kesulitan mencetak gol. Selain enam gol yang digelontorkan ke gawang Benevento plus sebiji ke jala Lazio di babak 16 besar dan perempatfinal Coppa Italia, gawang Sassuolo, Torino dan Bologna yang mereka jumpai di Serie A selama bulan Januari, gagal dikoyak.

Permainan Icardi yang sekarang lebih dinamis seperti mengikis sentuhan maut dan insting mencetak golnya. Dalam beberapa partai terakhir, peluang-peluang matang yang sukses didapatkannya, malah gagal dimaksimalkan. Contoh paling hakiki tentu saja situasi one-on-one Icardi dengan penjaga gawang Bologna, Lukasz Skorupski, pekan lalu (4/2).

Pada awal laga, salah seorang bek I Rossoblu melakukan backpass yang tidak cermat sehingga bola jatuh di kaki Icardi. Namun dalam kondisi yang sangat bebas, eksekusi pemain berumur 25 tahun itu malah sangat buruk. Tembakannya melenceng jauh ke sisi kiri gawang Skorupski sehingga papan skor di Stadion Giuseppe Meazza tidak berubah.

Pun saat dirinya mendapat sodoran ciamik Perisic di pengujung babak pertama. Bukannya sukses mengelabui Skorupski dan pemain belakang Bologna, kontrol bola yang tidak pas dari Icardi justru membuat si kulit bundar dapat diamankan sang kiper yang bergerak menyusur tanah.

Ambisi Icardi buat menyudahi tren buruk tersebut di laga kontra Parma dini hari tadi (10/2) nyatanya juga tidak terwujud. Inter memang mengakhiri hasil negatif dengan kemenangan, tapi sejumlah kans mencetak gol yang ia peroleh senantiasa gagal dikonversi. Terlepas dari penjagaan ketat lini belakang I Gialloblu terhadapnya, Icardi seakan kebingungan harus berbuat apa ketika beraksi di kotak penalti lawan dan bola ada di kakinya. Realita tersebut memperpanjang periode mandulnya di Serie A jadi 644 menit!

Hanya menyarangkan 2 gol dari 9 partai terakhir di semua ajang, itu pun melalui tendangan penalti, menjadi justifikasi bahwa sang bomber punya masalah pelik. Diakui atau tidak, kondisi psikologis pemilik 8 caps dan 1 gol bareng tim nasional Argentina itu pasti terganggu. Keberanian dan rasa percaya diri yang menyusut adalah keabsahan yang sukar ditolak. Apalagi tak mengukir gol di 7 pertandingan secara beruntun merupakan rekor terburuk Icardi sejak mengenakan kostum I Nerazzurri.

"Membantu Inter bangkit dari periode suram ini bukanlah tugas Icardi seorang. Talenta hebat pesepakbola seringkali mekar berkat kerja sama. Jika hal itu tidak berjalan, maka talenta sang pemain akan sia-sia. Saya harus menekankan sekali lagi bahwa kebangkitan Inter adalah tanggungjawab seluruh elemen yang ada di tubuh tim", papar Spalletti seperti dikutip dari Fox Sports Asia sebelum berduel dengan Parma.

Kemandulan merupakan problem yang pasti menimpa seluruh pesepakbola dengan posisi striker dan Icardi adalah korban terkininya. Namun layaknya masalah-masalah lain yang ada dalam kehidupan, paceklik gol yang dialami lelaki kelahiran Rosario itu sudah pasti ada solusi pemecahannya.

Jika bukan di dalam lapangan, faktor luar lapangan bisa jadi penyebab. Icardi sempat menghiasi tajuk utama berita-berita media Italia karena diisukan enggan memperpanjang kontraknya di Inter yang akan berakhir pada Juni 2021. Istri sekaligus agen Icardi, Wanda Nara, sempat mengatakan bahwa kesepakatan perpanjangan kontrak masih jauh karena dia merasa suami sekaligus kliennya tersebut pantas mendapatkan bayaran lebih, apalagi sekarang Icardi adalah kapten tim. Inter sendiri sempat mendendanya karena terlambat kembali usai liburan akhir tahun pada awal Januari lalu.

Apapun itu, masalah Icardi tampaknya memang berdampak pada hasil-hasil negatif Inter yang sempat tak menang dalam empat laga beruntun. Padahal sisi buasnya sebagai mesin gol amat dibutuhkan Inter guna mengarungi sisa musim ini. Utamanya untuk mengamankan posisi di empat besar Serie A dan melaju sejauh mungkin di Liga Europa. Karena jika Icardi dan Inter bisa mengatasi masalah mereka, sekali saja dia mencatatkan namanya di papan skor, melihat keran golnya kembali mengucur deras adalah keniscayaan.

Komentar