Ketika Pesepakbola Juga Menggemari NBA

Football Culture

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketika Pesepakbola Juga Menggemari NBA

Musim reguler NBA telah memasuki lebih dari separuh kompetisi. Pada wilayah barat, juara bertahan Golden State Warriors memuncaki singgasana dibuntuti kejutan besar bernama Denver Nuggets. Sementara untuk wilayah timur, Giannis Antetokounmpo mengambil obor yang ditinggalkan LeBron James guna mendaku diri pemain nomor satu di wilayah itu.

Giannis bersama koleganya di Milwaukee Bucks tidak terbendung di puncak klasemen setidaknya sampai jeda Pekan All-Star, 16-18 Februari 2018. Sebelum All-Star tergelar dengan segala potensi keseruannya, NBA akan lebih dulu menutup bursa transfer pemain (trade deadline) tanggal 7 Februari. Kegaduhan perpindahan pemain beserta drama di baliknya diperkiran bakal memuncak, khususnya teka-teki kemana bakal pindahnya megabintang Anthony Davis dari New Orleans Pelicans.

Eits, Anda tidak sedang salah membuka situs berita. Pandit Football juga tidak melakukan ekspansi konten ke ranah bola basket, seperti yang belakangan dilakukan akun Youtube Tifo.

Namun percayalah, sepakbola dan bola basket sebagai olahraga beregu populer di muka bumi punya kaitan yang saling bersangkut paut. Sebab, para pesepakbola elite Eropa juga menaruh minat besar kepada NBA.

Griezmann Penggemar No.1

“Aku memilih pertandingan NBA. Tidak ada keraguan tentang itu.”

Begitu jawaban Antoine Griezmann saat diminta ESPN memilih menonton pertandingan NBA atau pertandingan sepakbola di kala senggang. Griezmann memang dikenal punya pilihan-pilihan sikap yang sulit ditebak.

Misalnya, dia mengagumi Uruguay sepenuh hati sekalipun orang Perancis asli. Dia tidak memulai karier dari klub Ligue 1 atau pernah membela salah satunya. Kerap ditempatkan sebagai penyerang tunggal, tapi juga punya kemampuan bertahan sangat baik. Dia mengambil referensi perayaan gol dari gim Fortnite dan... setia bersama Atlético Madrid ketimbang pindah ke Barcelona yang jadikannya target transfer utama. Sebagai pria, Griezmann punya selera.

Tidak terkecuali menyoal kecintaannya kepada NBA. Griezmann mulai kesengsem, karena kiprah garda poin Derrick Rose pada era awal karier membela Chicago Bulls. Rose mampu mendefinisikan ulang posisi nomor satu di bola basket yang bukan hanya mengkreasikan permainan, tapi juga sumber pendulang poin utama. Rose tercatat pemain termuda yang meraih Pemain Terbaik NBA, tahun 2011. Dia memberi keceriaan lagi kepada Bulls pasca berakhirnya era Michael Jordan tahun 1990-an, meski kariernya perlahan terseok-seok akibat berulang kali ditimpa cedera parah dan tindak pemerkosaan.

Griezmann gandrung dengan NBA menyoal kemampuannya mengolaborasikan aspek pertunjukan pada pertandingan olahraga. Aspek hiburan menempel sudah dimulai sejak nama pemain disebutkan, berlanjut ke waktu jeda, paruh pertandingan, sampai laga berakhir. Eks pemain Real Sociedad juga kagum dengan bagaimana para atletnya bergaya saat cetak three point, dunk, dan meraih kemenangan. Bahkan soal urusan adu mulut (trash talk) juga menarik, karena konyol, kocak, terkadang memicu perkelahian, tapi pastinya memanaskan suhu pertandingan.

Juga menyoal bagaimana para pemain dipotret saat datang ke arena dengan pakaian paling SWAG, glamor, atau compang-camping sekalipun. Sepatu mereka diamati, sehingga menghasilkan kultur sneakers. Para jurnalis, selain mendapat kewenangan wawancara di konferensi pers, juga bisa tunggang-langgang masuk ke ruang ganti pemain meminta komentar singkat.

Di tepi lapangan, saat jeda antarkuarter, dan tepat selepas pertandingan, awak media tertentu punya privilige menginformasikan langsung dari aktornya. Nantinya, topik terhangat bisa dikomodifikasi terus menerus dalam analisis televisi, siniar (podcast), artikel-artikel panjang, atau konten YouTube warganet. Padahal, lokusnya hanya sebuah liga berisi tiga puluh tim yang tidak boleh memainkan lebih lima pemain di lapangan.

Adanya kuis, tarian modern, maskot jenaka, tembakan bagi-bagi kaus, video penghormatan, atraksi sirkus, tantangan berhadiah, sampai kamera berciuman turut membungkus olahraga ini sebagai pertunjukan hiburan. Semua menyokong konten utama: pertandingan bola basket.

Diselimuti cerita yang melingkupi dan diproduksi terus menerus, industri lantas terbangun. Pertamanya penonton tahu, lantas mengubah sikapnya menjadi suka/tidak suka dan bisa berlanjut tumbuh rasa cinta. Mereka menggerakkan industri dengan perilaku konsumsi segala produknya, entah konten informasi, merchandise, jersey, tiket, dll. setelah terkemas oleh teknik humas dan pemasaran yang prima.

“Ini olahraga yang membuatku lupa urusanku, sepakbola,” ungkap Griezmann.

Menjalin Hubungan Satu Sama Lain

Griezmann rajin menonton pertandingan NBA langsung. Tidak peduli pertandingannya melibatkan tim berpasar kecil seperti Utah Jazz atau Memphis Griezzlies. Dia juga kerap sowan dengan para pemain top macam Joel Embiid, J.R. Smith, Isaiah Thomas, D’Angelo Russell, dan Russell Westbrook.

Dari kiriman Instagram baru-baru ini, dia bertukar sapa dengan Vince Carter sang legenda kontes Slam Dunk yang menjalani musim terakhirnya. Saking gemarnya dengan NBA, dia pernah menantang shooting guard Portland Trailblazers, C.J. McCollum menebak gaya ikonik para pelaku bola basket. Tentu saja tertebak telak.

Selain Griezmann, pemain Perancis lain, Etienne Capoue juga punya hobi serupa. Sama seperti Grizzy, eks gelandang Tottenham Hotspur ini lebih memprioritaskan laga NBA ketimbang sepakbola yang dia jadikan ladang profesi. Bola basket adalah renjana (passion) Capoue yang utama.

“Tidak hanya ada sepakbola dalam hidupku,” katanya kepada Independent.

Lahir di Niort, Prancis, Capoue mengidolakan Bulls era Jordan. Perlahan berganti menjadi Miami Heat yang berjaya dua kali lewat Big-Three, Dwyane Wade, LeBron James, dan Chris Bosh. Kala itu dia rela pergi jauh-jauh ke Miami, karena pengalaman nonton NBA London di Arena O2 tidak memuaskan.

“Ketika kamu pergi ke Miami, 100 persen pendukungnya dari Miami. Ketika kamu pergi ke London, penggemarnya 50/50. Atmosfernya tidak sama.”

Bicara Miami Heat memang tidak terlepas dari sosok Dwyane Wade. Musim ini menjadi yang terakhir bagi pemain berusia 37 tahun. Tiga cincin juara yang melingkari jarinya mesti tuntas dengan musim perpisahan bertajuk #OneLastDance. Penyerang Juventus, Paulo Dybala, tidak mau ketinggalan euforia sehingga pada libur awal tahun 2019 dia menikmati waktu dengan menonton laga Heat, berfoto dengan trofi Larry O’Brien, dan berjumpa Wade.

Setiap tahun, NBA menggelar pertandingan internasional di beberapa kota. Tidak ketinggalan juga London yang sejak 2011 kebagian jatah laga musim reguler. Pada musim ini, duel Washington Wizards dengan New York Knicks menggiring para pelakon lapangan hijau mejeng di tepi lapang. Trio Arsenal, Hector Bellerín, Pierre-Emerick Aubameyang, dan Alexandre Lacazette tampil penuh gaya seolah sedang melakukan pemotretan untuk majalah gaya hidup dan busana.

Striker Chelsea, Olivier Giroud, turut lempar-lempar kaus ke penonton, ditemani wajah familier seperti Ruben Loftus-Cheek, Ethan Ampadu, Alex Iwobi, dan Lukasz Fabianski. Sebelum hari pertandingan, bek Arsenal, Ainsley Maitland-Niles, menyambangi latihan Wizards untuk mengajak pemain andalan mereka, Bradley Beal, menjadi Gooner.

Hal ini semacam proses ‘akulturasi’ yang sering NBA (juga NFL) buat. Ini belum terjadi di sepakbola, karena rencana La Liga memainkan pertandingan Barcelona dan Girona di Amerika Serikat menuai kontra, menimbang aspek-aspek luhur sepakbola yang berasal dari kalangan kelas pekerja.

Selain dua pemain asal Perancis tadi, Jerman juga tidak mau ketinggalan. Toni Kroos tidak pernah sungkan menunjukkan dukungan untuk Dallas Mavericks. Mavs, singkatannya, memang punya keterkaitan dengan Jerman, karena pemain terbaik mereka, Dirk Nowitzki, tergolong pebasket anomali. Jarang pemain Eropa yang moncer bertahun-tahun sampai bisa menyumbang satu gelar, apalagi sampai menjadi simbol franchise milik Mark Cuban.

Satu lagi pemain Jerman yang ketahuan gandrung NBA, yakni Per Mertesacker. Sembari menghitung hari-hari terakhirnya sebagai pesepak bola, tahun lalu dia membuat skema siapa yang juara NBA. Prediksinya tentang Cleveland Cavaliers juara nyaris benar, sebelum J.R. Smith hilang fokus tidak tahu skor pertandingan.

***

Kegemaran Griezmann dan contoh di atas menunjukkan banyak hal menarik lain di luar sepakbola. Mereka saja sebagai pesepakbola tidak sungkan menyenangi bidang lain. Sekaligus memberi jeda maupun peralihan dari penatnya rutinitas keseharian. Sekalipun bertungkus lumus di bidang olahraga paling populer. Sebab hidup memang bukan semata-mata sepakbola. Meminjam makian dari situs Bolatotal (RIP), orang yang hanya fokus kepada sepakbola tanpa memberi perhatian cukup kepada aspek kehidupan lainnya, layak disebut ‘jongos bola’.

Sementara, pada konteks organisasi, lompatan jauh dilakukan Juventus dan Brooklyn Nets. Jika tim lain sekadar dikunjungi saat laga internasional dan para pemainnya melakukan hubungan hangat, Nets melakukan kampanye Juventus Night di Barclays Center, Brooklyn.

Ketika melawan Toronto Raptors, 7 Desember 2018, aksi Spencer Dinwiddie, dkk. berhias segala pernik berbau Juve, penari latar berpakaian Juve, kedatangan David Trezeguet, sampai agenda nonton bareng partai I Bianconeri versus Internazionale Milan. Tentu Nets juga mendapat keuntungan karena lewat kesebelasan tersukses di kancah domestik Italia, brand mereka bisa masuk dan berpotensi raih ceruk massa Negeri Pizza.

Ah, musim ini pun Paris Saint-Germain memakai seragam berjenama Air Jordan milik Michael Jordan untuk tampilan Liga Champions UEFA. Namun begitu, dua seragam PSG di Liga Champions cukup trendi dan barang tentu jadi buruan kolektor karena kolaborasi uniknya. Padahal, merek ini pun hanya dipakai tim Jordan dan kebanggan publik Carolina Utara, Charlotte Hornets. Charlotte menjadi tempat penyelenggaraan NBA All-Stars tahun ini, sementara Paris disasar NBA sebagai salah satu lokasi gelaran NBA Global Games tahun depan.

Baik sepakbola dan bola basket memang dua olahraga berkelompok yang populer di dunia. Mereka melengkapi satu sama lain lewat perbedaan yang dipunya. Tentu popularitasnya ditopang berbagai faktor seperti sejarah, ekonomi, politik, demografi, serta kelenturan keduanya menjadi produk budaya pop.

Merujuk sangkut-paut kedua bidang yang kian hari kian intens, maka komentar teranyar pebasket nyentrik Jimmy Butler atas Neymar yang dia sebut “G.O.A.T” alias Greatest of All-Time (terbaik sepanjang masa), tidak bisa dianggap sebagai sikap tanpa sengaja dan random belaka.

Komentar