Suporter Bisa Apa untuk PSM Madiun?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Suporter Bisa Apa untuk PSM Madiun?

Oleh: Pandu Dewanata*

Saya akan bercerita tentang semangat dari kelompok suporter yang “semangat” dari tanah kelahiran saya, Madiun. Cerita bagaimana usaha MVB x PSM Madiun 1929 (yang biasa disebut MVB) membangunkan sebuah klub sepakbola kebanggaan Madiun yang mati suri. Terlebih dahulu akan diceritakan sebab kenapa klub tersebut menghilang dari persepakbolaan Indonesia begitu lama.

Warga Madiun memiliki klub legendaris yang bernama PSM Madiun, kesebelasan yang berdiri pada tahun 1929 dengan nama Madioensche Voetbal Bond (MVB). Julukannya pun keren: Banteng Wilis. Tidak berlebihan rasanya melabeli PSM Madiun sebagai klub legendaris karena tercatat sebagai salah satu dari tujuh klub pendiri PSSI.

Apabila ditarik lebih jauh, tepatnya pasca penggabungan Galatama & Perserikatan, PSM Madiun menjadi kontestan Divisi II. Namun pada 2004 PSM Madiun harus rela terdegradasi ke Divisi III.

Menjelang Divisi III musim kompetisi 2008, PSM Madiun tidak berpartisipasi sampai tahun-tahun selanjutnya. Pada Divisi III LPI 2011, saat terjadi dualisme PSSI-KPSI, harapan agar Banteng Wilis berlaga kembali sempat terang benderang. Namun berakhirnya musim kompetisi membuat PSM Madiun ogah ikut kompetisi sampai sekarang sehingga sang klub legendaris mati suri dua kali!

Beberapa alasan melatarbelakangi mengapa PSM Madiun mati suri, sebagaimana yang didapat penulis dari berbagai sumber. Pada kala itu pengurus PSM Madiun dituding kurang serius dalam membina klub, sebabnya adalah kesulitan finansial. Belum lagi merebaknya tudingan atau indikasi pengaturan skor yang membuat suporter kecewa. Ditambah kepengurusan PSM Madiun & Askot Madiun pada saat itu mengalami konflik internal. Kecintaan terhadap Banteng Wilis di hati suporter dan warga Madiun mulai tergerus sejak kehadiran Madiun Putra FC pada 2009.

Perjuangan Membangunkan Sang Legenda

Ada optimisme, rasa bangga, dan harapan di balik kesedihan. Jika sebuah klub sepakbola legendaris yang “hibernasi”, mengapa tidak dibangunkan? Kawanku berseloroh, “Suporter bisa apa? Toh, yang memutuskan tetap Askot PSSI Madiun”.

Sejarah telah mencatat bagaimana suporter bisa menjadi golongan penekan bagi stakeholder sepakbola, sehingga harus bersuara di dalam dan di luar stadion. MVB pun demikian. Ia didirikan untuk menjadi pressure group bagi Askot Madiun agar Banteng Wilis kembali ikut kompetisi. Agar sepakbola Madiun tidak begitu-begitu saja.

Tanggal 12 Desember 2018 mungkin menjadi hari terindah bagi dulur-dulur MVB. Kongres Askot Madiun menyatakan bahwa PSM Madiun akan berpartisipasi pada musim depan, tepatnya Liga 3 Jawa Timur musim 2019. Meskipun baru sekadar komitmen—terlalu dini untuk menjamin keikutsertaan, karena pendaftaran Liga 3 musim depan belum dibuka, namun bagi MVB itu merupakan kabar gembira. Pun belum bisa dikatakan sebagai akhir dari perjuangan. Kok bisa?

Saya sempat menghubungi salah satu inisiator MVB yang bernama Martin John Hutabarat alias Johny soal pergerakan yang dilakukan MVB. Gerakan ini dimulai pada akhir 2015, di mana ada rasa sedih dari mereka ketika membaca sejarah berdirinya PSSI.

Mengapa PSM Madiun vakum? Mengapa si Banteng Wilis seolah-olah dilupakan? Dua pertanyaan itu pun selalu menghantui sebagian suporter Madiun. Mereka sadar bahwa mendirikan kembali PSM Madiun secara swadaya (tanpa Askot Madiun) adalah tindakan ilegal, karena pengelola sah dari PSM Madiun adalah Askot Madiun. Membuat klub sepakbola dengan mencatut nama dan logo PSM Madiun pun akan membuat segi historis Banteng Wilis ternoda. Belum lagi biaya untuk mendirikan tidak sedikit.

Perjuangan MVB tergolong nekat. Awalnya mereka mengalami kebingungan harus dimulai dengan cara apa. Belum lagi banyak cibiran dari berbagai kalangan yang diarahkan kepada MVB mengenai misi mereka.

Jika ada kemauan pasti ada jalan. Titik terang mulai MVB temukan setelah mengunjungi rumah pemain & pelatih legendaris PSM Madiun, yakni Samun Reza. Dari arahan Pak Samun Reza, MVB mengunjungi satu persatu mantan pemain, mantan pengurus PSM Madiun, hingga anggota Exco Askot Madiun. Permintaan mereka sederhana kepada mereka: PSM Madiun harus bangun dari tidur panjang!

Upaya nyata dilakukan MVB untuk mengingatkan kembali warga Madiun akan PSM Madiun, dimulai dengan mewarnai tembok-tembok Kota Madiun dengan mural. Seruan #SavePSM1929 maupun lambang PSM Madiun menghiasi beberapa titik Kota Madiun. Sadar pula akan pergeseran tren anak muda Madiun, MVB juga membuat Instagram di akun @mvbxpsm1929. Pesan mereka sederhana: Madiun mempunyai klub legendaris bernama PSM dan juga memiliki pemain-pemain hebat pada masanya. Strategi lain pun mereka lakukan, yakni cerita mulut ke mulut.

Persis Solo yang menjadikan Stadion Wilis sebagai markas pada putaran kedua Liga 2 secara tidak langsung mempunyai andil dalam upaya membangunkan kembali PSM Madiun. Persis Solo dalam konferensi pers terus memberi semangat kepada warga Madiun, mengingat PSM Madiun juga bersama Persis mendirikan PSSI. Bahkan panpel pertandingan Persis Solo memberikan kesempatan kepada perwakilan MVB untuk berorasi di hadapan para penonton. Johny pun bercerita bahwa momen ini yang membuat MVB terlecut untuk berjuang lebih keras.

Tiga tahun mereka melakukan propaganda secara konsisten dan hanya berdasarkan kesukarelawanan tanpa mengharapkan keuntungan. Hasilnya? Kongres Askot PSSI Madiun digeruduk oleh ratusan orang yang terdiri dari anggota MVB dan suporter yang masih simpati dengan PSM Madiun. Mereka sukses memberikan tekanan pada peserta kongres.

Perjuangan tentu belum selesai. Setidaknya memastikan pengurus PSM Madiun untuk mendaftarkan diri pada kompetisi musim depan. Pun (kalau seandainya) PSM Madiun kembali aktif, apa yang akan dilakukan? Menjalankan klub sepakbola banyak tantangan dan kesulitan.

Tantangan bagi Banteng Wilis

“Bisnis sepak bola memang bisnisnya orang gila,” ujar Azrul Ananda, Presiden Persebaya Surabaya, dalam sebuah video di YouTube disertai dengan penjelasan rasional yang mudah dicerna mengapa mengelola klub sepakbola itu sulit. Sepakbola yang memperluas cakupan menjadi komoditas bisnis, di samping menjadi komoditas olahraga dan simbol kebanggaan. Akan tetapi banyak klub di Indonesia yang gagap bertransformasi. Beberapa isu miring persepakbolaan Indonesia akhir-akhir ini harus diakui juga sebagai kegagalan klub di Indonesia bertransformasi.

Warga Madiun tentu saja akan malu ketika PSM Madiun diberitakan telat membayar gaji, disuap mafia bola, bahkan ikut melakukan pengaturan skor. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dijawab pengurus PSM Madiun ketika kembali berkompetisi: (1) transparansi & akuntabilitas pengelolaan klub, (2) membangun pengelolaan klub yang berkelanjutan, (3) memasyarakatkan PSM Madiun dan mem-PSM-kan masyarakat Madiun.

Transparansi dan akuntabilitas adalah dua dari lima prinsip Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik). Tujuan dari dua prinsip tersebut adalah meningkatkan kinerja sebuah badan usaha, kalau dalam konteks sepakbola adalah meningkatkan kinerja sebuah klub. Pengelolaan PSM Madiun yang transparan dan akuntabel adalah harga mati jika ingin menarik dukungan suporter dan investor untuk menyetorkan modal. Pencegahan praktik korup pengelolaan klub sepakbola harus dikedepankan.

Sebagai langkah awal, PSM Madiun harus bertransformasi menjadi badan usaha. Jika syarat pendirian PT terlalu berat bisa disiasati oleh Askot Madiun dengan pendirian koperasi atau CV.

Selanjutnya, sebuah klub akan lebih baik jika dikelola secara berkelanjutan yang berarti konsisten mengikuti kompetisi dan mengelola keuangan secara efisien. Madiun memang haus prestasi, kemungkinan akan muncul tuntutan untuk berprestasi dengan instan bisa saja terjadi. Tuntutan berprestasi bisa saja membuat pengurus klub mengeluarkan banyak uang yang tidak sebanding dengan kemampuan keuangan klub untuk mendatangkan pemain berbanderol mahal atau mengeluarkan bonus yang tidak sedikit. Jangan sampai besar pasak daripada tiang sehingga perencanaan pengelolaan klub wajib dibuat, kalau tidak ingin hibernasi kembali.

Rasanya tantangan paling sulit adalah tantangan ketiga. Menjadi sebuah klub sepakbola yang dirasa mewakili warga suatu daerah membutuhkan keseriusan. Cara sederhana dapat dilakukan seperti klub melakukan aksi kepedulian sosial, road to school (kunjungan ke sekolah-sekolah), atau jumpa fans/suporter. Kira-kira sama dengan cara perusahaan meningkatkan profilnya dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Mau diakui atau tidak, klub-klub sepakbola di Madiun kurang serius melakukan hal tersebut, jadi jangan heran kalau warga Madiun masih mendukung klub dari daerah lain.

foto:Instagram mvbxpsm1929


*Penulis merupakan Sarjana Hukum dari Unpad sekaligus penikmat sepakbola. Dapat dihubungi lewat akun Twitter dan Instagram: @pdewanata32

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar