Rahmad Darmawan dan Degradasi Pelatih Lokal

Analisis

by Redaksi 15

Redaksi 15

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Rahmad Darmawan dan Degradasi Pelatih Lokal

Keputusan Nil Maizar kembali ke kancah politik membuat PS Tira menunjuk Rahmad Darmawan sebagai nakhoda baru mereka untuk musim 2019. Pelatih yang kerap disapa `Coach RD` itu bukanlah sosok sembarangan. Mantan gelandang tim nasional Indonesia itu memiliki reputasi kelas satu di dunia persepakbolaan Indonesia sejak awal memulai karier manajerial bersama Persita Tangerang hingga menangani Indonesia U-23 dan senior.

Latar belakang RD sebagai purnawirawan TNI membantu keputusan PS Tira memilih pengganti Nil Maizar semakin mudah. "Tentu kami mempertimbangkan latar RD sebagai purnawirawan TNI. PS Tira adalah tim yang berlatar TNI, 90% pemain kami merupakan anggota," aku Presiden PS Tira, Bimo Wirjasoekarta.

Coach RD juga mengatakan hal serupa mengenai keputusannya menerima pinangan PS Tira. "Saat di Mitra Kukar saya bertemu teman-teman dari TNI. Mereka tanya kapan bisa kerja sama-sama lagi dan sekarang kita reuni," ungkap mantan pemain PON Lampung tersebut.

Menangani PS Tira, Rahmad Darmawan diberikan tugas besar untuk musim 2019. Kesebelasan yang musim lalu menduduki peringkat ke-15 Liga 1 itu kini mengincar papan atas. Tak sekedar mengisi papan atas liga, tapi juga melakukannya dengan bermodal pemain-pemain muda. "Selama ini RD punya catatan bagus dengan pemain muda. Kami harap dia dapat membantu pemain-pemain muda kami untuk stabil musim depan," kata Yandri, sekretaris tim berjuluk Young Warriors itu.

"Soal target, kami ingin lebih baik lagi dibandingkan musim lalu. Papan atas mungkin sesuatu yang realistis," tambah Bimo. Target ini dirasa cukup oleh Rahmad Darmawan. Namun, dirinya memiliki pemikiran berbeda tentang posisi akhir PS Tira. "Saya tidak mau berada di bawah, setidaknya kami harus mengisi papan tengah," kata RD.

Papan atas bukanlah sesuatu yang asing bagi Coach RD. Peringkat yang tinggi ataupun piala bisa saja muncul menjadi target realistis ketika ia berada di pinggir lapangan. Dirinya pernah mengantar Persita ke final Liga Indonesia 2004 sebelum memberikan Persipura Jayapura dan Sriwijaya FC piala.

Musim lalu, Laskar Wong Kito sempat membawa kembali RD, menyiapkan miliaran rupiah dan incar papan atas Liga 1. Target itu tidak terwujud. RD mundur di tengah jalan dan memilih Mitra Kukar yang kemudian terdegradasi. Sriwijaya FC pun di akhir musim harus terjun ke Liga 2. Akan tetapi, ambisi Sriwijaya di awal musim sudah cukup untuk memperlihatkan reputasi dan daya tarik RD. Kini, giliran PS Tira memupuk mimpi tersebut.

Pengalaman dan reputasi Rahmad Darmawan tentu tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi, melihat pencapaiannya dalam beberapa musim terakhir, mungkin sudah tidak seperti dulu lagi. Dua kesebelasan yang terakhir dia tangani, keduanya kini berstatus tim Liga 2.

Sriwijaya FC memiliki masalah di balik layar sehingga harus melepas beberapa pemain mereka pada pertengahan musim. Sementara Mitra Kukar sudah terseok-seok dengan hanya mencatat tujuh kemenangan dari 18 pertandingan. Bukan sepenuhnya salah RD, tapi itu mencoreng nama baiknya.

Mungkin ada yang berpikir, "Jika yang memiliki reputasi bagus seperti RD saja gagal membuat sebuah kesebelasan bertahan di divisi tertinggi sepakbola Indonesia, bagaimana dengan pelatih-pelatih lokal lainnya?". Mungkin.

Sejak 2017, PSSI sebagai federasi sepakbola tanah air sudah mengajak berbagai pihak untuk mengambil kursus pelatih dengan lisensi A AFC. Saat itu, Direktur Teknis PSSI, Danurwindo, mengatakan bahwa Indonesia butuh 500 pelatih dengan lisensi A AFC. Sementara hingga April 2018, Indonesia hanya memiliki 24 pelatih dengan lisensi tersebut, termasuk Rahmad Darmawan.

Alhasil, mayoritas peserta Liga 1 lebih percaya kepada pelatih asing dibandingkan lokal. Pada 2010/11, kesebelasan Liga Indonesia hanya diisi oleh empat kepala pelatih asing. Jackson F. Tiago, Ivan Kolev, Miroslav Janu, dan Misha Radovic. Sementara 14 tim lainnya dikepalai pelatih asal Indonesia, dan tiga berakhir di papan empat besar klasemen akhir. Itu adalah era terakhir di mana pelatih lokal masih jadi "penguasa" liga.

Dengan adanya aturan baru terkait lisensi, pelatih lokal tereduksi. Sementara sejak 2016, hanya satu nama lokal yang berhasil mengantarkan tim mereka ke empat besar: Widodo Cahyono Putro. Sampai akhirnya musim lalu empat besar semua diisi kesebelasan yang dinakhodai kepala pelatih asing; Stefano Teco (Persija), Robert Rene Alberts (PSM), Simon McMenemy (Bhayangkara FC), dan Mario Gomez (Persib).

RD juga bukan satu-satunya kepala pelatih dengan segudang pengalaman serta reputasi positif di Liga 1. Ada nama-nama lain seperti Djajang Nurjaman, Aji Santoso, Jafri Sastra, dan lain-lain. Namun, hanya Kalteng Putra yang berani bicara soal juara. Liga 1 2019 akan menjadi pertaruhan bagi Rahmad Darmawan dan pelatih-pelatih lokal lainnya.

Beban Coach RD lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Ia datang ke PS Tira tanpa memiliki modal juru gedor sekaligus pemain tersubur liga musim lalu, Aleksandar Rakic. Mayoritas pemain kuncinya kemungkinan besar adalah talenta lokal berusia muda. Jika berhasil untuk menembus papan atas seperti keinginan presiden klub, ia tak hanya memperbaiki namanya, tapi juga mengangkat nilai pelatih sekaligus pemain muda Indonesia.

Jika tidak, Indonesia mungkin sama seperti Inggris. Divisi tertingginya bergantung kepada pemain dan pelatih asing, sementara prestasi masih harus menunggu masa depan.

foto: PS Tira Official Instagram

Komentar