Johar Lin Eng dan Konflik-konflik Sepakbola Indonesia

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Johar Lin Eng dan Konflik-konflik Sepakbola Indonesia

Anggota Exco PSSI, Johar Lin Eng, ditangkap Satgas Anti Mafia Bola yang merupakan bagian dari kepolisian Indonesia pada Kamis (27/12). Namanya mungkin baru heboh setelah ditangkap atau ketika dia disebut dalam acara Mata Najwa karena terlibat pengaturan skor (match-fixing). Namun Johar merupakan salah tokoh sepakbola nasional yang sudah malang melintang cukup lama.

Setidaknya dalam satu dekade terakhir, sosok Johar sebenarnya sering muncul ke pemberitaan ketika terjadi sejumlah masalah dengan sepakbola Indonesia. Tak heran karena dirinya merupakan orang lama di PSSI. Dirinya juga bisa duduk di posisi Exco lewat sejumlah pertarungan dalam konflik yang ada di sepakbola Indonesia.

Pada 2012, Johar terpilih sebagai anggota Komite Keuangan PSSI pimpinan La Nyalla Mahmud Mattalitti. Namun keputusan itu tidak diakui oleh PSSI pimpinan Djohar Arifin. Alhasil terjadi dualisme PSSI atas munculnya masalah ini.

Johar yang ketika itu masih menjabat sebagai sekretaris umum Asprov PSSI Jawa Tengah itu akhirnya dihukum larangan berkecimpung di dunia sepakbola dalam lingkup PSSI seumur hidup. Hukuman itu dijatuhkan atas keterlibatannya dalam membentuk organisasi sepakbola Indonesia baru, yakni Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI).

KPSI diisi oleh orang-orang yang tidak mengakui PSSI pimpinan Djohar Arifin. Selain adanya dua federasi, ketika itu terdapat dua liga juga, yakni Indonesia Super League (ISL) dan Indonesia Premier League (IPL). KPSI ini merupakan organisasi di bawah pimpinan La Nyalla Mattalitti.

Karenanya Johar kental dengan orang-orang yang berada dalam gerbong La Nyalla. Apalagi saat itu dirinya juga menjabat ketua Forum Pengprov PSSI (FPP) se-Indonesia yang dituding mengajak sejumlah Asprov untuk mengikuti La Nyalla ke KPSI. Maka ketika pada 2013 KPSI membubarkan diri di mana sejumlah anggotanya kembali ke organisasi PSSI, termasuk La Nyalla yang jadi Wakil Ketua Umum PSSI, Johar pun kembali ke PSSI.

Kembalinya Johar ke PSSI langsung "dihadiahi" jabatan Ketua Umum Asprov Jawa Tengah. Ketika itu, pria kelahiran 8 September 1963 ini terpilih secara aklamasi atau tanpa pemungutan suara setelah calon lain, Yoyok Riyo Sudibyo, memilih mundur dari pencalonan. Yoyok merasa dicurangi karena sebelum pemungutan suara dimulai, diumumkan bahwa Statuta PSSI akan langsung memilih calon yang mendapatkan surat dukungan sebesar 75%. Kubu Yoyok menilai bahwa itu bukan untuk penentuan ketua, melainkan penentuan calon. Karena tak sepaham, kubu Yoyok pun memilih walk out dari Musyawarah Daerah yang digelar di Semarang tersebut.

Djohar Arifin memimpin PSSI hingga 2015. Dalam pemilihan Ketua Umum PSSI periode 2015-2019, La Nyalla terpilih menjadi Ketua Umum PSSI, dihiasi sejumlah pengunduran diri dari calon ketua umum lain, salah satunya Djohar Arifin. Johar Lin Eng sendiri ditunjuk kembali menjadi anggota Exco PSSI. Bahkan ia mengetuai Komite Kompetisi dan Komite Sepakbola, serta menjadi Wakil Komite Ad-Hoc Pro League.

Akan tetapi terpilihnya La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum PSSI tidak diakui oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi. Di hari yang sama, Imam Nahrawi mengumumkan pembekuan terhadap PSSI dan tidak mengakui hasil Kongres Luar Biasa pemilihan ketua umum baru. Keputusan itu diambil karena PSSI tidak mengindahkan permintaan Menpora yang ingin PSSI lebih dulu menyelesaikan masalah dualisme dua kesebelasan, yakni Arema dan Persebaya. Permasalahan inilah yang akhirnya membuat sepakbola Indonesia dihukum oleh FIFA.

Sepakbola Indonesia mati suri. Ketika masalah ini terjadi, Johar Lin Eng adalah salah satu sosok yang vokal meminta pemerintah mencabut pembekuan PSSI agar sepakbola Indonesia kembali bergulir. Dirinya juga menyindir Menpora yang seolah memiliki agenda tersendiri dengan meresetui Piala Kemerdekaan.

"Harapan kami semua adalah ada sepakbola. Maka urat nadi kehidupan insan sepakbola harus kembali berdenyut," ujar Johar, dikutip dari Bolanet. "Biang kerok ini adalah orang-orang LPI. Sederhana sekali pola pikir kami."

"Semua orang tahu tentang putusan sela PTUN. Lalu kenapa Menpora dengan sengaja menabrak putusan pengadilan dengan merestui Tim Transisi mengadakan turnamen Piala Kemerdekaan? Apakah ini bukan lelucon Menpora? Untunglah, turnamen ini tidak laku di Jawa Tengah," sambungnya.

Menpora sempat meminta PSSI untuk kembali melakukan KLB sebagai syarat pembekuan dicabut. Namun sejumlah pengurus PSSI menolak, salah satunya Johar. Johar bahkan meminta Presiden, Joko Widodo, untuk menendang Imam Nahrawi dari pos Menpora. "Belum bisa menanggapi (langkah kemenpora) lha, wong tidak ada perubahan. Kalau dibilang keberatan dengan syarat itu, ya pasti keberatan, karena pemerintah belum konkret menunjuk kesalahan pengurus PSSI," tukas Johar, dinukil dari Tribun Jateng.

Walau begitu, KLB akhirnya tetap dilaksanakan. La Nyalla diturunkan paksa dari jabatan Ketua Umum PSSI setelah dirinya terlibat kasus pencucian uang dalam pengelolaan dana hibah yang diterima Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur tahun 2011 sampai 2014. Hinca Panjaitan naik sebagai pelaksana tugas ketua umum.

Hasil KLB pada 2016 itu sendiri membuat posisi Johar Lin Eng terjepit. Karena selain penggantian La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum, dua anggota Exco, yakni dirinya dan Gusti Randa, juga diminta meletakkan jabatannya. Keduanya pun mundur dari pos Exco PSSI berbarengan dengan La Nyalla yang tak lagi memimpin PSSI.

Beberapa bulan berselang, Imam Nahrawi mencabut pembekuannya terhadap PSSI. Dicabutnya pembekuan terhadap PSSI ini juga diiringan dengan pencabutan sanksi dari FIFA. Sepakbola Indonesia kembali bisa digulirkan.

Baca juga: Cara Memberantas dan Mencegah Match-Fixing

Atas hal ini, Johar Lin Eng (juga Gusti Randa), bersama 49 perwakilan klub Liga Super Indonesia, membentuk Kelompok 58 (K-58). Kelompok ini karenanya diisi para pemilik suara di kongres PSSI. Ketika itu, Manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar, ditunjuk sebagai ketua.

Kelompok 58 ini dibentuk untuk menekan PSSI agar segera mengadakan KLB pemilihan ketua umum. K-58 ini perannya cukup kuat dalam pelaksanaan KLB. Karena boikot mereka juga KLB yang rencananya digelar di Balikpapan jadi digelar di Jakarta.

“Kami juga sepakat untuk tidak menghadiri kongres tahunan PSSI di Balikpapan 1 Juni 2016 mendatang. karena kami menilai kepengurusan PSSI saat ini sudah tidak kredibel, jadi buat apa kongres tahunan?” ujar Johar, dikutip dari Radar Semarang.

KLB akhirnya digelar pada Agustus 2016, namun keinginan K-58 untuk diadakannya pemilihan ketua umum urung terlaksana. Pada KLB tersebut diputuskan bahwa pemilihan ketua umum baru akan dilakukan pada KLB berikutnya, yakni awal 2017. Hinca Panjaitan diputuskan tetap menjadi Plt. Ketua Umum PSSI sampai KLB berikutnya.

Akhirnya KLB 2017 digelar. K-58 mengusung Edy Rahmayadi sebagai calon Ketua Umum PSSI, yang kemudian berhasil meraih 76 suara dari 108 suara. Di saat bersamaan, gerbong La Nyalla kembali duduk dalam jajaran anggota Komite Eksekutif alias Exco. Total ada 9 anggota K-58 yang menjabat sebagai anggota Exco PSSI periode 2017-2022. Johar, Gusti Randa, Refrizal, dan Hidayat adalah 4 di antaranya. Alhasil PSSI pimpinan Edy Rahmayadi pun tetap kental dengan orang-orang kepercayaan La Nyalla Mattalitti.

Ada "hadiah" untuk Johar yang kembali ke pangkuan PSSI. Pria asli Semarang ini ditunjuk menjadi Ketua Komite Futsal dan Ketua Komite Sepakbola.

Johar juga kembali terpilih sebagai Ketua Asprov Jawa Tengah periode 2017-2022. Sama seperti sebelumnya, Johar kembali terpilih tanpa pemungutan suara. Kali ini ia muncul sebagai calon tunggal. Bahkan tidak hanya posisi ketua, Wakil Ketua sampai anggota Exco Asprov Jateng periode sekarang ini tidak berubah dari periode sebelumnya.

Memasuki 2018, Johar juga sempat menjadi pelaksana tugas Ketua Umum Asprov Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Riau yang ketika itu belum melaksanakan pemilihan ketua baru. Namun untuk di NAD, penunjukan Johar mendapatkan kecaman dari para anggota Asprov-nya.

"Memang, PSSI sebelumnya menyatakan bahwa kongres paling lambat harus digelar 19 Desember 2017, tapi setelah ada komunikasi antara Asprov PSSI NAD dan PSSI Pusat, pengunduran jadwal kongres sudah disetujui PSSI yang menjadi 28 Januari 2018. Tapi, kok, ini tiba-tiba ada surat lagi penunjukan Johar Lin Eng sebagai Plt ketua," ucap Nazir Adam selaku kordinator dan juru bicara Asprov NAD pada Goal.

Akan tetapi protes tersebut tetap tidak mengubah keputusan surat penunjukan Johar Lin Eng sebagai pelaksana tugas ketua Asprov NAD sebagaimana yang sudah ditandangani oleh Ketua Umum PSSi, Edy Rahmayadi. Asprov NAD pun akhirnya menuruti jawaban dari PSSI pusat terkait hal tersebut.

Menjelang akhir 2018, nama Johar Lin Eng disebut oleh manajer Persibara Banjarnegara, Lasmi Indiriyani, yang mengatakan bahwa Johar jadi perantara Lasmi dengan mister P. yang merupakan makelar pengaturan skor di Liga 3. Tak seperti Hidayat yang mundur dari anggota Exco PSSI dan dihukum tiga tahun oleh PSSI atas isu yang sama, Johar tetap aman di pos Exco PSSI, sampai akhirnya dirinya "dijemput" oleh Satgas Mafia Bola untuk dimintai keterangan terkait dugaan keterlibatannya dalam pengaturan skor yang terjadi di sepakbola Indonesia.

Komentar