Mampukah Solskjaer Menjadi Djajang Nurdjaman-nya Man United?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mampukah Solskjaer Menjadi Djajang Nurdjaman-nya Man United?

Oleh: M. Rifqi F.*

Sepakbola tak pernah lepas dari perbandingan. Misalnya, Andik Vermansyah atau Egy Maulana Vikry sering disebut sebagai Lionel Messi-nya Indonesia karena kelincahan dan tubuh mungilnya. Bambang Pamungkas disebut Tim Cahill dari Indonesia karena walau tidak memiliki badan yang tinggi, sering memenangi duel-duel udara. Atau Diego Michiels sebagai Mario Balotelli-nya Indonesia karena kontroversi luar lapangannya yang menutupi potensi dan perkembangan kariernya.

Secara umum, perbandingan ini lebih sering disematkan pada pemain dalam negeri dengan perbandingan pemain yang bermain di Eropa. Ini merupakan hal yang wajar mengingat perkembangan sepakbola Eropa dulu hingga kini masih menjadi panutan baik dalam permainan, taktik, hingga industri dan penyelenggaraan, tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi dunia.

Pertanyaannya, adakah figur lokal yang mampu menjadi contoh bagi figur sepakbola internasional? Bagi saya, jawabannya adalah Djadjang Nurdjaman bagi Ole Gunnar Solskjær. Terlebih setelah pelatih Norwegia tersebut kini ditunjuk menahkodai Manchester United sebagai pelatih kerteker.

Ole Gunnar Solskjær dan Djajang Nurdjaman adalah dua pemain legendaris yang identik dengan satu kesebelasan. Solskjær dengan Manchester United dan Djadjang dengan Persib Bandung. Keduanya juga sama-sama menyumbang segudang prestasi bagi kesebelasannya; 6 medali Premier League, 2 Piala FA, 1 Champions League dan 1 Intercontinental Cup untuk Solskjær, dan juara Perserikatan tahun 1986, 1989/90, dan 1993/94 untuk Djanur.

Bahkan kedua pemain ini memiliki momen terbaik yang serupa dalam kariernya; sama-sama pernah mencetak gol kemenangan dalam partai penentu gelar. Pendukung Manchester United tentu dengan indah mengenang gol menit akhir Solskjær yang memenangi Liga Champions musim 1998/99 bagi Manchester United ke gawang Bayern München.

Djanur pun tidak kalah dengan striker Norwegia tersebut. Dia pernah menjadi pahlawan bagi Bobotoh dengan mencetak satu-satunya gol ke gawang Perseman Manokwari yang memenangi Piala Perserikatan bagi Persib tahun 1986.

Tidak berhenti sampai situ, kemiripan berlanjut pada karier keduanya pasca bermain. Mereka langsung menjabat sebagai asisten pelatih di kesebelasan yang membesarkan namanya. Solskjær langsung menjadi bagian dari tim pelatih Manchester United di bawah Sir Alex Ferguson tahun 2006, sementara Djanur langsung diangkat oleh pelatih legendaris Persib, Indra Thohir, menjadi asistennya tahun 1994.

Baca juga: Super Sub, Baby-Face, Pahlawan Tanpa Pamrih

Menariknya baik Persib maupun Manchester United langsung meraih gelar yang menjadi hallmark dalam sejarah pencapaian kesebelasan setelah keduanya menjabat.

Gelar Liga Indonesia bagi Djanur pada musim 1994/95 dan double winner Liga Primer Inggris dan Liga Champions bagi United pada 2007/08. Bekerja dengan pemain muda juga menjadi kelebihan kedua pelatih tersebut. Solskjær sempat memimpin tim reserve dan usia muda United tahun 2008 hingga 2010 dan meraih 4 piala bersama para lulusan akademi Carrington yang terkenal itu. Djanur juga sempat melatih tim U23 Persib dan U21 Pelita Jaya dan sempat membawa U21 Pelita Jaya melaju hingga partai final Liga Super Indonesia U21.

Seakan ingin lepas dari bayang-bayang sayap besar legenda kedua klub, keduanya sama-sama keluar dari klub yang membesarkan namanya dan melatih kesebelasan yang lebih sederhana. Molde FK bagi Solskjær dan Pelita Jaya bagi Djadjang Nurdjaman. Di sini karier keduanya menampakkan perbedaan. Solskjær berhasil membawa Molde memenangi Tippeligaen tahun 2011 dan 2012 untuk mematahkan dominasi Rosenborg di Liga Norwegia, sedangkan Djadjang Nurdjaman “hanya” berhasil menyelamatkan Pelita Jaya dari jurang degradasi.

Yang patut ditunggu para penggemar Setan Merah adalah Persib selalu kesulitan mencapai tingkat prestasi tahun 1994/95 sebelum diambil alih Djadjang Nurdjaman. Tahun demi tahun tampuk juara selalu menjadi target. Namun di bawah pelatih kenamaan seperti Arcan Iurie, Jaya Hartono, Daniel Roekito, hingga Drago Mamic, prestasi tersebut belum juga tercapai. Hingga akhirnya datang seorang mantan pemain dalam diri Djadjang Nurdjaman, yang berhasil menisbatkan kembali Maung Bandung menjadi kesebelasan terbaik di Indonesia dengan meraih multigelar di Celebest Cup 2012, Liga Indonesia 2013/14, Piala Presiden 2015, hingga Piala Walikota Padang 2015.

Manchester United kini, hingga enam tahun pasca kepergian Sir Alex Ferguson, masih kesulitan mencapai tingkat prestasi yang dicapai saat itu. Pelatih top dunia macam Louis van Gaal dan José Mourinho pun masih gagal mengantarkan gelar Premier League bagi United. Kini, datang seorang mantan pemain dalam bentuk Baby Faced Assassin, Ole Gunnar Solskjær.

Dalam mengemban misi mengembalikan kejayaan Setan Merah, ia dibantu legenda Old Trafford seperti Mike Phelan, Nicky Butt, dan Michael Carrick, sebagaimana dahulu sang Majalengkan Mastermind didukung oleh legenda Pasundanb seperti Herrie Setiawan, Anwar Sanusi, dan Asep Soemantri. Solskjær juga kembali melatih pemain yang ia asuh di tim muda, Paul Pogba sebagaimana Djanur dahulu bereuni dengan Dedi Kusnandar.

Pertanyaannya, mampukah Ole Gunnar Solskjær mengembalikan Setan Merah ke masa kejayaan dan menjadi Djadjang Nurdjaman-nya Manchester United?


*Penulis merupakan karyawan swasta, bisa dihubungi lewat akun Twitter dan Instagram di @mrfqf

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar