Tahun Emas Barcelona

Backpass

by Redaksi 14

Redaksi 14

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tahun Emas Barcelona

Mengenakan seragam tandangnya yang berwarna merah muda, Barcelona bertemu dengan Estudiantes La Plata di hadapan 43 ribu pasang mata yang memadati Stadion Syeikh Zayed, Abu Dhabi. Laga ini sendiri merupakan final Piala Dunia Antarklub. Bagi sebagian orang, ajang satu ini mungkin kurang begitu bergengsi. Walau demikian, ada satu misi agung yang diemban Lionel Messi dan kolega.

Pada 19 Desember 2009 itu Barcelona tampil dengan skuat terbaik. Namun itu tak membuat mereka bisa seenaknya di lapangan. Tanpa disangka-sangka, Estudiantes yang diperkuat oleh nama-nama semisal Enzo Perez, Marcos Rojo, dan Juan Sebastian Veron, sukses mengagetkan sang raksasa Catalonia.

Di menit ke-37, Estudiantes berhasil mengoyak jala Victor Valdes lewat upaya Mauro Boselli. Skor 1-0 buat keunggulan wakil Argentina itu pun bertahan sampai turun minum.

Realita tersebut bikin Pep Guardiola putar otak dan memberi anak asuhnya berbagai macam instruksi guna menggetarkan gawang tim besutan Alejandro Sabella di babak kedua. Salah satu solusi yang dipilih lelaki berkepala plontos itu adalah mengganti Seydou Keita yang berposisi sebagai gelandang bertahan dengan Pedro Rodriguez, seorang striker energik dan gesit pada menit ke-46 agar kesebelasannya jadi lebih garang.

Layaknya babak pertama, Barcelona juga mendominasi di babak kedua. Estudiantes banyak menerima tekanan dan dipaksa bertahan di wilayahnya sendiri. Akan tetapi, gol yang diburu Barcelona tak kunjung datang. Bahkan, sampai laga sudah menembus 88 menit atau menyisakan dua menit saja dari waktu normal!

Situasi demikian tentu menghadirkan ketegangan dan kekhawatiran di benak para penggawa Barcelona. Misi agung yang mereka ingin wujudkan, bisa berakhir dengan menyakitkan. Tatkala kaki-kaki pemain Estudiantes mulai lelah berlari, Barcelona memanfaatkan betul keadaan tersebut. Berawal dari sundulan Gerard Pique di kotak penalti lawan, bola mengarah kepada Pedro yang berdiri bebas. Tanpa ragu, sosok setinggi 169 sentimeter itu menyundul bola sekencang-kencangnya dan membuat Albil tak berdaya sehingga Barcelona menyamakan kedudukan!

Momen itu pun bikin mental Estudiantes runtuh karena kesempatan buat membawa pulang trofi ke Negeri Tango buyar seketika. Di sisi seberang, Barcelona malah semakin terpacu buat tampil lebih prima di fase perpanjangan waktu.

Benar saja, semenjak wasit Benito Archundia meniup peluit tanda dimulainya babak extra time, Barcelona langsung tancap gas buat membombardir lini pertahanan Estudiantes. Sialnya, peluang demi peluang yang didapat Messi dan kawan-kawan pada babak pertama perpanjangan waktu tak ada yang membuahkan gol. Alhasil, upaya mereka kudu dilanjutkan lagi di babak kedua perpanjangan waktu.

Dalam fase yang sangat melelahkan karena menguras emosi dan tenaga, segenap usaha yang dilakukan Barcelona membuahkan sesuatu yang manis. Memanfaatkan umpan silang Dani Alves, Messi dengan menggunakan dadanya sanggup merobek jala Albil di menit ke-110 dan membuat papan skor jadi 2-1 untuk keunggulan Barcelona. Di sisa waktu yang ada, tak ada gol yang tercipta sehingga kemenangan, sah jadi milik anak asuh Guardiola dan misi agung yang mereka sasar berhasil dicapai.

Sepanjang tahun 2009 (sebelum final Piala Dunia Antarklub), Barcelona asuhan Guardiola yang dikenal publik sebagai kesebelasan dengan aksi-aksi memikat di atas rumput hijau dan performa superior telah menggondol lima gelar sekaligus. Masing-masing berupa La Liga Spanyol, Piala Raja Spanyol, Piala Super Spanyol, Liga Champions UEFA, dan Piala Super Eropa.

Berkat rapor brilian itu mereka sukses menyamai catatan Liverpool arahan Gerard Houllier di tahun 2001 yang juga memboyong lima trofi (Piala FA, Piala Liga, Charity Shield, Piala UEFA, dan Piala Super Eropa) dalam satu tahun kalender.

Namun keberadaan Piala Dunia Antarklub membuka jalan Barcelona untuk mengukir sejarah gemilangnya sendiri. Apalagi kalau bukan menahbiskan diri sebagai kesebelasan Eropa pertama yang menjuarai enam titel sekaligus (sextuple) dalam rentang setahun. Sebuah prestasi fenomenal yang pastinya sulit diulangi kesebelasan mana pun.

Maka wajar bila skuat Barcelona, usai memastikan kemenangan atas Estudiantes, tampak sangat gembira. Pun begitu dengan Guardiola yang sempat menitikkan air mata kala berselebrasi dengan para pemain. Misi agung untuk menuliskan nama mereka di buku rekor akhirnya terwujud lewat cara yang dramatis dan paripurna.

Kegemilangan yang disepuh Barcelona juga berimbas kepada trofi-trofi individu yang didapatkan para pemainnya maupun Guardiola. Misalnya saja Messi yang dianugerahi Ballon D`Or dan FIFA Player of The Year serta Xavi Hernandez dan Guardiola yang mendapat titel Playmaker Terbaik plus Pelatih Klub Sepakbola Terbaik dari federasi internasional sejarah dan statistik sepakbola (IFFHS). Oleh karena itu, pantas rasanya menyebut tahun 2009 sebagai tahun emas bagi Barcelona.

Komentar