Bisa Apa Marotta di Inter?

Cerita

by Redaksi 14

Redaksi 14

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bisa Apa Marotta di Inter?

Usai berkelindan selama beberapa pekan terakhir, Internazionale Milan akhirnya mengumumkan secara resmi bahwa Giuseppe `Beppe` Marotta adalah Chief Executive Officer Olahraga mereka yang baru pada hari Kamis kemarin (13/12). Dengan posisi tersebut, Marotta bakal mempertanggungjawabkan pekerjaannya secara langsung kepada sang presiden kesebelasan, Steven Zhang.

Dikenal sebagai figur yang kompeten di bidangnya, satu pertanyaan besar pun mengemuka: Apa yang bisa Marotta lakukan untuk I Nerazzurri?

Sebelum jadi CEO Olahraga Inter, Marotta bekerja untuk salah satu rival bebuyutan Inter di Serie A, Juventus. Memegang status General Manager Olahraga lalu Chief Executive Officer, pria berusia 61 tahun ini menunjukkan kinerja yang paripurna. Bagaimana tidak, Marotta adalah aktor kunci di balik datangnya nama-nama sekelas Leonardo Bonucci, Paulo Dybala, Stephan Lichtsteiner, Sami Khedira, Mario Mandzukic, Andrea Pirlo, Paul Pogba, Alex Sandro, Carlos Tevez, hingga Arturo Vidal ke Stadion Allianz.

Ciamiknya lagi, mayoritas dari figur-figur mentereng tersebut datang ke Kota Turin lewat harga tebusan yang murah meriah. Sebagai contoh, Bonucci, Lichtsteiner, Tevez, dan Vidal tak ada yang dicomot dengan nominal lebih dari 16 juta euro. Bahkan Khedira, Pirlo, dan Pogba direkrut tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun alias gratis.

Berkat strategi transfer efisien tapi berkualitas jempolan macam ini, nama Marotta mengangkasa sebagai juru transfer genius dan masuk ke dalam Italian Hall of Fame pada 2014 silam.

Berkat pemain-pemain tersebut serta keberadaan Antonio Conte dan Massimiliano Allegri di bangku pelatih plus Fabio Paratici sebagai Kepala Pemandu Bakat, I Bianconeri sukses menguasai pentas Serie A dengan menjuarainya sebanyak tujuh kali dalam kurun tujuh musim pamungkas. Mereka juga mampu mencaplok empat gelar Piala Italia, tiga Piala Super Italia, dan dua kali jadi finalis Liga Champions UEFA.

Dengan sejumlah kebijakan yang unik tapi menarik, Marotta berkontribusi cukup besar atas lesatan Juventus sebagai kesebelasan Italia yang situasi finansialnya paling sehat dan rajin mendapat profit. Sebuah realita yang bikin cemburu dan iri kesebelasan-kesebelasan profesional Negeri Spaghetti lainnya.

Baca juga: Restoran "All You Can Eat" dari Beppe Marotta untuk Juventus

Rekam jejak brilian itulah yang kemudian menarik atensi Zhang buat menggunakan jasa Marotta sembari berharap sentuhan magisnya dapat mengubah roda nasib Inter. Walau punya nama besar dan tradisi sebagai salah satu dari triumvirat persepakbolaan Italia, I Nerazzurri tak ubahnya kesebelasan medioker dalam kurun satu windu pamungkas.

Alih-alih bersaing dengan Juventus dalam perebutan Scudetto, mereka justru tertatih-tatih dan amat kepayahan untuk sekadar finis di empat besar klasemen akhir dan berlaga di pentas Eropa. Jangan pula heran kalau dalam rentang waktu tersebut, tak ada satu gelar pun yang mampir ke Appiano Gentile, markas latihan Inter.

Ketidakmampuan I Nerazzurri buat memikat perhatian pemain berkelas dinilai sebagai penyebab mengapa tim ini oleng. Preseden itu sendiri menjadi bukti nyata kalau Inter punya masalah keuangan yang sangat pelik (utamanya dalam fase transisi kepemilikan dari Massimo Moratti ke Erick Thohir).

Namun usaha pembenahan yang dilakukan Thohir dan masuknya Suning Group (konsorsium milik Zhang Jindong, ayah dari Steven Zhang) sebagai pemegang saham mayoritas yang baru, memberi secercah asa baru bagi perjalanan Inter. Meski belum mampu bersaing secara maksimal guna berebut titel juara dan membeli pemain-pemain bintang dengan banderol selangit, I Nerazzurri memperlihatkan grafik yang semakin positif. Momentum itulah yang ingin dimaksimalkan Zhang.

Dalam beberapa musim terakhir, langkah penguatan skuat yang dilakukan Inter adalah merekrut pemain-pemain dengan harga murah atau lewat pakem Inter Formula. Cara ini sendiri berupa proses peminjaman pemain dalam jangka waktu tertentu yang diikuti dengan berbagai klausul, entah ditebus pada akhir musim atau setelah si pemain merumput sekian kali berdasarkan perjanjian yang disepakati.

Sayangnya, tak banyak pemain bagus yang tenaganya dapat diamankan I Nerazzurri via strategi ini. Contoh paling aktual tentu saja Joao Cancelo (kepunyaan Valencia yang akhirnya dijual ke Juventus) dan Rafinha (milik Barcelona).

Zhang yang memiliki ambisi besar, tentu enggan situasi macam itu terus melingkupi Inter. Dirinya pasti berharap, dengan keterbatasan sumber daya yang ada, Marotta dapat mengakalinya dengan cara lebih apik seperti yang ia lakukan bersama Juventus dahulu. Lagipula, siapa yang tak mau mendapat pemain berharga amat terjangkau tapi kualitasnya luar biasa?

Baca juga: Profil Steven Zhang, Presiden Baru Inter Milan

Akan tetapi, Marotta pun harus memahami bahwa ada perbedaan cukup besar di antara Inter dan Juventus. Apalagi kalau bukan nama besar kesebelasan di mata pemain. Meyakinkan mereka untuk mau bergabung ke Stadion Giuseppe Meazza jelas bukan perkara sepele mengingat I Nerazzurri paceklik prestasi selama bermusim-musim. Marotta harus bekerja keras, pintar-pintar bersiasat dan dinaungi keberuntungan agar pemain top buruan mau mengenakan kostum biru-hitam.

Ironisnya lagi, Inter baru saja terdemosi ke Liga Europa setelah gagal lolos ke fase gugur Liga Champions walau sempat menunjukkan performa menjanjikan di awal kompetisi. Terjengkangnya anak asuh Luciano Spalletti ke ajang antarklub Eropa kelas dua itu membuat Inter kehilangan pundi-pundi dengan jumlah gemuk dan keleluasaan mereka bergerak di bursa transfer, paling dekat di bulan Januari 2019 mendatang, akan menyusut.

"Inter harus memiliki peran penting dalam sepakbola Eropa karena mereka adalah klub yang hebat, punya segudang trofi dan sejarah luar biasa. Nama besar itu mesti kami kembalikan", tuturnya seperti dilansir Sempre Inter.

Walau ucapannya menyiratkan optimisme, Marotta pasti sadar bahwa tugas berat dan pelik sudah menantinya di Inter. Memberdayakan segenap kemampuan adalah keharusan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Bila ingin rekam jejaknya sebagai CEO Olahraga makin mengilap, membangkitkan I Nerazzurri dari tidur panjangnya merupakan hal yang Marotta kudu sanggupi.

Komentar